Di kasus lain, Ambon mengalami ambruknya kehidupan sehari-hari yang diperparah dengan kegagalan dalam menurunkan tensi konflik sehingga terjadi kekerasan Islam-Kristen. sedangkan di Manado, tekanan itu direspon dengan tanpa adanya kekerasan, yaitu dengan pengendalian batas dan koordinasi antar umat beragama.
Dikotomi antara Pribumi dan Cina maupun Islam-Kristen memang nyata, tetapi bukan menjadi penyebab kekerasan. Justru setelah kekerasan dipakai dalam konflik, dikotomi antar identitas muncul sebagai dampak.
Setelah melihat dengan sadar (analisis) bagaimana atau kenapa konflik terjadi di Ambon serta Surakarata (Solo) tetapi tidak di Manado serta Yogyakarta? Pesan yang diberikan Samsu Rizal Panggabean paling tidak untuk meminimalisirnya dengan: (1) Ditekankan lakukan pengkajian terkait perosalan ini pada tingkat subnasional atau Kota/Kabupaten. (2) Sumber informasi pengkajian atau riset penelitian dari pembuat strategi kotanya dan masyarakat dalam berinteraksi. (3) Dari aspek pengkajian penting untuk mengkaji kota yang mengalami kekerasan etnis bersama dengan kota yang mengalami kedamaian etnis. (5) Mengkaji kedamaian atau kasus-kasus nir-insiden juga penting dalam menyelesaikan persoalan terkait bahasan ini. (6) Peran relasi dan interaksi strategis adalah kunci untuk memahami insiden kekerasan dan kedamaian, bukan dari ciri-ciri  kelompok maupun profil aktor (orang penting suatu negara/kota/tokoh).  (7) Setelah kekerasan, diperlukan orang yang bermakna penting di masyarakat untuk memulihkan antar-warga dan ruang publik. (8) Dan yang terakhir, untuk mencegah konflik semacam ini adalah dengan diadakannya forum pertemuan baik dari Islam-Kristen dan lainnya, hal ini demi mencegah masalah yang akan datang serta mengantisipasi isu yang berkembang menjadi konflik besar di masyarakat.