Mohon tunggu...
Awaly Ilham Dewantoro
Awaly Ilham Dewantoro Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar dan Berbagi

Belajarlah dengan baik kemudian bagikan apa yang kamu dapat, baik melalui tulisan maupun lisan agar yang kamu dapat tidak terbang seperti uap air.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Budaya Tepat Waktu di Berbagai Negara

4 April 2019   15:45 Diperbarui: 4 April 2019   16:29 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pexels

Pernahkah kita menunggu sesuatu untuk memulai kegiatan? Tentunya pernah.  Lantas apa yangkita rasakan saat itu?  Pasti kesal dansebal.  Namun, biasanya jika sesuatu yang kita tunggu ini memberikan konfirmasi terlebih dahulu dapat membuat perasaanyang berbeda dan kita dapat memulai kegiatan sesuai dengan rencana.  


Keadaan dan tindakan seperti ini masih jarang dilakukan oleh sebagian besar orang Indonesia. Perilaku konfirmasi jika terlambat datang sepertinya sangat berat dilakukan karena melekatnya budaya "ngaret"yang sudah mendarah daging.  Contohnya sering kita temui seperti dalam pelaksanaan suatu acara, dalam kegiatan akademik di sekolah dan kampus, maupun dalam dunia kerja.  Budaya "ngaret"yang berhunbungan dengan waktu juga berkebalikan dengan budaya tepat waktu ini seakan-akan telah diderita kronis oleh bangsa Indonesia dan parahnya lagi budaya ini sangat sering dimaklum.


Jikaditinjau lebih lanjut, budaya "ngaret"ini sebenarnya tidak memberikan keuntungan bagi siapa pun.  Lebih banyak kerugian yang diberikan.  Salah satunya adalah perasaan kesal dan sebal, apalagi jika yang menerapkan budaya "ngaret"ini tidak mengucapkan permintaan maaf.  Budaya"ngaret" dapat disebabkan oleh individu dan sistem yang telah dibuat.  Individuakan menerapkan budaya ini apabila sistem kurang maksimal, tapi bukankah sistemini seharusnya diperbaiki oleh individu tersebut agar maksimal dan meminimalisir budaya "ngaret"ini?  Memang sungguh membingungkan, mungkin mereka menginginkan hal-hal yang instan seperti sistem yang memperbaiki dirinya sendiri.

Budaya"ngaret" memang ada di Indonesia, di negara lain pun ada tapi hanya sebagian kecil. Kebanyakan dari warganya bukan menerapkan budaya yang telah mendarah daging di Indonesia, tapi lebih sering menerapkan budaya tepat waktu.  Mereka banyak beranggapan dengan tepat waktu, mereka menghargai waktu dan menghargai orang lain.  Suatu anggapan yang sederhana tapi masih sukar dilakukan oleh orang-orang di Indonesia. Padahal orang-orang Indonesia telah diajarkan dan menerapkan budaya tepat waktu saat bersekolah.  Akan tetapi,  semakin tinggi jenjang sekolah hingga memasuki dunia kerja, tak sedikit yang malah merubah haluan ke budaya "ngaret". Sangat disayangkan sekali, namun daripada membahas budaya "ngaret" orang Indonesia yang tidak ada habisnya, alangkah baiknya jika kita mengetahui lawannya budaya ini dari berbagai negara.

Budaya Tepat Waktu di Jerman


Budaya tepat waktu di Jerman sangat melekat pada warganya.  Bahkan mereka menganggap keterlambatan adalah suatu tindakan yang tidak sopan.  Hingga tidak adanya toleransi waktu seperti yang ada dalam dunia perkuliahan di Indonesia.  Jangankan 15 menit, 1 menit pun tidak diberikan.  Orang-orang yang terlambat di Jerman akan langsung ditegur, sangat berbeda dengan di Indonesia yang orang-orangnya sungkan menegur bila terjadi keterlambatan.


Uniknya, orang-orang Jerman bila memiliki janji dengan seseorang akan melakukan konfirmasi keterlambatan mereka dengan disertai permintaan maaf.  Mereka lebih tahu bahwa suatu keterlambatan dapat menghambat aktivitas lainnya.  Sehingga kita dapat mengetahui bahwa orang Jerman sangat menghargai waktu, bahkan terdapat anggapan dengan menghargai waktu sama dengan menghargai diri sendiri dan orang lain. 

Budaya Tepat Waktu di Swiss

Mungkindi negara yang satu ini, budaya tepat waktu menjadi hal yang ekstrem.  Orang-orang Swiss benar-benar menerapkanbudaya tepat waktu.  Contohnya bila kita memiliki janji dengan orang Swiss pada pukul 2.30 siang, maka mereka akan datang tepat pukul 2.30 siang (tidak lebih menjadi pukul 2.35 maupun kurangmenjadi 2.25).  Penerapan budaya tepat waktu ini memiliki dasar "dengan menghargai waktu, dengan demikian menghargaiorang lain".  Bahkan bila orang Swiss pergi ke negara lain yang menerapkan budaya "ngaret" seperti Indonesia, mereka akan merasa gregetan karena ketidakdisiplinannya dan ketidak adanya rasa salingmenghargai.

Ketepatan waktu di Swiss sendiri malah menjadi kebahagiaan sejati.  Inilah yang membuat budaya tepat waktu diSwiss menjadi unik.  Apalagi melihat nilai tersirat dari penerapan budaya tepat waktunya yang dihubungkan dengan sektor pertanian.  Ya, Swiss merupakan salah satu negara yang berada di wilayah pegunungan Alpen yang tentunya agaksulit untuk kegiatan bercocok tanam bukan? Awal mulanya budaya tepat waktu di Swiss sangat sederhana, yaitu daripesan "jika kau tak menanamkan bibit ini sekarang, maka siap-siaplahkelaparan".  Sangat sederhana bukan?  Keunikan lainnya dari budaya tepat waktu diSwiss adalah jika terjadi permasalahan efektivitas transportasi umum, maka satunegara bisa gelisah luar biasa. Kira-kira kapan ya Indonesia bisa seperti ini?

Budaya Tepat Waktu di Jepang

Inilah negara yang paling terkenal dengan budaya tepat waktunya.  Mungkin kita semua pernah membaca, menonton, ataupun mendengar berita mengenai kereta Shinkan senyang mengalami permasalahan dan menyebabkan keterlambatan kepada penumpangnya.  Apa yang dilakukan olehmasinis dan pekerja di perusahaan perkereta apian disana?  Mereka meminta maaf dengan membungkukkan badan khas Jepang karena membuat banyak orang terlambat.  Begitu kuat budaya tepat waktu disanasehingga mereka benar-benar menghargai waktu dan menghargai orang lain.

Bahkan dalam suatu surat kabar online menyebutkanterdapat beberapa contoh budaya tepat waktu yang disebut sebagai disiplin waktu.  Contohnya adalah prinsip Bushido, konsep budaya Keishan, prinsip Kai Zen, penerapan prinsip "kerja ya kerja, istirahat betul-betul istirahat", hingga disiplin terhadap hal-hal kecil (seperti buang sampah,dsb.).  Budaya tepat waktu dan disiplin waktu orang Jepang ini bermula dari pengaturan waktu yang baik.  Hal uniknya, bila orang Jepang terlambat dan pulang kerja lebih cepat, mereka akan malu. Berbanding terbalik dengan orang-orang Indonesia bukan?


Demikian uraian dari ketiga negara yang mewakili pengenalan budaya tepat waktu.  Kita dapat melihat bahwa kerugian dari ketidaktepatan waktu itu sangatlah banyak dan apabila kita menerapkan budaya tepat waktu pun memiliki banyak manfaat. Semoga orang-orang Indonesia dapat berkaca dari penerapan budaya tepat waktu dari berbagai negara agar dapat diterapkan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.  Hal yang paling mungkin untuk menerapkan budaya tepat waktu adalah dari lingkungan masing-masing dan dunia pendidikan.  Ya, dunia pendidikan sangat berpengaruh karena berfungsi dalam mendidik setiap orang menjadi lebih baik (dalam karakter, akademik, dsb.) hingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.  Semoga orang-orang Indonesia dapat membudayakan tepat waku dengan segera untuk kebaikan dirinya dan bangsanya.  Sebagai penutup seperti biasanya, "Kapan mau maju, kalau masihbelum bisa membudayakan tepat waktu?  Inimudah loh, mudah banget!"

Referensi Bacaan:
beritatrans.com

its.ac.id

kompasiana/beusefullife

kompasiana.com/venusgazer

mirajnews.com



Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun