Mohon tunggu...
Aulia khairil
Aulia khairil Mohon Tunggu... Sekretaris - Asn

Membuat hobi keceritaan sehari hari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Korupsi di Pelayanan Publik

21 Februari 2024   17:43 Diperbarui: 21 Februari 2024   17:43 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan meski tidak signifikan. Pada tahun 2017 lalu mendapatkan nilai 37, kemudian meningkat di tahun berikutnya menjadi 38 dan tahun lalu 2019 lalu mencapai 40. Pencapaian nilai ini juga serta merta meningkatkan peringkat negara, terakhir peringkat 85 dari 180 negara (semakin peringkat kecilnya semakin baik persepsi persepsinya). Peningkatan skor ini salah satunya memicu penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku suap dan korupsi. Penilaian ini dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) yang melakukan kajian setiap tahun. Meski membaik namun bila dibandingkan negara lain di Asean maka pemberantasan korupsi di Indonesia masih dianggap tidak terbaik di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalaam yang indeksnya di atas Indonesia. Masih tingginya persepsi persepsi di negara kita berbanding lurus dengan peringkat kemudahan berusaha ( Ease of Doing Business ) yang peringkatnya 73 dari 180 negara.

Pada buku pencegahan korupsi yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 menyebutkan bahwa selama periode 2004 - 2018 tindak pidana korupsi yang ditangani KPK melibatkan 998 orang. Berdasarkan profesi/jabatannya sebanyak 31% adalah anggota DPR/DPRD, pejabat ASN Eselon I-III 25%, Walikota/Bupati dan Wakilnya 12% dan Gubernur 2%. Dengan demikian berdasarkan profesi/jabatan sebanyak 70% melibatkan pejabat publik dan anggota legislatif. [1]   Sedangkan tindak pidana korupsi berdasarkan jenis perkara dari 887 kasus Perkara, sebanyak 564 kasus penyuapan, 188 kasus pengadaan barang dan jasa, dan sebanyak 46 kasus penyelamatan Tingginya kasus korupsi yang terjadi ditengarai karena penyimpangan pelayanan publik kepada masyarakat tanpa menerapkan standar pelayanan yang seharusnya. Jenis penyimpangan pelayanan publik yang sering terjadi adalah tidak memberikan pelayanan, menunda berlarut-larut, penyimpangan prosedur, berpihak, diotorisasi, permintaan uang/barang/jasa dan diskriminasi. Berdasarkan Undang-Undang 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan sebagai tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan, kewajiban sebagai dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang bekualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Standar Pelayanan Publik setidaknya meliputi dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan (Maklumat Pelayanan), komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan dan evaluasi kinerja pelaksana Rendahnya pemenuhan/implementasi standar pelayanan mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi (ketidakjelasan prosedur, jangka waktu layanan, pungli). Hal ini akan mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi dan hambatan pertumbuhan investasi serta kepercayaan masyarakat terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang berpotensi mengarah pada sikap apatisme masyarakat terhadap Pemerintah. Ombudsman Republik Indonesia menemukan jenis penyimpangan yang paling dominan dilaporkan masyarakat adalah penundaan berlarut, prosedur penyimpangan dan tidak memberikan pelayanan.

Secara nasional setiap tahun Ombudsman Republik Indonesia melaksanakan kajian ilmiah pengawasan pemenuhan standar pelayanan publik atas pelayaan Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindakan maladministrasi pada Unit Publik Pemerintah Pusat & Daerah dengan upaya menyediakan komponen standar pelayanan yang diatur dalam UU 25 tahun 2009 tentang Layanan Publik. Juga untuk mengetahui efektivitas dan uji kualitas penyelenggara pelayanan publik.

Ombudsman Perwakilan Kepulauan Riau akan semakin mengintensifkan pengawasan unit layanan publik yang ada di Kepulauan Riau dengan memastikan semuanya menerapkan standar pelayanan. Juga mendorong agar dibentuk unit penerimaan dan pengelolaan pengaduan masyarakat sehingga membuka akses masyarakat dalam menyampaikan pengaduannya ketika menemukan/mengalami penyimpangan pelayanan. Untuk mencapai koordinasi yang baik maka akan dibentuk  fokal point pada masing-masing unit layanan sehingga Ombudsman dapat menyelaraskan penerapan standar pelayanan publik di instansi tersebut

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun