Mohon tunggu...
Elis Siti Toyibah
Elis Siti Toyibah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi S1 Universitas Brawijaya untuk Agribusiness Department. Aktif sebagai anggota di FORUM INDONESIA MUDA dan melingkar di Klub Dongeng FIM. Sering berkesempatan menjadi pendongeng keliling dan memiliki keahlian ventriloquist. Selain itu masih mencoba untuk terus aktif menulis diberbagai jurnal/penerbitan untuk kepentingan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemana Tujuan Orientasi Pendidikan di Indonesia?

5 April 2014   05:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Sedangkan Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.Sistem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa).1

Berbagai pandangan mengenai apa itu pendidikan serta hakikat dari pendidikan, menujukan bahwa jalannya pendidikan sebenarnya harus memiliki  orientasi yang membangun para peserta didik minimal menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang dalam pengertian sederhana mengenalinya diri sendiri secara utuh, mulai dari mengenal kebiasaan dirinya,menyadari kelemahannya hingga menyadari potensi yang dimiliki oleh dirinya.2 Manusia yang dalam falsafah Ki Hajar Dewantara mampu memanusiakan manusia.

Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kondisi yang sakit. Dunia pendidikan yang sakit ini disebabkan karena orientasi pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak demikian. Kepribadian manusia direduksi oleh sistem pendidikan yang memiliki kecenderungan untuk mengukur proses pendidikan atau proses pembelajaran melalui selembar kertas ijazah atau rapor.3 Saat ini masyarakat Indonesia terjebak dalam paradigma orientasi berpendidikan hanya untuk mengejar ijazah dan memperoleh gelar demi kenaikan status dan untuk memperoleh pekerjaan. Hampir tidak ada lagi pengertian belajar atau upaya berpendidikan untuk membangun  kompetensi diri dalam berkarya menghasilkan sesuatu, memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Paradigma masyarakat terkait pendidikan secara garis besar dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang berlaku di negara Indonesia, terutama sistem pendidikan di perguruan tinggi. Arah jalannya pendidikan di Indonesia berorientasi pada pencetakan pekerja dimana para peserta didiknya dijejali dengan berbagai ilmu pengetahuan, hafalan rumus dan teori tanpa adanya pemahaman secara mendalam mengenai kegunaan dan aplikasinya di dunia nyata. Selain itu sistem yang mencetak pekerja ini juga tergambar dalam berbagai kebijakan di perguruan tinggi yang cenderung mengarahkan peserta didiknya untuk berpikir pragmatis bukan untuk berpikir kritis.

Sebenarnya pola pendidikan yang berorientasi pada perolehan pekerjaan tidak akan menjadi persoalan ketika bangunan pendidikan nasional dapat simetris dengan kebutuhan nyata masyarakat Indonesia di dunia kerja. Kebanyakan yang dibutuhkan oleh dunia kerja di Indonesia adalah tenaga terlatih bukan tenaga terdidik. Orang yang berpendidikan semakin mudah diatur dan disesuaikan dengan pekerjaannya meskipun keilmuan yang dulu dipelajarinya tidak sesuai dengan dunia kerja yang tengah dilakoni. Hal tersebut merupakan suatu kondisi dimana para peserta didik yang sudah selesai mengenyam bangku pendidikan terbentur dengan realita yang ada. Sehingga pemikiran idealis yang dimilikinya berubah menjadi realistis. Bagi mereka menjadi tidak masalah terjun di dunia kerja  yang tidak sesuai dengan konsentrasi ilmu yang  dipelajarinya. Hal yang terpenting adalah mereka tetap menyandang status sebagai orang yang berpendidikan dan tetap  bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. Biasanya orang-orang seperti ini yang  akan menjadi robot industri, kecuali mereka yang mendapatkan pencerahan dan memiliki keberanian sehingga bisa keluar dari pekerjaannya dan menjalankan apa yang sesungguhnya ia inginkan atau tetap melakoni pekerjaannya sembari berusaha merealisasikan apa yang diinginkan atau diimpikannya di lain tempat.

1http://www.bincangedukasi.com/pendidikan-dasar-vs-tinggi/?

2Rohimin, Saodah, Salam,Hakikat Pendidikan, Program Pendidikan Umum Sekola Pascasarjana,Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2011.

3 Drost, J. Mengajar adalah Mendidik. Kompas, 2 Mei 1998.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun