Lautan yang dulu menjadi sumber kehidupan kini sedang sekarat perlahan. Bukan karena monster laut atau badai dahsyat, tapi karena sesuatu yang nyaris tidak terlihat: mikroplastik
Apa itu Mikroplastik?
Mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Ia bisa berasal dari dua sumber:
* Primer, yaitu plastik kecil yang memang dibuat seperti microbeads dalam sabun dan kosmetik.
* Sekunder, yaitu hasil pecahan dari botol, kantong, dan peralatan plastik yang terurai karena sinar matahari atau ombak.
Sekilas tampak sepele, tapi partikel-partikel ini bisa bertahan ratusan tahun di air laut.
Mikroplastik kini sudah ditemukan dimana-mana, dari perut ikan hingga dasar laut terdalam. Hewan laut seperti plankton, ikan, bahkan paus menelannya tanpa sadar.
Masalahnya, mikroplastik tidak bisa dicerna. Akibatnya, sistem pencernaan hewan rusak, pertumbuhan terganggu, dan rantai makanan pun terkontaminasi.
Lebih parah lagi, partikel ini bisa menyerap bahan kimia berbaya seperti pestisida atau logam berat, lalu berpindah ke organisme lain.
Masuk ke Tubuh Manusia
Kabar buruknya: mikroplastik tak berhenti di laut. Melalui makanan laut seperti ikan, kerang, atau garam laut, partikel itu akhirnya masuk ke tubuh manusia. Penelitian menemukan mikroplastik di air minum, bahkan di plasenta manusia. Walau efek jangka panjang masih diteliti, para ahli menduga bahan ini bisa memicu peradangan, gangguan hormon, dan stres oksidatif pada sel tubuh.
Solusi: Dari Diri Sendiri Hingga Kebajikan Global
Mengatasi mikroplastik butuh aksi dari berbagai pihak. Tapi semuanya bisa dimulai dari hal kecil:
* Kurangi penggunaan plastik sekali pakai.
* Gunakan sabun dan kosmetik tanpa microbeads.
* Pilih produk dengan kemasan ramah lingkungan.
* Daur ulang atau olah plastik secara bertanggung jawab.
Di tingkat global, kebijakan pembatasan plastik dan inovasi bioplastik mulai digencarkan. Namun, tanpa perubahan perilaku masyarakat, laut akan tetap menjadi "tempat sampah tak terlihat."
Mikroplastik memang kecil, tapi dampaknya luar biasa besar. Jika kita terus abai, bukan tidak mungkin suatu hari nanti laut yang kita banggakan hanya akan menjadi kolam raksasa penuh partikel plastik.
Kini saatnya bertanya: kalau bukan kita yang menjaga laut, siapa lagi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI