Dulu... aku sungguh menyukai bunga, terkadang aku yang berinisiatif untuk mendekatinya. Sekali waktu, aku tentu menghampirinya, bahkan kemudian memetiknya.
Dulu... bukan hanya satu bunga, ragam bunga silih berganti. Ada yang sebentar, ada yang cukup lama, bahkan ada yang hanya satu hari saja bagi aku ini untuk menikmati harumnya bunga.
Dulu... aku memang dipertemukan, aku juga diperkenankan. Tidak pernah untuk sekalipun aku memaksakan, tidak juga untuk aku terlalu mengharapkan.
"Wangi itu bersemi, wangi itu berkenan mengikuti, bahkan wangi itu bersedia menuruti."
"Harum itu sungguh menyadari, bahkan mengakui, bahwa aku ini tidak pernah
mengusung egoku sendiri, untuk apa yang sejatinya bukanlah mesti."
Semenjak kemarin, entah seminggu yang lalu atau sebulan terakhir, bahkan bisa jadi lebih dari setahun kemarin, aku mulai menyadari lalu membatasi diri ini.
"Bukannya apa-apa, aku takut! enggan mengulangi."
"Apakah salah sadar diri? apakah salah mencoba memperbaiki diri?"
"Ragam bunga itu tersakiti, aku jelas telah menyakiti. Ragam bunga itu terluka, aku hadirkan nestapa, aku membuat ragam bunga itu merugi."
Apa yang sudah terjadi, mana bisa di siasati. Apa yang sudah terjadi, bukti aku ini belumlah mawas diri. Apa saja uji yang sudah aku lewati, adalah cerminan aku ini sebagai pribadi, terlalu sering merasa paling benar sendiri.
Kini adalah kini, kini untuknya nanti. Kini wadah yang aku miliki bukanlah hanya tentang ingin, satu wadah kini yang lebih baik bagi diri ini akan memiliki fungsi untuk merendahkan diri, bukan kian lupa diri dari apa saja yang sebaiknya.