Kalau ngomongin Aceh, kita nggak bisa lepas dari yang namanya mayam emas. Tradisi ini udah jadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Aceh, terutama dalam pernikahan, investasi, bahkan hubungan sosial. Menariknya, tradisi ini ternyata punya akar sejarah yang kuat, salah satunya dari Kerajaan Samudra Pasai.
Sejarah Singkat Samudra Pasai
Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara yang berdiri sekitar abad ke-13. Kerajaan ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam. Banyak pedagang dari Arab, India, Tiongkok, dan kawasan lain datang ke Samudra Pasai untuk berdagang, terutama rempah-rempah, kain, dan emas.
Nah, emas di Samudra Pasai bukan cuma barang dagangan, tapi juga simbol kekayaan dan alat tukar utama. Dari sinilah kemungkinan besar tradisi mayam emas di Aceh bermula. Orang-orang mulai menggunakan satuan berat seperti mayam untuk mempermudah transaksi.
Samudra Pasai dan Emas sebagai Warisan Budaya
Di zaman itu, Samudra Pasai bukan hanya jadi pusat perdagangan, tapi juga pusat pendidikan Islam. Zakat emas jadi salah satu kewajiban penting bagi masyarakat. Jadi, selain berfungsi sebagai alat tukar, emas juga punya nilai religius yang tinggi. Nilai ini tetap hidup sampai sekarang di Aceh, salah satunya dalam bentuk tradisi mayam.
Kalau kita perhatikan, penggunaan emas mayam dalam pernikahan Aceh mirip dengan konsep mahar yang diajarkan dalam Islam. Mahar itu wajib, dan emas dipilih karena dianggap bernilai tinggi dan tahan lama. Mungkin, ini salah satu pengaruh kuat dari ajaran Islam yang berkembang sejak zaman Samudra Pasai.
Lima Pilar Kemalikussalehan dalam Tradisi Mayam
Tradisi emas mayam ini ternyata juga nyambung banget sama konsep lima pilar Kemalikussalehan. Yuk, kita lihat satu-satu:
Religiusitas
Dari zaman Samudra Pasai, emas selalu punya hubungan erat dengan agama. Zakat emas adalah salah satu kewajiban utama bagi orang yang mampu. Sekarang, tradisi ini masih hidup di Aceh, misalnya melalui mahar pernikahan dalam bentuk emas mayam. Mahar ini bukan cuma simbol cinta, tapi juga tanggung jawab religius.