Dalam upaya mencegah Overtraining Syndrome (OTS) pada atlet usia dini, KONI Sukoharjo bekerja sama dengan UNNES menggelar Seminar Edukasi Sport Science pada Sabtu, 26 Juli 2025, bertempat di Menara Wijaya. Salah satu materi dalam seminar ini disampaikan oleh Bapak Dhias Fajar Widya P., S. Or., M.Or., dosen FIK UNNES, dengan judul " Optimalisasi Peran Pelatih dan Orangtua dalam pencegahan Overtraining Syndrome Atlet Usia Dini melalui metode LTAD Learning to Train.”
Dalam paparannya, Bapak Dhias menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi anak usia dini yang seharusnya masih menikmati masa bermain dan bereksplorasi, namun justru terjebak dalam jadwal latihan yang padat.
Disampaikan bahwa harapan yang tinggi dari pelatih maupun orangtua agar anak-anak mereka menjadi juara dapat menimbulkan tekanan berlebih. Tekanan tersebut beresiko menyebabkan Overtraining Syndrome (OTS), yang dapat berdampak pada kelelahan, cedera, masalah mental seperti kehilangan semangat.
Ia menegaskan pentingnya pemahaman terhadap konsep Long Term Athlete Development (LTAD) atau program pembinaan atlet jangka panjang. Dalam LTAD, anak usia dini memiliki dua tahap penting yang harus dilewati. Pertama fase FUNdamentals / aktifitas fisik menyenangkan (usia 6-9 tahun) dan Learning to Train / belajar untuk berlatih (usia 9-11 tahun). Dengan mengikuti kedua fase ini, anak-anak dapat berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun mental.
"Banyak pelatih masih memberikan beban latihan berat dengan waktu istirahat yang minim, dan anak-anak terus diikutkan dalam kompetisi demi prestasi. Ini jelas bertentangan dengan konsep LTAD," tegasnya.
Gejala OTS pada anak kerap sulit dikenali karena keterbatasan mereka dalam mengungkapkan rasa lelah atau stres. Oleh karena itu, pelatih dan orangtua harus lebih peka terhadap tanda-tanda awal seperti kelelahan dalam aktivitas harian, penurunan performa saat latihan atau bertanding, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, kehilangan motivasi, mudah marah, serta mudah sakit dan penurunan berat badan.
Peserta seminar diharapkan mampu membuat program latihan yang menyenangkan dan disukai anak-anak, serta memahami batasan dalam memberikan pelatihan intensitas tinggi. Orangtua juga dihimbau untuk tidak memberikan target atau penekanan kepada anak agar selalu juara, tetapi memberikan kebebasan kepada anak untuk menjalani latihan dengan senang dan gembira.
Bapak Dhias menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dalam pelatihan anak, serta memberikan wawasan tentang tanda-tanda awal OTS dan cara mencegahnya.
"Pelatih dan orangtua perlu memahami bahwa fokus utama haruslah pada perkembangan keterampilan dan konsistensi dalam berproses, bukan sekadar mengejar prestasi," imbuhnya.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendekatan yang lebih sehat dalam pembinaan atlet muda, diharapkan semua pihak baik pelatih, orangtua, maupun KONI dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan atlet usia dini tanpa mengorbankan kesehatan dan kebahagiaan mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI