Mohon tunggu...
M AudreyHasanal
M AudreyHasanal Mohon Tunggu... Jurnalis - Sriwijaya university college student

Writing topic only related on his mood

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Produk liberalisme yang katanya mensejahterakan dan menjamin kebebasan Individu vs Reality

19 September 2020   20:22 Diperbarui: 7 Juli 2021   23:12 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prolog

Jika membicarakan realita perkembangan peradaban umat manusia yang masih eksis hingga pada saat ini, saya teringat sebuah monolog yang ada di film John Wick 3: 

Si vis pacem, para bellum.”Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang.

Mungkin karena saya termasuk orang awam jadi saya menyimpulkan dari monolog tersebut bahwa Untuk mencapai kemaslahatan bersama kita perlu mengotori tangan kita. Ini adalah penilaian saya mengenai quotes tersebut tetapi saya tidak tahu bagaimana kaum intelektual menilai monolog tersebut, mungkin perang yang dimaksud itu hanyalah kiasan saja sementara arti sebenarnya tidak separah demikian. Tidak bisa dipungkiri bahwa, sejarah peradaban umat manusia tidak terlepas dari yang namanya “chaos” with the other human self. Setelah perang barulah damai, habis damai perang lagi. The repeated devil circle, entah sudah berapa kali peradaban mengalami “renaissance”(pencerahan kalau di zaman abad pertengahan eropa) yang kesekian kalinya dalam mencapai yang namanya kepentingan yang bersifat kolektif namun disini kekerasan hanya bersifat absen sementara saja disini. Seiring dengan “renaissance” yang kesekian kalinya lalu absen kekerasan yang hanya sementara itu, justru membawa kita pada saat ini, Globalisasi.

Sequel

Namun, berkaitan dengan kepentingan yang bersifat kolektif ataupun sepihak oleh manusia di bumi ini,. Saya jadi teringat di suatu dialog dalam anime yang saya tonton yaitu Naruto dia bilang, “why did you start the war?” lalu musuhnya menjawab 

Kita berdua pada dasarnya terlahir sama. Tetapi motivasi perang tidak perlu dipikirkan. agama, kekayaan, ideologi, tanah, balas dendam, cinta, ataupun itu. Itu semua cukup untuk memulai perang. Perang tidak akan pernah bersifat absen. Sifat manusia (given) selalu mencari perselisihan".-Pain to Naruto. 

Karena pada saat itu saya belum menyadari bahwa kata kata ini memiliki quotes yang cukup mendalam. Tetapi di dewasa ini saya pun berfikir “Dialog ini cukup membekas” di dalam pikiran saya. Terlepas bahwa anime itu adalah tontonan hiburan yang banyak diminati oleh anak kecil hingga kalangan dewasa termasuk saya saat ini, terkadang dari tontonan hiburan itulah yang justru dapat menstimulant beberapa kalangan dalam menilai globalisasi yang terus menerus tidak berhenti. Contohnya saja bisa kita lihat dari persepsi yang dituangkan oleh quote diatas. Sangat universal sekali motivasi yang mendorong sekelompok manusia untuk berbuat hal seperti itu. Tapi mengingat pada tahun 2021 nanti pemerintahan jepang akan mengharamkan segala bentuk situs ilegal guna menghargai hak cipta karya pembuat original anime, sehingga akan dikenakan sanksi tegas bagi yang menstreaming maupun menyediakan situs anime legal (*hiks). Oke, kembali ke topik. 

Seperti yang dijelaskan pada bagian Prolog tadi umat manusia memiliki sejarah yang sangatlah panjang sebelum akhirnya sampai pada titik ini. Kita ambil contoh saja pada seorang Musa, Utusan tuhan yang menyuarakan hak kaummnya yang tertindas kepada Ramses yang tirani tetapi langsung ditolak mentah mentah bahkan diperlakukan kasar. Kepentingan yang bersifat kolektif (demokrasi) disini dapat diabaikan karena ideology yang bersebrangan oleh Ramses yang tirani tersebut(dictator), Jika menilai dari kacamata modern ini disebut sebagai “Perang ideology” seperti yang dikatakan oleh Pain di Anime Naruto tadi meski dalam cakupan civil war. Singkat cerita ketiranian Ramses berakhir disini. Absent of violence is allowed here.

Sekarang kita ke zaman “renaissance” di era post-cold war (pasca perang dingin) Dewasa kini, dunia akhirnya perlahan dapat menghirup udara segar lagi karena absence of violence tadi. meskipun masih ada sedikit riak yang ada ditenggorokan tetapi tidak menjadi kanker, namun bukan bearti riak tersebut harus diabaikan, melihat Amerika Serikat sebagai adidaya pasca perang dingin dalam mengintervensi konflik yang terjadi di Timur tengah namun malah memperparah riak tersebut. Oh kalau dibiarkan bisa menjadi kanker, tindakannya tidak salah. Hanya saja Amerika salah memakai obat dalam mengobati riak tersebut (salah metode pendekatan).  Dalam pemikiran Hans J Morgenthau yang merupakan Tokoh paham Realisme(paham yang bersifat pesimis) di Studi Hubungan Internasional: "1st rule:It's no matter of fact, it's matter of consensus". 

Adapun tafsir dari pemikirannya tersebut yaitu contoh:bagaimana Amerika menggiring opini publik untuk sepakat dengan tindakan Amerika bahwa jika asumsi Iraq mempunyai senjata pemusnah massal adalah hal yang benar, tidak peduli apa kebenarannya. Sehingga cukup banyak teori yang mengkonstruk masyarakat dalam menilai tindakan Amerika, dan jika benar bahwa tidak ada hubungan dengan senjata pemusnah massal tadi, maka seperti kata Pain di Anime Naruto tadi dapat dikatakan masuk ke kategori motivasi: kekayaan, dan tanah.

Kembali ke “renaissance” pada era kita, yang dimana entah kapan absence of violence akan bersifat tidak hadir lagi. Pada dasarnya manusia itu baik apabila kita sama sama memiliki kepentingan tetapi terjadi komunikasi yang buruk entah antara institusi atau ke lingkup mikro lainnya, sehingga membuat security dilemma eksis disini(Neo liberalism). Dengan adanya istilah positive sum game yang bearti keuntungan yang bersifat kolektif (kepentingan bersama) itu dapat dicapai dengan kerja sama, interdepensi, sampai ke perdamaian dalam skala kehidupan antar bangsa. Itu adalah hal yang dipercayai oleh umat manusia pada saat era Globalisasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun