Mohon tunggu...
Awal Nur Afdal
Awal Nur Afdal Mohon Tunggu... Penulis - Awal Nur Afdal

Awal Nur Afdal lahir di Bantaeng 11 Mei 2002, saat ini sedang fokus belajar menulis dan menambah pengetahuan di Balang Institute

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berjuang untuk Rakyat dengan Cara Kabur dari Rumah

2 Oktober 2021   21:59 Diperbarui: 2 Oktober 2021   22:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengenal dunia lembaga/organisasi sejak masih duduk di bangku SMA kelas satu. Saat itu Saya tengah bergabung disebuah organisasi desa, yakni LKMB. sebulan setelahnya saya mendapat informasi kembali bahwa perekrutan anggota FPM sul-sel juga sudah terbuka, saat itu pula selain menjadi siswa di sekolah pesantren,  saya  banyak menghabiskan waktu didunia organisasi dengan aktif melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang menjadi program di dua lembaga ini. 

sembari  bersekolah, saya terlibat aktif dalam kegiatan kelembagaan yang secara spontan menjelma menjadi hobi baru bagi saya. saya menempuh pendidikan di sekolah agamis, salah satu persyaratan untuk mengikuti mata pembelajaaran adalah  menyetor BTQ, yang menulis al-quran sampai 2 halaman itu. saya mempunyai stok BTQ yang cukup  banyak, kawan-kawan lain menulis BTQ saat mata pelajaran pertama akan segera berlangsung, saya menyaksikan mereka menulis tergesah-gesah dengan memburu waaktu dan menghindari hukuman. karna stok tulisan al-quran yang banyak, membuat saya lalai memperhatikan tugas-tugas lain. merasa sudah aman dan merasa punya waktu untuk melakukan aktivitas diluar sekolah. 

sepulang sekolah, sebelum makan saya menyempatkan diri untuk ke rumah Malik, saya panggilnya kak Malik. Dia merupakan om sekaligus senior saya di LKMB dan FPM. tujuan saya kesana untuk mempertanyakan jadwal diskusi tiap malam dilakukan dengan tempat yang berbeda. kadang-kadang dia memanggil saya juga kadang-kadang meelarang saya yang mengatas namakan sekolah. saya meminta secara baik-baik dengan alasan tugas sekolah suudah saya amankan terlebih dahulu. 

saya mengikuti proses kaderisasi di FPM yang bertempat di Tino. waktu itu perkaderan berlangsung hingga jam setengah 4 pagi. karna rute evaluasinya di pinggir laut, sesekali senior bertingkah aneh, menyuruhku masuk ke laut yang membuat  celana dan bajuku basah kuyup. setelah selesai saya langsung pulang kerumah, membulatkan niat untuk bolos sekolah karna rasa kantuk dan kedinginan. 

tak  lama kemudian, tante saya datang dan melihat sepatu saya masih tersimpan di rak. saat itu tante saya baru pulang mejahit di rumah sepupu saya, langsung mengetok keras pintu kamaar daan akhirnya saya terbangun. "jama-jamang apaantu nujama songngi, na tannu kullemo gio'" katanya diluar kamar yang pintunya masih saya kunci. sejak saat itu saya sudah  dilarang keras keluar rumah baik malam maupun sepulang sekolah. 

menyongsong MAY DAY, teman-teman saya  sedang mempersiapkan untuk kemakassar melakukan aksi massa bersama mahasiswa dari berbagai kampus dan fakultas yang tergabung dalam FMN. saya yang masih sekolah hanya bergerak aktif di kampung melakukan konsolidasi, padahal saya sangat berkeinginan untuk ke Makassar melakukan aksi yang akan saya lakukan pertama kalinya. namun hanya menjadi harapan, saya sibuk bersekolah dengan dibebani tunggakan catatan harian dan tugas-tugas lainnya. 

saya memadu proses belajar sekolah  dengan aktif mengikuti diskusi-diskusi tentang kajian buku progresif. berbicara soal soekarno, bicara soal  Tan Malaka, bahkan bicara soal kajian-kajian lainnya yang mencaakup soal gerakan-gerakan pemuuda dan Mahasiswa. saya menyukai hal itu, namun sulit rasanya jika akan akan mengesampingkan pendidikan formal. pertengahan semester 1 dan 2, saya mulai abai terhadap kegiatan-kegiatan sekolah. dan akhirnya menghasilkan masalah baru. 

saya dikeluarkan dari sekolah pasca penaikan kelas ke kelas 3. saya dianggap suuah  tidak mematuhi aturan dan dianggap mengasingkan diri dari pergaulan sesama siswa. awalnya saya menolak hal itu, nilai saya sudah saya perbaiki semua, salain itu, saya juga sementara menjabat sebagai ketua kelas yang tentunya menjaga image dari teman-teman. hal demikian sampai keteliingah orang tua saya, Nenek, Tante, dan bapak saya. saat itu saya berusaha menghadapi kenyataan dan menganggap bahwa saya salah dalam mengambil ti dakan. 

saya sebagai anak yatim yang tinggal dirumah nenek merasa mejadi beban. dengan perasaan malu, setelah resmi dikeluarkan dari sekolah saya mogok 10 hari. saat itu adalah musim panen cengkeh. untuk mendapatkan sekolah  baru,  saya harus membayar Rp.400.000 untuk menebus harga baju seragaam yang gratis saat masuk sekolah. sebaagaaimana peraturan dan kesepakaatan orang tua saat pertama masuk sekolah. 

saya petik cengkeh selama 8 hari, saya hanya mengumpulkan uang Rp. 320.000 yang tentunyya tidak cukup untuk pembaayaraan seragaam di sekolah lama. dengan berat hati saya harus mengataakan hal demikian kepadaa tante saya dengan harapan akan dibantu mencukupi persyaratan pembayaran tersebut. karna takut ponakannya putus sekolah, saya dibantu dengan persyaratan harus tinggal dirumah setelah  lulus. saya mengiakan hanya untuk mencairkan suasana dan memperlancar urusan saya waktu itu. 

libur covid pertama yang hanya 14 hari  saya manfaatkan untuk berkunjung ke kantor Balaang intitute. salah satu NGO lingkungan yang ada di kab. Bantaeng.  tidak mudah untuk bergabung dan terlibat aktif di Balang. selain   harus mengingkari janji  ke orang tua, juga mempertimangkan pekerjaan kebun yang akan jarang lagi saya kunjungi saat sudah aktif dalam kegiataan-kegiatan. 

malaam itu pukul 23.00 WITA. saya pulang kerumah sudah sore, saya dijemput dengan suara omelan karna pulang lebih lambat. semua keluarga sudah mengagendakan untuk berkumpul  dan membahas soal saya. saya yang sudah tidak tahan akirnya diam-diam mengemas pakain, saat itu saya membawa baju 3 lembar,  celana 2 dan peci hitam yang saya masukkan ke tas lalu saya buang keluar rumah.  saya membulatkan tekat untuk kabur dari rumah demi menggapai cita-cita. 

saat itu saya membawa uang Rp. 2000, uang itu adalah uang terselip  di kantong hoodie yang kebetulan saya  pakai waktu itu. sebelum ke kota, saya berkunjung kerumah Risal di Boronginru' untuk melakukan konsolidasi. hari itu bertepatan dengan akan di lakukannyya Hering di kantor DPRD kab. Bantaeng terkait soal pungli dan tuduhan malapraktik yang dilakukan oknum dokter. hari itu saya ke Kota bersamaa kawan-kawan LKMB  yang sekaligus mengikuti rapat final check di halaman kantor Balang. 

di  Balang, saya ddiberikan tugas untuk aktif melakukan advokasi  terhadap kepengurusan di BPJS, Capil, dan RSUD Makkatutu yang bila  mana ada warga yang kesulitan mendapatkan akses pelayanan yang  baik. saya menikmati pekerjaan itu, awalnya saya ber empat yang kemuudian dibentuklah NADA MERA sebagai lembaga saya saat mengadvokasi. MOU yang disepakati saat Hering membuka ruang sebesar-besarnya kepada saya dan Rudi saat proses advokasi. 

karna mnjadi rutinitas, saya dan rudi akhirnyya terbiasa menghadapi maslah yang awalnya secuil pun saya tidak   mengetahuinya. komunikasi akhirnyya terbangun di  beberapa instansi. saya dan Rudi awalnya kesulitan membangun kerjasama, butuh waktu untuk bisa memperbaiki hubungan dan komunikasi. 

beberapa bulan kemudian  keluarga saya mendapat berita duka, dimana tante dan om yang berangkat setahun  yang lalu ke Malaysia merantau meninggal dunia, sepulang kerja, mereka berdua tertabrak mobil pengangkut hasil panen ladang. Om  saya sedang dirawat di RS Malaysia sarawak sedangkan tante saya tidak terselamatkan. 

saat itu saya memberanikan diri untuk  angkat bicara  kepada keluarga, saya menyatakan akan mengurus  pemulagan jenazah tantte saya. tidak  ada yang mempercayai omongan itu. saya bergerak  cepat sebab takut jenazah tersebut semakin lama  semakin sulit untuk dipulangkan. saat kejadian itu,  saya pulang kerumah untuk aktif mengurus administrasi dan persyaratan untuk dipulangkan. 

seminggu kemudian saya mendapaatkan informasi bahwa tante saya  sudah diberangkatkan sejam sebelum saya mendapatkan informasi tersebut. saat itu pula keluarga saya sudah menerima saya dengan baik dan menerima apa yang saya  lakukan selama ini. saya tentunya sudah menginginkan hal demikian. moment tepat ini dengan penuh rasa kesyukuran mampu membuktikan bahwa pergaulan,  hal yang saya lakukan bukanlah sebuah tindakan yang salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun