Oleh: Syamsul Yaqin (Dosen UIN Jakarta) & Aura Adinda P (Mahasiswi UIN Jakarta)
Menurut sosio-antropologis, dakwah berkaitan dengan politik. Gelagat nya, bahwa kegiatan dakwah hanya mengaitkan manusia tetapi juga organisasi sosial dan keagamaan yang dikendalikan oleh manusia. Secara artian besar, dakwah menyertakan pengaruh yang besar baik terhadap yang berdakwah (da'i) maupun yang didakwahi (mad'u). Yang dimana berarti, subjek dan objek dakwahnya ialah manusia.
Jadi, secara praktik dakwah adalah kerja manusia yang bersenggolan dengan nasional, potensi alam, dan otoritas. Menurut sejarah, umur dakwah susah sangat berumur. Sama keadaannya mengenai politik, yaitu mulai munculnya tugas dan fungsi yang harus dipikul oleh manusia di muka bumi ini. Cakupan dakwah juga sangat beragam.Â
Sebagian orang memandang dakwah sebagai kebutuhan logis, kemestian budaya dan sosial. Sementara itu,l tidak sedikit yang menganggap dakwah sebagai suatu keharusan teologis, khususnya pada kewajiban agama yang dikaitkan dengan pahala dan dosa. Setidaknya ada tiga model hubungan dakwah dan politik, yaitu model simbiosis, integrasionis, dan instrumentalis.Â
Model simbiosis beranggapan bahwa dakwah dan politik saling membutuhkan dan mendukung dalam hal politik, karena dengan politik maka dakwah dapat berkembang. Ini disebut "khotbah politik." Namun demikian, dakwah merupakan kebutuhan politik karena melalui politik dapat diperkuat dalam rangka etika dan moral. Ini adalah definisi dari "berpolitik melalui dakwah".Â
Karena itu, paradigma integralistik berpendapat bahwa ada integrasi antara politik dan dakwah. Paradigma ini menganggap politik sebagai lembaga dakwah karena wilayah dakwah juga mencakup politik. Selain itu, paradigma instrumentalistik melihat politik sebagai alat untuk mengembangkan dakwah. Diperlukannya politik dakwah adalah untuk menentukan digunakannya ketiga paradigma ini secara berbarengan maupun terpisah sesuai dengan situasi dan kondisi objek dakwah pada sampai batas waktu yang tidak tertentu. Bahkan, politik dakwah lebih tepat disebut dengan taktik dakwah.Â
Contoh taktik politik atau dakwah adalah dakwah kepada masyarakat desa, yang tentunya berbeda dengan dakwah kepada masyarakat perkotaan, baik pendekatan, strategi maupun metodenya. Dengan cara ini, kebijakan dakwah dapat dilaksanakan secara fleksibel. Kebijakan yang dilakukan seorang da'i dikatakan efektif jika didukung oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah da'i sedangkan faktor eksternal adalah situasi di luar diri orang yang melakukan da'i. Oh. Situasi di luar penulis dakwah yang ingin kami bicarakan adalah perilaku masyarakat, media, situasi politik, ekonomi, dan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H