Mohon tunggu...
aufa ubaidillah
aufa ubaidillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - pecinta kuliner

hobi membaca menulis dan mengamati manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Haji" Gelar Paling Diskriminatif Atas Nama Agama

28 April 2016   14:48 Diperbarui: 28 April 2016   15:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

lukisan Auguste van Pers, pada tahun 1854 www.wikipedia.com

Indonesia memang unik, dibalik keragaman suku dan belasan ribu pulau yang tersebar dihamparan pelosok ibu pertiwi yang memukau, ada pula berbagai gelar dan titel yang menggetarkan. diantara gelar yang berserakan itu seperti Buya, Kyai, ustad, pastor, pendeta, Abuya, Abah, Raden, Raden Ajeng, Raden Ayu, Sultan, Baginda, Tuan guru, Sri Sultan, Kasuhunan, Dato, dan ratusan gelar lain yang disematkan. Ada hal menarik diantara ceceran gelar atau titel yang menarik perhatian, adalah Haji.

Sekedar Info bagi teman teman non muslim, dalam keyakinan Agama Islam dikenal istilah fondasi agama yang terangkum dalam 5 poin pokok, syahadat, sholat, puasa, zakat, Haji bagi yang mampu. Tidak ada poin istimewa diantara kelima hal yang saya sebutkan, karena itu adalah kewajiban, yang mau atau tidak, suka atau tidak harus dilaksanakan. Yang menjadi perbedaan antara kelima hal diatas, hanya menunaikan ibadah haji. Bukan tentang pahala-karena saya bukan malaikat yang mencatat pahala manusia- atau jaminan mutu ibadah haji menjamin pelakunya masuk surga, pembedanya hanya terkait fulus, duit.

Jika ditarik garis lurus antara Indonesia dan Makkah jarak keduanya sejauh 8300 km. Jika ditempuh menunggang Sapi dengan kecepatan konstan 30 km perjam membutuhkan waktu 276 jam nostop tanpa makan rumput dan buang hajat. Seandainya ditempuh dengan kendaraan bermotor Supra x 125 cc dengan kecepatan maksimal 150 km perjam secara kontinyu membutuhkan waktu 55 jam nostop tanpa ngopi dan isi bensin. Jika ditempuh melalui rute darat harus melalui sedikitnya 16 negara Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, India, Himalaya, Nepal, Pakistan, Afganistan, Iran, Turki, Siria, Jordania, dan Arab Saudi akan menempuh jarak kurang lebih 17.000 KM.

Menurut engkong saya yang sudah pernah menunaikan ibadah haji pada tahun 1954 menggunakan kapal laut akan menghabiskan waktu 4 bulan perjalan pulang pergi antar Jakarta dan Jeddah. Dizaman modern jika ditempuh melalui perjalanan udara dari bandara Soekarno Hatta – King Abdul Aziz Airport membutuhkan waktu 9 jam. Artinya tidak akan cukup hanya dengan membawa bekal roti tawar satu kantong kresek besar, uang saku 1 juta, dan air minum satu galon. Ini bukan perjalanan Surabaya – Jakarta naik kereta Gaya Baru malam yang masih bisa berhenti distasiun Jogja untuk sekedar beli nasi Gudeg, tetapi perjalanan antar negara, antar benua.

Dengan kata lain, harus punya banyak duit. Tahun 2015 menurut kementrian agama biaya menunaikan ibadah haji dikenakan biaya sebesar Rp. 33,9 juta, tentu harga tersebut jauh lebih murah dibanding perjalanan 60 tahun lalu yang membutuhkan waktu 4 bulan perjalanan, karena harga yang ditetapkan kementrian sudah satu paket dengan pemondokan, uang saku, perlengkapan Haji, oleh-oleh berupa air Zam-zam dll.

Makannya, jangan pernah bangga bisa naik haji zaman sekarang, engkong saya saja saat ini tidak pernah sesumbar dan membusungkan dada, walaupun dia pernah ditempa perjalanan selama 4 bulan, karena ditahun 96 engkong sudah meninggal dunia. Intinya, naik haji itu butuh duit banyak, harus menabung tahunan bahkan puluhan tahun, kecuali anda mendapat hadiah jajan Chiki naik haji.

Jangan pernah samakan haji dengan plesiran ke Malaysia, Thailand, singapore, Jepang – seperti anggota arisan istri DPR- karena tidak pernah ada perjalan Indonesia – Jeddah tiket promo dari Air Asia. Ketika saya mengurus paspor untuk umroh di kantor Imigrasi Surabaya, saya bertemu kawan sebutlah nama Ko Ahin, diabertanya tentang biaya umroh menghabiskan berapa duit, saya jawab 28 juta. teman saya terperangah, sebab dia mengurus paspor untuk Prepare keberangkatan ke luar negeri (saya lupa negaranya) setahun sebelum keberangkatan menggunakan tiket promo, dengan penerbangan ngecer (transit dibeberapa negara). Belum jika ingin melaksanakan ibadah haji plus, kena biaya 150 juta. Fuck.

Secara historis, gelar haji mulai diberlakukan pada masa penjajahna VOC yang kewalahan menghadapi gerilya perlawanan masyarakat yang mayoritas umat Islam. pemerintah Hinda Belanda akhirnya menjalankan politik Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah Islam di Nusantara pada masa itu. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Dan mengkarantina calon Haji dipulau Onrust yang terletak dikepulaun seribu Jakarta.

Pada tahun 1916 penjajah mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji, yaitu setiap orang yang pulang dari haji wajib menggunakan gelar “haji”. Berguna untuk mengidentifikasi siapa saja tokoh agama yang berpotensi menjadi pemberontak. Fakta historis menulis, bahwa masyarakat yang sering melakukan perlawanan terdiri dari mayoritas umat islam yang berasal dari Pesantren, Tarekat, dan orang sepulang menunaikan ibadah Haji.

Dalam istilah Machiavelli dikenal istilah ‘devide et impera’ politik memecah belah, dikotomi yang berhasil dan sangat ampuh diterapkan zaman VOC. Kita mengenal istilah muslim abangan dan santri, zaman kemerdekaan dikenal istilah muslim golongan kiri dan muslim golongan kanan, haji dan non haji.

Tanpa labelisasi yang dilakukan Belanda, sulit rasanya membedakan siapa saja tokoh agama yang berpengaruh didaerah tertentu. Dalam tradisi pesantren, Kyai atau pendiri pondok sering dipanggil Mbah Yai sebutlah Mbah Yai Dahlan (KH. Ahmad Dahlan) Mbah Yai Hasyim (KH. Hasyim Asyari) , Kyai Mojok, syaikh Nawawi la-Bantani, Dipenegoro atau Tuanku Imam Bonjol. Mereka semua generasi awal sebelum diterapkan kebijakan wajib memakai gelar “haji”. Mereka semua sudah menunaikan ibadah haji tetapi tidak pernah dipanggil Haji. Seiring dengan waktu dan aturan pemerintah Hindia Belanda, ditambahkanlah gelar“H” didepan nama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun