Mohon tunggu...
Aulia Gurdi
Aulia Gurdi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

spread wisdom through writing...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kutemukan Kebesaran Tuhan pada Diri Anakku

29 Oktober 2012   02:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:16 3551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk refleksi dan catatan bagi saya khususnya dan bagi banyak orangtua pada umumnya. Semoga bisa menjadi renungan dalam perjalanan para orangtua mengawal buah hati tercintanya.

Sejak saya mempunyai anak spesial, saya selalu terusik bila ada orangtua yang suka marah berlebihan saat mendapati anak-anak mereka berlaku sangat aktif dan agresif terutama di masa balitanya. Bahkan terkadang juga menghukum secara fisik dan tak sabaran untuk setiap prilaku mereka yang kadang dianggap "nakal" itu. Anak ceriwis, dikeluhkan terlalu bawel sampai cape meladeni pertanyaannya, anak membantah dan melawan diomeli panjang lebar, anak membuat isi rumah serupa kapal pecah, bisa membuat ibunya begitu kesal sampai kepala mau ikut pecah, demikian seterusnya.

Padahal anak aktif adalah salah satu tanda anak yang sehat. Aktif bicara, agresif beraktifitas, kritis bertanya, kreatif berimajinasi. Bicara soal kreatif ini, bahkan ada seorang teman saya yang seluruh dinding sampai langit-langit rumahnya penuh grafiti hasil corat coret goresan karya anaknya, bayangkan betapa kreatif dan menguras kesabaran tingkah sang anak.

Benar, kadang memang prilaku aktif anak-anak kita  sangat membuat kita kewalahan. Tapi tahukah anda, saya kini sangat merindukan itu semua. Kenapa? Karena semua ciri anak-anak aktif dan sehat itu, kini tak saya temui pada diri anak bungsu saya. Itu karena Tuhan menganugrahi keistimewaan lain padanya. Ia penyandang autistik sejak lahir. Anak spesial begitu orang menyebutnya.

*****************

Anak spesial bukanlah sebentuk maha karya Tuhan yang salah cipta. Orang boleh saja melihat mereka sebagai manusia dengan sejuta keterbatasan. Namun ternyata keberadaan merekalah yang mampu membuat saya tetap menjejak kaki di bumi. Dari sosok merekalah saya mengerti arti bersyukur. Pada kekurangan dan keterbatasan merekalah, saya bisa melihat makna kesempurnaan sebagai wujud kebesaran Tuhan.

Mengapa saya katakan demikian? Sebelum saya memiliki seorang anak yang sangat spesial ini, saya abai dengan kenyataan betapa menakjubkannya proses tumbuh kembang seorang anak. Saya tak pernah merasa ada yang istimewa dalam proses anak bisa merangkak, berjalan, berlari, berbicara. Saya berpikir itu adalah hal biasa yang bisa dilakukan umumnya seorang anak manusia. Nothing special. Hal alamiah. Anak saya bisa berjalan? bukankah anak lain juga begitu? bisa berlari? yang lainpun demikian. Bisa bicara? ahh...teman-teman sebanyanya pun tak kalah cerewet mengoceh. Sesederhana itu saja pandangan saya dulu.

***************

Dua anak saya lahir sempurna. Maaf sebelumnya, ini saya ceritakan hanya sebagai gambaran betapa kita sering tak menyadari nikmat Tuhan yang seringkali menghampiri kita dengan cara yang berbeda. Si abang sebutan anak sulung saya bahkan dianugerahi wajah yang lucu dan menggemaskan. Si kakak, juga demikian, sehat, pintar berceloteh, pandai menulis. Ia juga mencoba kemampuan menulisnya dengan menjadi kompasianer di sini. Kemampuan mereka berdua berkembang dengan pesatnya. Kebetulan lagi, meski sangat aktif, mereka anak-anak yang penurut. Sehingga sepanjang ingatan saya, sangat tak terasa membesarkan mereka. Tahu-tahu mereka sudah pandai membaca. Tanpa perlu saya ajari dengan susah payah. Tahu-tahu mereka sudah remaja. Begitulah Tuhan memberi banyak kelebihan pada keduanya. Alhamdulillah...Segala puji hanya bagi Sang pemilik.

[caption id="attachment_210688" align="aligncenter" width="242" caption="abang dan kakak semasa kecil"]

13468656721569520118
13468656721569520118
[/caption]

Sampai kemudian saat usia kakak 4 tahun, saya diberi lagi seorang anak sebagai amanah dariNya. Ia terlahir dengan rupa yang sama sempurna dengan abang dan kakaknya. Montok, spontan menangis saat lahir layaknya bayi sehat. Tak ada yang menyangka kemudian sederet vonis menghampirinya. Tak pernah saya bermimpi diberi amanah yang luar biasa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun