Mohon tunggu...
Audina Ferentia Cessie
Audina Ferentia Cessie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Manajemen Universitas Jember

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Perempuan dan Laki-Laki Harus Setara

7 Oktober 2021   11:10 Diperbarui: 12 Oktober 2021   20:00 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Setiap orang berhak mendapat kesempatan untuk bersekolah, mendapatkan pekerjaan, memberikan suara dalam pemilihan, atau bahkan mencalonkan diri sendiri, itulah kesetaraan." - Joshua Turner

Kesetaraan gender adalah hak asasi manusia, tetapi dunia masih menerapkan  kesenjangan secara terus-menerus dalam mengakses peluang dan kebebasan dalam pengambilan keputusan bagi perempuan. Secara global, perempuan memiliki lebih sedikit kesempatan untuk berpartisipasi dalam bidang ekonomi, sosial, dan hak-hak hukum.

Dari data yang diperoleh The Global Gender Gap Index 2017 tetang kesetaraan gender, skor kesetaraan gender Indonesia menempati posisi ke sembilan di Asia, dan posisi ke-85 di seluruh dunia pada tahun 2018. Dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian rakyat Indonesia sudah melek dengan adanya isu ini. Namun, bukan berarti di Indonesia sudah menerapkan kesetaraan gender sepenuhnya, masalah gender di Indonesia masih banyak yang harus diselesaikan.

Dilihat dari data The Global Gender Gap Index, Indonesia masih jauh lebih baik daripada India. India menempati posisi ke 113 diantara 135 negara yang berpartisipasi. Masyarakat India masih terikat dengan stigma bahwa perempuan hanya bertugas untuk mengelola rumah tangga, hanya berdiam diri di rumah, mengandung, dan mengurus anak.

Masalah tersebut tentu saja tidak hanya terjadi di India, di Indonesia pun saat ini masih banyak ditemui, khususnya di daerah pedesaan. Masih banyak masyarakat yang berangapan bahwa perempuan seharusnya tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, nanti tidak ada laki-laki yang mau. Selain itu, juga ada angapan bahwa pendidikan tidaklah penting bagi perempuan karena setelah menikah perempuan hanya berada di rumah mengurus dapur dan anak. Hal tersebut sungguh sangat menjengkelkan untuk dipikirkan, karena dari anggapan tersebut berarti bahwa perempuan tidak berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menempuh pendidikan.

Pemikiran seperti ini muncul di kepala masyarakat yang masih beranggapan bahwa perempuan kodratnya hanya melakukan pekerjaan dapur. Padahal tidak ada kaitannya antara pendidikan dengan pekerjaan dapur. Pendidikan tinggi pada perempuan tidak akan terbuang sia-sia meskipun setelah menikah dia memutuskan untuk tidak bekerja dan memilih untuk mengurus rumah tangga. Perempuan berpendidikan tinggi akan melahirkan anak yang cerdas karena ilmu yang telah dia peroleh dapat diimplementasikan kepada anaknya kelak.

Yang perlu kita garis bawahi adalah, kodrat perempuan tidak hanya berada di dapur karena tidak ada kaitannya antara memasak di dapur dengan ciri-ciri biologis perempuan. Pekerjaan rumah tangga tidak dilihat hanya dengan gender, perempuan maupun laki-laki bisa melakukan pekerjaan rumah.

Permasalahan kesetaraan gender di Indonesisa yang seperti itu muncul akibat perlakuan lingkungan atau orang tua terhadap anak yang secara tidak langsung membedakan antara peran anak laki-laki dan perempuan. Orang tua biasanya membebaskan anak laki-laki untuk bermain tanpa dimintai tolong dalam melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, menyapu atau mengepel. Sebaliknya, anak perempuan diberi tanggung jawab penuh untuk membantu mengurus pekerjaan rumah.

Di lingkungan sosial kita, masyarakat memposisikan perempuan untuk besikap lemah lembut, berperan sebagai ibu rumah tangga yang hanya membesarkan anak dan mengurus pekerjaan dapur, serta melayani suami. Sebaliknya, laki-laki dituntut untuk menjadi kepala rumah tangga yang kuat, melindungi keluarga, dan dominan dalam rumah tangga, padahal hal tersebut tidaklah menjadi suatu keharusan.

Setiap orang mempunyai hak untuk menjalani kehidupanya tanpa adanya diskriminasi. Diskriminasi adalah ancaman sosial yang dapat menciptakan perpecahan.  Ketika perempuan dan laki-laki diperlakukan sama, maka hal itulah yang disebut dengan kesetaraan gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun