Mohon tunggu...
auliamarsya
auliamarsya Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Sriwijaya Accounting, Faculty of economics Awarde Glow and Lovely Bintang Beasiswa batch 8

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyalakan Harapan dari Tanah yang Tersisa: Dari Sumatera Selatan untuk Karakter Bangsa di Era Digital

6 Oktober 2025   23:46 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:46 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Tanah Sumatera Selatan menyimpan kekayaan yang luar biasa. Di balik perbukitan daerah seperti Kabupaten Lahat dan Muara Enim, tersimpan cadangan batubara yang mencapai hampir seperempat dari total cadangan nasional. Sumber daya alam ini telah menjadi salah satu penopang ekonomi daerah, bahkan menyumbang lebih dari 15 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan. Namun, di tengah kekayaan alam yang begitu besar, masih banyak masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Provinsi ini bahkan masih termasuk dalam sepuluh besar daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, dan di Pulau Sumatera sendiri berada di urutan ketiga setelah Aceh dan Bengkulu.

Kenyataan ini semakin membuat saya tertarik dan berpikir setelah mengikuti rangkaian capacity building Glow & Lovely Bintang Beasiswa bersama Hoshizora Foundation di Yogyakarta. Selama tiga hari penuh, kami diajak untuk menumbuhkan keberanian dalam berpikir kritis. Kegiatan tahunan yang mengusung tema The Audacity of Ideas ini juga mengajarkan kami untuk mengurai persoalan sosial dengan pendekatan terstruktur, salah satunya melalui contoh nyata komunitas Kraosan di Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Hal paling berharga yang saya pelajari adalah metode PESTLE Analysis, yaitu cara melihat suatu masalah dari berbagai aspek yakni: Political, Economic, Social, Technological, Legal, dan Environmental. Dari sanalah saya memahami bahwa permasalahan sosial tidak pernah berdiri sendiri, melainkan saling terhubung dengan faktor kebijakan, ekonomi, hingga kondisi lingkungan.

Dengan cara pandang itu, saya mulai melihat bahwa kemiskinan di Sumatera Selatan bukan hanya disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, tetapi juga karena hasil pembangunan belum dirasakan secara merata. Kegiatan pertambangan yang membutuhkan modal besar sering kali tidak memberi manfaat langsung bagi masyarakat lokal. Sebagian warga kehilangan lahan pertanian, menghadapi kerusakan lingkungan, dan hidup di tengah keterbatasan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan sejati tidak hanya diukur dari besarnya hasil produksi, tetapi dari seberapa besar masyarakat dapat merasakan manfaatnya.

Tulisan ini berangkat dari rasa prihatin sekaligus harapan. Prihatin karena banyak warga belum menikmati hasil kekayaan daerahnya, dan harapan bahwa dengan keberanian ide serta aksi nyata, seperti yang saya pelajari dari program Glow & Lovely Bintang Beasiswa, anak muda Sumatera Selatan dapat menjadi bagian dari solusi. Melalui esai ini, saya akan membahas akar permasalahan sosial di balik industri batubara, menganalisisnya dengan pendekatan PESTLE Analysis, serta menawarkan gagasan untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua.

Pembahasan 

Permasalahan sosial di Sumatera Selatan tidak bisa dilepaskan dari cara pengelolaan sumber daya alam yang masih belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat. Dalam praktiknya, kebijakan industri tambang lebih sering berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah daripada kesejahteraan warga di sekitarnya. Partisipasi masyarakat dalam proses perizinan masih sangat terbatas, membuat aspirasi warga jarang terdengar dalam keputusan penting yang menyangkut kehidupan mereka. Kondisi ini menunjukkan perlunya tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel agar hasil kekayaan alam benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya segelintir pihak.

Secara ekonomi, industri batubara memang menjadi salah satu penopang utama PDRB Sumatera Selatan. Namun, pertumbuhan yang tampak menjanjikan di angka statistik belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat lokal khususnya masyarakat yang tinggal disekitar area pertambangan. Kegiatan pertambangan yang padat modal lebih banyak menguntungkan perusahaan besar dan investor, sementara masyarakat sekitar hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri. Banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi area tambang, membuat warga kehilangan sumber penghidupan yang telah mereka jaga turun-temurun. Tidak sedikit pula posisi strategis di perusahaan tambang diisi oleh tenaga kerja luar daerah. Akibatnya, banyak warga yang terdorong ke pinggiran ekonomi dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan baru. Ini adalah sebuah ironi di tengah limpahan sumber daya yang melimpah.

Perubahan ekonomi itu turut membawa dampak sosial yang tidak kecil. Desa-desa yang dahulu hidup tenang dari hasil bumi kini berubah wajah menjadi kawasan industri. Nilai gotong royong dan kebersamaan perlahan bergeser, tergantikan oleh budaya konsumtif dan pola hidup individualistis. Banyak anak muda memilih meninggalkan desa untuk merantau ke kota demi mencari kesempatan baru. Sayangnya, tidak semua berakhir bahagia, sebagian justru terjebak dalam pekerjaan informal dengan penghasilan minim. Sementara itu, mereka yang bertahan di desa harus menyesuaikan diri dengan ketidakpastian ekonomi dan sosial akibat perubahan struktur kehidupan yang terjadi begitu cepat.

Kemajuan teknologi di sektor pertambangan sebenarnya bisa menjadi harapan baru, namun penerapannya belum maksimal. Masih banyak perusahaan yang belum memanfaatkan teknologi ramah lingkungan seperti sistem pengolahan air (water treatment) atau pemantauan emisi berbasis digital. Padahal, penerapan teknologi hijau dapat membantu mengurangi pencemaran dan mempercepat pemulihan lahan bekas tambang. Selain itu, potensi penggunaan teknologi digital untuk transparansi data dan pelibatan publik juga belum tergarap optimal. Jika dimanfaatkan dengan bijak, teknologi seharusnya menjadi jembatan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Dari sisi hukum, peraturan sebenarnya sudah ada dan cukup jelas mengatur tentang izin tambang, reklamasi, serta tanggung jawab lingkungan. Namun, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat banyak pelanggaran dibiarkan tanpa sanksi berarti. Celah hukum ini sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengabaikan kewajiban lingkungan. Ketika penegakan aturan tidak berjalan tegas, kerusakan alam menjadi harga yang harus dibayar mahal oleh masyarakat sekitar tambang.

Dampak paling kasatmata terlihat pada lingkungan. Lubang-lubang bekas tambang yang tidak direklamasi meninggalkan luka di tanah Sumatera Selatan. Air sungai yang dulu jernih kini keruh dan beracun karena tercemar limbah tambang. Lahan pertanian kehilangan kesuburannya, hasil panen menurun, dan udara semakin panas akibat berkurangnya hutan. Alam yang dulu menjadi sumber kehidupan kini justru menjadi ancaman bagi warga yang bergantung padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun