Mohon tunggu...
Mutia Rahmah
Mutia Rahmah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

menjadi dewasa adalah keajaiban yang harus disyukuri dengan tetap berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merajut, Merajut, dan Merajut

18 Januari 2015   05:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:54 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama memiliki banyak waktu senggang, aku menghabiskannya untuk merajut. Merajut hal sederhana seperti bros dan gelang. Eh, ternyata laku dijual. Untungnya tidak banyak, tapi lumayanlah. Lumayan bisa mengisi waktu kosong dari pada bengong, lumayan bisa mengenal adik adik imut yang setia membeli hasil rajutan ku, lumayan bisa tau toko yang menjual alat jahit menjahit, lumayan mengasah ide , lumayan dapat pengalaman bahwa berdagang itu tidak semudah yang dibayangkan, dan lumayan 1 resolusi sederhana ku selesai dari hasil penjualannya. Alhamdulillah.
Sesekali, ada teman yang datang kerumah. Ingin belajar katanya. Aku sih " oke ". Sayangnya baru sebentar mencoba mereka langsung "ah, susah mut", " mut, kok ngak rapi ya?", dan akhirnya mereka menyerah. Susah katanya. Padahal mereka baru sekali mencoba. Dulu ketika aku pertama kali belajar merajut, entah berapa kali aku membuat dan membuka lagi benang yang ku rajut. Hingga akhirnya benang benang itu kusut, keriting, dan terburai rusak. Tidak menyerah. Aku ambil benang lagi, merajut lagi, buka lagi hingga aku akhirnya bisa walau hanya bentuk papan dan rantai. Pulang sekolah, aku merajut lagi, pulang mengaji itu lagi, akhinya aku bisa membuat sebuah bando rajut warna hijau, walau tidak rapi. Saat ujian keterampilan aku merajut taplak meja kecil dan benda terakhir yang aku rajut jika tidak salah ingat adalah tas mengaji. Tidak menyerah.
Aku hanya tersenyum menanggapinya. "yang sabar aja". Menurutku "tidak ada kesempurnaan pada percobaan pertama, jika ingin terampil kita harus mencobanya berkali kali". Itulah merajut.
Selain sabar, merajut juga butuh kerapian dan ketelitian. Kalau tidak rapi, hasilnya tidak enak di pandang mata dan kalau tidak teliti, susah memperbaikinya. Misalnya saat ingin membuat bros kita tidak teliti hingga letak penitinya tidak ditengah. Proses memperbaiknya tidak kacang kacang. Salah potong bisa rusak semua karena satu bagian dengan bagian lain terhubung kuat. mungkin karena alasan itu juga mengapa orang menyebut merajut cinta. Karena seperti rajutan, cinta harus dibuat berlahan, dikaitkan satu bagian dengan bagian lain, tidak boleh asal asal di lepaskan dan jika sudah siap sulit dipisahkan. Jadi rajutlah benang dan cinta dengan sabar, teliti dan rapi. Loh?
Bosan terus membuat bros dan gelang yang peminatnya juga mulai sedikit, aku memutuskan mencoba membuat tas. Woila, setelah 4 hari tas rajut ku baru selesai. Dan ternyata peminatnya banyak. Namun sayang, aku tidak sabar menjalani prosesnya. Inginnya selesai terus. Ini masalahnya. Aku hanya kuat membuat 2 tas, selebihnya? Entahlah, tidak sabar. Tas yang ukurannya 20×17 cm itu tantangan besar. Membuatnya seperti mendaki gunung, bersusah payah dulu, tapi saat sampai ke puncak, senangnya luar biasa. Nah Merajut tas ini juga tak jauh beda bagi ku. Sedikit demi sedikit, berjam jam di buat tinggi tasnya hanya mencapai 3 cm, harus ekstra sabar. Kalau tidak rapi atau tidak sama ukuran dengan di atasnya harus buka rajutannya dan di rajut kembali. Benar benar melatih kesabaran. Tapi begitu selesai, rasanya seperti melihat matahari setelah sebulan mendung. SEMANGAT MUT! PASTI BISA MENYELESAIKAN 3 TAS LAGI.
Nah, bagi siapa saja yang ingin melatih kesabaran, menurut ku merajut tas atau baju bisa menjadi media baru. Amat sangat melatih kesabaran. Selain melatih kesabaran, merajut juga mendatangkan uang tambahan yang menjanjikan. Jadi Jangan menyerah dan terus bersabar dengan merajut lalu rasakan manfaatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun