Mohon tunggu...
Avra Augesty
Avra Augesty Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sastra Inggris, Humanities, Wonderwall

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengenalkan Budaya Celtic Melalui Wind From The Foreign Land

14 Agustus 2014   00:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:37 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14079245821609073432

Celtic punk atau akrab juga disebut Irish folk rock adalah sub genre punk rock yang dikombinasikan dengan musik tradisional bangsa Celtic. Pembauran musikalisasi yang terdengar di telinga ketika mendengar alunan khasnya, membuat kaki kita "gatal" untuk mencicipi dansa ala Irish. Tahun 1980, The Pogues, merupakan kelompok musisi punk di London yang mendobrak aliran musik ini ketika mereka mengadakan perayaan atas warisan Irlandianya. Yang paling menonjol dari genre musik ini adalah dominan tema yang berkisah tentang Irlandia, Skotlandia, perjuangan kemerdekaan Irlandia serta Skotlandia, IRA (Irish Republican Army), budaya minum alkoholnya—terutama wiski—yang menggila, Irish diaspora (imigran Irlandia), dan kebanggaan khas "kerah biru" (working class pride). Selain itu, penjejalan instrumen tradisional seperti akordion, banjo, mandolin, bagpipes, fiddle tin, dan sebagainya oleh punggawa Celtic punk, menambah keafdolan kharisma dansa scene ini. Meskipun topik lagu-lagu mereka kebanyakan bercerita soal penderitaan rakyat Irlandia, bukan lantas mereka dicap sebagai genre politik. Band-band yang beraliran Celtic punk masih kerap membawakan lagu tradisional Irlandia serta komposisi asli, contohnya saja The Dubliners dan The Clancy Brothers.

Tak hanya termahsyur di Irlandia, tak juga menyangkut bangsa Irish saja, tak semata berhenti soal tanah Irlandia, tapi Skotlandia turut pula disertakan sebagai bagian dari gejala pengenalan ini. Selain itu, Irish diaspora dan komunitas Skotlandia yang tersebar di Inggris (London), Australia (Sydney dan Australia Selatan), Amerika Serikat (Boston, Chicago, Philadelphia, Los Angeles), Kanada (Vancouver dan Newfoundland), dan lain-lain; nampak memiliki peran besar dalam mendongkrak ketenaran genre ini.

Lain halnya di Indonesia, meskipun banyak referensi tentang birama cantik si Celtic punk, kenyataannya masih jarang sekali ditemukan band yang beraliran ini. Dari beberapa kota di Indonesia, jumlah musisi atau band yang menggeluti Celtic punk dapat dihitung jari. Apa bila kita menengok dan membandingkan dengan genre-genre yang ada di ranah musik tanah air, bahkan pelaku D.I.Y. (Do It by Yourself), jumlah peminat dan penikmat Celtic punk belum bisa disejajarkan dengan jumlah induk genre punk sendiri. Namun, minoritas bukan berarti tak baik. Dirty Glass dan The Cloves And The Tobacco, merupakan dua dari beberapa band beraliran Celtic punk yang mengenalkan khasanah Irlandia di kota asal mereka, Yogyakarta. Ditemui di basecamp mereka (21/06/14) di kawasan Jalan Sudirman Yogyakarta, Miko, lead vocal Dirty Glass menceritakan tentang album kompilasi yang telah usai digarap oleh band-band Celtic punk di Indonesia. Album kompilasi bertajuk Wind From The Foreign Landpertama kali digagas pada Januari 2014 lalu, namun karena kesibukan dari beberapa personil, album kompilasi yang menunjuk WLRV Recssebagai produser dan local brand Spade Kustom sebagai pendukung, sempat mengalami pending. Barulah pada Juni 2014, Wind From The Foreign Land berhasil diluncurkan. "Kendala lain dari proses penggarapan album kompilasi ini adalah susahnya mencari channel band yang beraliran Celtic punk, karena masih sedikit jadi agak susah.", tutur Miko.

Pemilihan judul Wind From The Foreign Land pada album kompilasi ini juga tidak “asal”. Makna dari Foreign Land sendiri terkait dengan Indonesia yang merupakan sebuah negeri nan jauh dari tanah asal bangsa dan musik Celtic—bukan juga sebuah negara yang banyak ditinggali oleh keturunan atau imigran bangsa Celtic, ataupun juga Irish—ternyata mempunyai band-band yang serius menekuni Celtic punk/Irish folk punk. Jumlah band-band tersebut juga mengalami peningkatan seiring dengan waktu. Untuk Wind sendiri merupakan sebuah makna kiasan, yang mewakili suara.

Album kompilasi ini mempunyai 14 track list dari 14 band di tujuh kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Klaten, Solo, Surabaya, Sidoarjo, dan Bali. Yasu Spade menambahkan, 14 band yang diambil dari beberapa kota besar tersebut merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Baginya, 14 band sudah pas dan termasuk dalam jumlah besar. "Menurut saya, 14 itu sudah banyak mengingat jumlah band beraliran Celtic punk di Indonesia hanya ada sekitar 18, mudah-mudahan sukses.", papar pemain tin whistle Dirty Glass ini.

Materi untuk kompilasi juga dilakukan selektif. Lagu yang disuguhkan merupakan lagu terbaru mereka, dalam istilah lain mereka menggunakan materi yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Baik untuk single, personal album, atau koleksi di media sosial.Selain itu,tujuan utama dari kompilasi ini selain untuk mempererat persaudaraan dari semua band Celtic punk/Irish folk rock Indonesia, tentunya kompilasi ini sudah memberikan sinyal kencang bahwa keberadaan Celtic punk di permusikan Indonesia memang ada dan dapat dinikmati. Baik itu dari aspek aksi panggung, fashion and custom, merchandise, maupun lagu-lagu mereka.

Nah, tidak ada alasan untuk berhenti berkarya. Bukan salah media yang tidak memblow-up sesuatu yang langka, bukan juga salah telinga yang mendengar alunan gita "yang itu-itu saja". Jika musik adalah satu-satunya obat yang dibutuhkan oleh jiwa manusia, pastilah dokternya tak hanya satu di dunia. Toast!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun