Mohon tunggu...
Fuad Mahbub Siraj
Fuad Mahbub Siraj Mohon Tunggu... -

Lecturer at Paramadina University\r\nPhilosophy and Religion Department

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agama dan Membaca

19 Juni 2013   13:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:46 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Ia sangat serasi dengan sifat dasar manusia. Kata Islam berasal dari bahasa Arab, yang berarti selamat dan sejahtera. Islam juga berarti tunduk dan patuh. Kedua arti Islam ini bisa direkonsiliasikan, untuk dapat selamat dan sejahtera seseorangharus tunduk dan patuh terhadap semua aturan Allah SWT.

Alam semesta (universe) sebenarnya juga Islam terhadap Allah (surat Fushsilat: 11). Kemudian semua agama yang diturunkan Allah kepada para nabi dan para rasul-Nya adalah Islam. Berikutnya kata Islam ini dijadikan Allah untuk nama agama terakhir yang dibawa oleh nabi terakhir, yakni Muhammad SAW. Ini merupakan sesuatu yang sudah disengajakan oleh Allah.

Kehadiran Islam sebagai agama wahyu yang terakhir dimaksudkan untuk meluruskan garis lurus agama-agama sebelumnya. Dengan lain kata, Islam tidak hanya membenarkan agama lain, juga kebenaran yang ada dan sekaligus mengemukakan koreksian terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam agama-agama lain tersebut, kemudian memberikan penjelasan tentang kebnaran itu. Inilah keistimewaan Islam, ia terbuka terhadap unsur luar selama tidak bertengtangan dengan prinsip dasar atau prinsip pokok dari ajaran-ajarannya.

Islam adalah agama rahmatan lil âlamîn (agama kasih saying) yang amat sempurna. Ia cocok untuk segala tempat dan etnis (shâlih li kulli zamân wa makân). Islam adalah agama wahyu taraf terakhir dari proses evolusi agama sejak dari Nabi Adam as. Agama diturunkan Allah sesuai dengan tingkat kecerdasan manusia yang menerimanya. Agama yang diberikan kepada Nabi Adam adalah agama tingkat kecerdasan manusia adalah tingkat bayi. Begitulah seterusnya kepada nabi-nabi lain, tingkat kecerdasan anak-anak, remaja dan lainnya. Karena itu agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang disebut Islam adalah agama tingkat kecerdasan manusia yang sudah dewasa. Dengan demikian, bagaimanapun bentuk masalah baru yang muncul, sudah ada solusinya dalam Islam. Atas dasar itulah tidak perlu lagi tambahan agama atau agama baru sesudah Islam (lâ nabiy ba’dahu).

Sumber utama dari ajaran Islam sebagai agama wahyu terakhir adalah al-Qur’an dan hadis. Khusus al-Qur’an sebagaimana dimaklumi memberikan informasi dalam berbagai bidang termasuk mendorong umatnya untuk melakukan kegiatan membaca yang dapat dijadikan sebagai syarat utama dalam membangun peradaban.

Islam adalah agam yang ajarannya diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantaraan Jibril. Yang dimaksud wahyu disini adalah al-Qur’an dan teks Arabnya. Hal ini berarti teks Arab wahyu bukanlah berasal dari pilihan Nabi sendiri, melainkan seutuhnya dari Allah, yang disebut Kalam Allah. Oleh karena itu, teks Arab al-Qur’an jika diganti dengan teks Arab sinonimnya atau diubah susunan katanya, atau diterjemahkan kedalam bahasa lain, maka teks Arab penggantian dan perubahan susunan kata tersebut, juga terjemhannya bukanlah wahyu yang bersifat absolut, melainkan adalah penafsiran dan hasil pemikiran manusia yang bersifat relatif. Dengan kata lain, penafsiran dan terjemahannya itu tidak mengikat menusia, sedangkan wahyu dalam teks Arab itulah yang mengikat bagi manusia.

Berbeda dengan sifat dasar al-Qur’an sebagai sumber pertama dari ajaran Islam, hadis, sebagai sumber kedua bukanlah wahyu dalam arti di atas. Hadis pada umumnya mengandung ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan dan ketetapan Nabi. Ia terpelihara dari kesalahan dan menjadi ma’sum. Dengan kata lain, apabila ada ucapan, perbuatan dan ketetapannya itu salah, langsung diluruskan oleh wahyu. Ia pada dasarnya berfungsi sebagai penjelas tentang isi al-Qur’an. Adapun hadis yang sama kuatnya dengan al-Qur’an dalam keabsolutan dan kebenaran mutlaknya adalah Hadis Mutawatir, yang jumlahnya sangat sedikit (Sirajuddin Zar,1996, h 38-41).

Islam sangat mementingkanpendidikan dan ilmu pengetahuan, bahkan ia mendorong pemeluknya supaya mencari ilmu pengetahuan sampai kapan dan di mana pun. Ia juga menempatkan pakar ilmu pengatahuan pada peringkat yang tinggi (Lihat: QS.al-Baqarah/2:31-32; Father/35:28:al-Zumar/39:9:al-Mujadalah/58:11 dan al-‘Alaq/96:1-5.) Sejumlah hadis ikut mendorong umat Islam untuk mencari ilmu pengetahuan (Ibn Majh:h.81). Sejarah Islam mencatat, betapa sungguh-sungguhnya umat Islam zaman klasik mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Konon kabarnya Khalifah al-Makmun sendiri berkenan membayar jasa penterjemahan dengan emas yang sama beratnya dengan buku yang diterjemahkan. Jasa umat Islamlah yang mengembangkan ilmu dari Yunani bersifat spekulatif, yang dicontohkan bagai sebuah kebun yang subur, penuh dengan bunga-bunga yang indah, tapi sayangnya tidak banyak berbuah, kaya dengan filsafat dan sastra, tapi miskin dengan tekhnik dan teknologi, menjadi ilmu (sains) yang dilandasi metode Jabir bin Hayyan yang sifatnya empiris eksperimental.

Sikap positif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan ini sepenuhnya diilhami al-Qur’an dan hadis sebagai dorongan. Berbeda dengan agama Barat, Islam sebagai agama memiliki hubungan simbiotik dengan ilmu pengetahuan dalam kerangka keimanan. Dalam Islam tidak pernah ditemukan pembunuhan terhadap para ilmuaan yang berhasil dalam rangka menemukan hal-hal yang baru dalam ilmu pengetahuan. Bahkan Islam menawarkan pahala bagi umatnya yang berijtihad di bidangnya sekalipun salah.

Islam adalah agama yang menghendaki terwujudnya suatu kehidupan yang sejahtera lahir, batin, dunia dan akhirat. Untuk itu manusia harus berperan aktif dan tidak boleh berpangku tangan.

Ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat, sebelumnya, di antaranya berasal dari umat Islam. Mereka mendpatkannya di antaranya, lewat buku-buku ulama Islam zaman klasik yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Hal ini berarti ulama-ulama Islam merupakan perintis dan pelopor berbagai kegiatan ilmu pengetahuan.

Membaca Dalam Ajaran Islam

Membaca dalam Islam merupakan ajaran yang jelas dan tegas. Al-Qur’an secara dini mengisyaratkan pentingnya membaca dan meningkatkan minat baca. Dalam al-Qur’an perintah membaca adalah wahyu pertama dan kata pertama yang diturnkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Hal itu termuat dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang artinya:Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Quraish Shihab ada benarnya ketika ia mengatakan bahwa kata iqra’ (membaca) demikian penting, sekurangnya perlu Allah mengulang dua kali dalam surat al-‘Alq dimaksud. Terkesan agak aneh, bahwa perintah membaca ditujukan kepada orang-orang yang seumur-umur tidak pandai membaca (QS. Al-Ankabut 29:18), yang artinya: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak pernah menulis suatu kitab pun dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkarimu. Keanehan dimaksud akan sirna bila dilihat dari tujuan dan arti kata iqra’. Dari aspek tujuan terlihat bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada personal Nabi Muhammad SAW semata, melainkan juga untuk seluruh umat manusia. Karena realisasi perintah ini merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan akhiat. Pada pihak lain, kata iqra’, apabila tidak disebut objeknya, maka ia bersifat umum, bisa membaca teks tertulis bisa pula tidak, bisa yang berhuruf bisa pula yang tidak berhuruf, bisa nasib manusia bisa pula alam takambang jadi guru dan lainnya. Hal ini juga sejalan dengan arti iqra’, yakni menyampaikan, menela’ah, meneliti, mendalami, mengetahui dan lain-lain. (Quraish Shihab, 1992: 167-171).

Kemudian kata iqra’ yang kedua dapat dikatakan mendorong manusia untuk meningkatkan minat baca. Hal ini dipahami dari kata iqra’ yang dirangkaikan dengan kata rabbuka al-akram yang mengandung arti bahwa Allah akan memberikan ilmu kepada siapa saja yang melakukan kegiatan membaca. Semakin banyak yang dibaca, Allah akan menambah ilmu setiap kegiatan membaca yang dilakukan walaupun yang ia baca objek yang sama.

Dari keseluruhan ayat dalam surat al-‘Alaq 1-5 tersebut dapat dikemukakan rangkuman sebagai berikut:

1.Syarat melakukan kegiatan membaca dalam Islam harus dikaitkan dengan nama Tuhan, dan harus pula bacaan itu dipilih bahan-bahan bacaan yang tepat, agar bacaan yang dilakukan tidak merusak baik bagi yang bersangkutan maupun pihak lain.

2.Manfaat membaca yakni penambahan pengetahuan oleh Allah kepada yang melakukan kegiatan baca walaupun yang dibaca adalah objek yang sama.

3.Kegiatan membaca terkait dengan media (alat) dan waktu.

Berbeda maksud kata iqra’ dengan kata tala yang juga artinya membaca. Kata tala yang dimaksud adalah membaca ayat Allah dan yang dibaca itu mesti yang benar. Dalam al-Qur’an cukup banyak ayat yang mengajak manusia untuk membaca dan meneliti, di antaranya surat Yunus / 10:101 yang artinya: Katakanlah lakukanlah penelitian mengenai apa-apa yang ada di langit dan bumi. Surat al-Ghasyiyat / 88:17-20 yang artinya: Maka apakah mereka telah memperhatikan bagaimana unta iadiciptakan,dan langitbagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dihamparkan.

Al-Qur’an memang hanya menyebut beberapa jenis saja, namun tidak berarti ia membatasi (limitation) bagi manusia menelitinya, akan tetapi yang dimaksud hanya sebagai pengantar (introduction) bagi manusia untuk mengembangkannya lebih jauh. Sebagai contoh, Allah mengajak manusia untuk mengamati unta bagaimana ia diciptakan. Ini bukan berarti bahwa Allah membatasi obyek penelitian manusia pada jenis unta saja, melainkan mereka bisa memilih salah satu dari sekitar satu juta jenis hewan termasuk unta. Demikian pula dengan penyebutan ketimun, bawang putih, kacang-kacangan (QS. Al-Baqarah/2:61), zaitun, korma, anggur (QS. Al-Nahl/16:11 dan al-An’am/6:99) dan lainnya tidak dimaksudkan untuk membatasi obyek kajian manusia pada tumbuh-tumbuhan ini saja, tetapi manusia bisa memilih dari sekian banyak jenis tumbuhan.

Sehubungan dengan uraian di atas, agaknya masih relevan contoh yang dituturkan Muhammad Abduh dalam buku Risâlat al-Tauhîd-nya sebagai berikut:

Cobalah amati jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang lengkap kekuatan dan kesanggupannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, untuk memelihara wujud hidupnya dengan mempergunakan alat-alat dan anggota-anggotanya yang terletak di badannya. Amati pula alam yang tidak mempunyai panca indra seperti tumbuh-tumbuhan yang memiliki kekuatn menghirup makanan yang sesuai baginya dan menolak makanan yang tidak cocok dengannya. Dapat dilihat biji semacam labu air yang ditanam di samping biji semangka pada kebun yang sama, kemudian ia disirami dengan air yang sama. Akan tetapi yang satu bisa menghirup udara zat-zat yang bisa menjadikan buah yang pahit sedangkan yang lannya menjadikan buah yang manis rasanya.

Sesuai dengan sunatullah bahwa manusia diberi kunci untuk menguasai alam sebagai hasil membaca. Kendatipun ia diciptakan Allah dalam keadaan lemah dan bodoh, namun ia mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Sebagai mandataris, manusia tidak hanya menduduki posisi penanggung jawab kelestarian semua macam kehidupan di bumi, juga ia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karenanya Allah di samping membekali manusia dengan akal dan ilmu pengetahuan, juga antara penciptaannya dan alam semesta telah diberi keharmonisan indah dan merupakan satu kesatuan yang organic, sehingga ia dapat menunaikan amanahnya sebagai khalifah dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam rekaman surat al-Baqarah/ 2:31-32 digambarkan bahwa sebab utama para malaikat diinstruksikan Allah sujud hormat kepada Adam a.s karena kelebihan kemampuannya dalam ilmu pengetahuan. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh mahkluk lain termasuk para malaikat. Hal ini yang mengangkat peringkat manusia di atas mahkluk lain. Manurut Andi Hakim Nasution keadaan ini dimungkinkanmanusia karena ia memiliki susunan yang paling sempurna dibandingkan dengan otak berbagai jenis mahkluk lainnya.

Kebenaran penuturan di atas dapat diterima. Sebab penciptaan manusia memang penuh keunikan. Manurut temuan ilmu pengetahuan seperti yang dijelaskan Prof. B. J. Habibie, cara kerja otak manusia sangat luar biasa, andaikan ia dibuat bentuk computer akan dibutuhkan kompeter sebesar bola bumi ini

Kehormatan besar yang dicurahkan Allah kepada manusia memungkinkan ia mengelola sumber daya di alam semesta ini baik untuk kebutuhan pokoknya maupun untuk kepentingan manusia lainnya. Manusia yang menyadari kemahakuasaan Allah SWT, dalam mengelola alam semesta tidak mau membuat kerusakan, kejahatan dan ketidakadilan, karena perbuatan semacam itu bertentangan dengan tugas kekhalifahannya.

Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ke mana saja manusia menghadapkan wajahnya, di sana ia akan menyaksikan kebesaran Allah. Sungguh benar ungkapan al-Qur’an, jika pohon-pohon di bumi dijadikan alat tulis dan laut menjadi tinta, ditambah sebanyak tujuh laut lagi, namun tidak akan habisnya mencatat nikmat Allah kepada manusia.

Dengan membaca dan memahami “buku alam” di situ terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang transenden. Agaknya ungkapan Max Planck seperti yang dituturkan Dr. A. Rahman Djay, masih relevan dalam hal ini: “there is no physics without some metaphysics (tidak ada fisika tanpa metafisika)”.

Perlu diinformasikan bahwa membaca dalam Islam bukan hanya dalam arti sains atau empiris saja, tetapi juga membaca dalam arti kerohanian. Dengan membaca ciptaan Allah maka manusia akan menyadari Sang Pencipta. Karena itu dapat dikatakan membaca dalam Islam bukan hanya ilmu untuk ilmu tetapi di dorong untuk beriman kepada Pencipta semesta alam..

Penutup

Perintah agama tentang membaca merupakan perintah yang sangat penting bagi umat manusia. Dengan kegiatan membaca telah melahirkan temuan-temuan baru yang mengantar manusia mencapai derajat kesempurnaan secara utuh. Dengan membaca peradapan dapat di bangun. Namun kegiatan membaca harus di bawah bimbingan agama agar tidak membahayakan baik bagi pelaku maupun pihak lain. Membaca dalam ajaran agama bukan hanya dalam arti sains tapi juga dalam arti kerohanian. Manusia seperti inilah yang dikehendaki Allah sebagai khalifah dan mandataris Allah di bumi.

Daftar Bacaan

Abduh, Muhammad, Risalat al-Tauhid, MesirL al-Manar, 1969.

Baiquni, Ahmad, Islam dan Orientasi Pemecahan Masalah Pembangunan Indonesia, Mekalah Seminar Nasional IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 17-19 Oktober 1987.

Djai, Rahman, Al-Qur’an dalam Fokus Kosmologi Modern, Ulumul Qur’an, No. 4 Januari-Maret, 1990

Ibrahim, Marwah Daud, “Etika Islam dan Teknologi Masa Depan”, Ulumul Qur’an No. 4 Januari-Maret. 1990.

Makta, Makmur, A, Habibie dari Pare-Pare lewat Aachen: dan Tulisan-Tulisan lain, Jakarta: Gapura Media, 1982.

Nasution, Andi Hakim, Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor: Litera Antar Nusa, 1989.

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.

Zar, Sirajuddin, Konsep Penciptaan Alam Dalam Pemikiran Sains dan al-Qur’an, Jakarta, Rajawali, 1994

-------------------, Islam dan Iptek Dalam Era Globalisasi, Padang, IAIN IB Press, 1996

-------------------, “Islam dan Kepemimpinan Indonesia” dalam Turah no. 9/ Oktober 1995-Januari 1996.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun