Mohon tunggu...
Aulia Rahmadhani
Aulia Rahmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seseorang yang senang menciptakan makna dari hal-hal kecil. Hidup dijalani dengan rasa ingin tahu yang besar, meski sering kali diam dan banyak berpikir. Saya juga suka memperhatikan, mencatat dalam hati, dan memroses segalanya perlahan karena bagi saya, hal-hal yang mendalam tak pernah datang terburu-buru. Saya tidak selalu pandai berbicara, tapi Saya percaya pada kekuatan kata-kata yang ditulis. Di balik ketenangan, saya punya semangat yang lembut—untuk terus belajar, mencoba, dan mencintai hidup dengan cara saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyalahgunaan Aset: Masih Dianggap Wajar, Padahal Merugikan!

18 Mei 2025   14:39 Diperbarui: 18 Mei 2025   14:39 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penyalahgunaan Aset. Sumber: Ilustrasi Media Pesisir

Pernahkah kamu melihat seseorang menggunakan mobil dinas untuk liburan keluarga? Atau menyimpan perlengkapan kantor seperti pulpen, kertas, bahkan printer kecil di rumah pribadi? Hal-hal semacam ini seringkali dianggap wajar, terutama jika dilakukan oleh pegawai lama atau orang yang punya jabatan. Namun, ini sebenarnya adalah bentuk penyalahgunaan aset---dan sering kali tidak kita sadari seberapa besar dampaknya.

Di tempat kerja, aset bisa berupa apa saja: kendaraan operasional, komputer, printer, hingga bangunan dan lahan. Semua aset ini seharusnya digunakan sesuai fungsi dan kepentingan organisasi. Sayangnya, tak sedikit orang yang melihat celah dan menjadikannya fasilitas pribadi. Kementerian Keuangan Republik Indonesia juga menegaskan pentingnya pengelolaan aset negara yang transparan dan akuntabel untuk mencegah potensi kerugian.

Salah satu alasan mengapa penyalahgunaan aset begitu umum adalah karena budaya permisif yang dibiarkan tumbuh dalam organisasi. Ketika seseorang melihat rekannya bisa memakai barang kantor untuk urusan pribadi tanpa teguran, maka akan muncul pola pikir: "Kalau dia boleh, kenapa aku tidak?". Inilah awal dari pelanggaran etika yang tidak disadari.

Padahal, meskipun kelihatannya tidak besar, dampak akumulatif dari penyalahgunaan aset sangat nyata. Misalnya, penggunaan kendaraan dinas di luar jam kerja bisa menyebabkan kerusakan lebih cepat, pemborosan bahan bakar, dan meningkatnya biaya perawatan. Belum lagi jika terjadi kecelakaan---siapa yang bertanggung jawab?

Lebih parahnya lagi, dalam beberapa kasus, penyalahgunaan aset bisa menjadi pintu masuk bagi tindak korupsi. Aset yang "dipinjam sementara" bisa saja hilang, diganti dengan yang palsu, atau bahkan dijual tanpa sepengetahuan organisasi. Semua ini termasuk dalam kategori fraud, khususnya asset misappropriation.

Lebih jauh lagi, penyalahgunaan aset bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tapi juga soal trust issue. Ketika satu individu menyalahgunakan fasilitas kantor, hal itu bisa menimbulkan rasa tidak percaya dari rekan kerja lain. Lingkungan kerja yang semula nyaman bisa berubah menjadi penuh kecurigaan, apalagi jika pelaku tidak mendapat sanksi yang tegas. Efek psikologis semacam ini sering luput dari perhatian, padahal justru sangat memengaruhi semangat kerja dan kolaborasi antar tim.

Data yang ada menunjukkan bahwa penyalahgunaan aset merupakan salah satu jenis kecurangan yang paling sering terjadi di tempat kerja, baik sektor publik maupun swasta. Hal ini karena celahnya banyak, dan pengawasan terhadap aset tidak seketat pengawasan terhadap uang tunai atau transaksi keuangan.

Yang menyedihkan, sebagian orang merasa berhak melakukan ini karena merasa "sudah berjasa" atau "sudah bekerja keras". Tapi kalau setiap orang berpikir seperti itu, organisasi akan mengalami kerugian besar---bukan hanya materi, tapi juga moralitas.

Mencegah penyalahgunaan aset memang tidak mudah, tapi bisa dimulai dari langkah sederhana. Pertama, perlu ada aturan tertulis dan sosialisasi yang jelas tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan aset organisasi. Kedua, audit aset perlu dilakukan secara berkala, baik oleh tim internal maupun auditor eksternal.

Selain itu, yang tak kalah penting adalah contoh dari pimpinan organisasi. Penyalahgunaan aset sering kali terjadi karena lemahnya sistem pengawasan internal dan minimnya sanksi tegas dari organisasi. Kalau pemimpinnya sendiri menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi, maka sulit bagi bawahannya untuk bersikap berbeda. Sebaliknya, pemimpin yang disiplin akan menularkan budaya integritas ke seluruh anggota tim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun