Mohon tunggu...
Ayu Rurisa
Ayu Rurisa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Teknik Mekanika

Environtmentalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ancaman Keringnya Humanisme pada Peradaban Manusia

26 Mei 2017   15:25 Diperbarui: 26 Mei 2017   15:32 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang Anda pikirkan tentang humanisme? Kebanyakan orang akan memaknai Istilah humanisme dengan hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Hal tersebut memanglah benar, Istilah Humanisme berasal dari latin, humanis; manusia, dan isme berarti paham atau aliran. Mangun Harjana mengatakan, pengertian humanisme adalah pandangan yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya. Secara umum, humanisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Akan tetapi, apakah arti yang sesungguhnya humanisme bagi mereka yang sekarang ini ? humanisme yang ada saat ini tidaklah hidup sebagai pedoman melainkan hanyalah bagian dari materi hafalan belaka. Banyak pihak yang menganggap bahwa nilai humanisme itu sangat subjektif dan relatif. Mereka menganggap krisis yang seperti ini hanyalah hal sepele tanpa menyadari akan berakibat fatal jika dihiraukan. Padahal, krisis sederhana ini yang lebih penting untuk ditanggulangi daripada krisis ekonomi ataupun krisis energi. Tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali manusia itu sendiri yang mengubahnya.

Belakangan ini banyak kita jumpai berita-berita yang memuat kasus pembunuhan seperti, "Kasus Pembunuhan Angeline", kasus pelecehan seksual seperti, “ Yuyun, Gadis Korban Pemerkosaan 14 Orang” atau “Santriwati Korban Pelecehan Seksual di Tulungagung Alami Trauma Berkepanjangan”, dan yang terbaru adalah pembulian oleh netizen seperti pembulian Ayu Ting-Ting, Mulan Jamela, dan Aurel Hermansyah. Kemudian, kasus-kasus yang sama seperti itu dilakukan banyak orang berulang-ulang dan dianggap hal yang biasa saja. Seakan-akan itu sudah menjadi santapan rutin sehari-hari. Hanya demi mengejar kesenangan dan sensasi, manusia masa kini menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya. Orang-orang mulai berasumsi bahwa kesuksesan diukur dengan materi. Untuk itu mereka berlomba-lomba mendapatkan kesejahteraan untuk dirinya dan golongannya sendiri. Secara tidak sadar memaksakan keterbatasan tubuhnya untuk bekerja ekstra. Tidak peduli berapa banyak hak asasi yang telah mereka tindas dan seberapa banyak kemerdekaan orang lain yang mereka rampas secara paksa. Manusia menjadi haus akan harta. Arti sila kedua Pancasila yang gencar diteriakkan oleh para Humanisme tidak lebih hanyalah debu bertebaran yang menghalangi jalannya kesuksesan. Materi Pendidikan Kewarganegaraan yang dicetak dalam ribuan buku hanya mampu menggait minoritas  pelajar yang benar-benar memahami arti nilai-nilai kemanusiaan sejati.

Atas dasar semua itulah humanisme dipandang sangat subjektif dan relatif bagi masing-masing individu. Padahal sudah jelas bahwa setiap manusia harus saling menghormati hak asasi satu sama lain, saling bahu-membahu membangun Persatuan Indonesia. Kebanyakan dari mereka yang menganggap humanisme sebagai sesuatu yang subjektif meninggikan hak-hak para dompet tebal dan mengabaikan bahkan merampas paksa hak rakyat kecil. Jika dibantah, mereka akan berkomentar bahwa inilah humanisme secara subjektif, inilah cara pandang yang mereka miliki dan mereka memiliki hak atas itu semua. Maka krisis kemanusiaanpun mulai tumbuh bagai kanker yang terus menggerogoti tubuh sang penderita.

Maka munculah krisis keuangan negara yang tidak lain disebabkan oleh korupsi para petinggi negara. Rakyat yang selalu dikelabuhi kerap diperas hingga kering tanpa bisa bersuara apalagi rakyat kecil yang semakin tidak berguna. Setelah itu, banyak orang-orang kehilangan tempat tinggalnya yang akhirnya hidup di kolong jembatan. Timbulah orang-orang gila berkeliaran di jalan lengkap dengan para pemulung sampah yang memunculkan krisis pangan dan krisis lingkungan. Tidak sedikit pula mereka yang masih mampu menyekolahkan putra-putrinya hanya bertahan sampai SMA/SMK se-derajat sedang lowongan pekerjaan telah dibabat habis mahasiswa S1 dan S2 se-derajat. Maka merekapun tidak lain mengubur cita-cita tingginya dan lebih memilih menjadi buruh pabrik, pedagang kaki lima, atau petani garapan. Ironisnya adalah saat mereka lebih memilih untuk menganggur dan menjadi pecandu narkoba. Karena itulah, yang dulu “ bermimpilah setinggi langit “ sekarang menjadi “jangan bermimpi terlalu tinggi, nanti sakit jatuhnya” yang menyebabkan para pelajar cenderung memiliki harapan yang sama yang tidak perlu susah-susah untuk memiliki setifikat sarjana seperti, menjadi seorang selebgram, youtubers, atau mengikuti toto illegal. Dari sini, munculah cyber crime dan bullliyingdi media social yang notabene sekarang ini, orang hidup dalam kecimpungan dunia internet.

Pada akhirnya manusia kehilangan nilai humanismenya dan mampu melakukan tindakan detruktif yang mampu menyakiti orang lain tanpa rasa bersalah. Pembunuhan berencana, pembantaian, pembersihan etnis, terorisme, dan pembakaran hutan sebagai contohnya. Maka tak heran lagi jika konten dewasa, game online dan social media menjadi situs dengan peminat terbanyak di internet. Bahkan dunia pendidikan pun sekarang telah dibelokkan menjadi lebih sekuler dan memuja sains dan teknologi. Humanisme sekarang telah menjadi abu-abu. Sekarang semua tergantung pada diri kita sendiri. Apakah kita akan memaknai arti sejati humanisme dan berusaha untuk lebih menguatkan keimanan dalam mengikuti modernisasi. Ataukah kita hanya tetap menurut mengikuti teori bahwa humanisme itu subjektif dan relatif seperti sebelumnya. Ataukah kita hanya mengabaikan semuanya dan lebih memilih untuk terjebak dalam obsesi social media yang lebih mengasyikkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun