Pernahkah kamu berpikir tentang ciptaan Tuhan yang memuat berbagai bentuk dan keanehan dalam satu kesatuan, hingga terasa seolah tak cukup untuk dimuat dalam satu nama?
Semua itu ada pada platypus, hewan yang sejak pertama ditemukan berhasil membingungkan para ilmuwan. Fisiknya tampak seperti gabungan beberapa hewan dengan moncong menyerupai paruh bebek, kaki berselaput, berbulu tebal seperti berang-berang, dan mampu bertelur meski tergolong mamalia. Sekilas, jika dipikirkan, platypus seakan diciptakan dalam keanehan dan kebingungan, bukan?
Tanpa disadari, banyak diantara kita sebenarnya adalah platypus dalam wujud manusia.
Kita pasti pernah bertemu seseorang yang memiliki banyak kemampuan, namun seakan hanya mengambang di permukaan. Boleh jadi orang itu adalah diri kita sendiri. Ia memiliki potensi di bidang olahraga, seni, sastra, musik, memasak, teknologi, dan berbagai kemampuan lainnya. Akan tetapi, semua kemampuan yang dimilikinya hanya berada di permukaan, ia tak pernah menjadi GOAT di satu bidang pun. Hanya berperan sebagai mid-tier yang seringkali terlupakan.
Misalnya, dalam satu kesempatan ada seseorang yang seperti 'platypus' mengikuti lomba melukis. Ia sudah mengerahkan semua kemampuannya dan merasa hasilnya sudah cukup baik. Namun, saat diumumkan hasil akhir, ternyata ia belum mampu untuk menjadi yang terbaik. Begitu pula di bidang lainnya. Pada akhirnya, orang seperti ini sering mempertanyakan siapa dirinya sebenarnya, hingga muncul kebingungan dalam dirinya sendiri.
Di samping itu, mari kita lihat lagi sosok platypus yang penuh dengan keanehan tadi. Platypun tidak menjadi 'aneh' tapi justru menjadi 'unik' dengan segala yang ia miliki. Contohnya, Platypus pandai berburu di air meski mereka tidak menggunakan telinga atau mata yang aktif saat menyelam. Moncongnya yang mirip paruh bebek justru membantunya mendeteksi gerakan udang dan cacing di air melalui elektroreseptor.
Mirip seperti platypus, seseorang dengan bakat yang beragam dengan banyak minat secara interdisipliner seringkali menjadi mid-tier. Dalam istilah psikologi dan pendidikan dikenal dengan istilah multipotentialite. Di mana orang yang memiliki sifat multipotentialite cenderung kurang puas jika hanya unggul di bidang tertentu. Mereka memiliki ambisi untuk unggul dalam berbagai bidang yang berbeda. Namun, kelemahannya adalah orang dengan sifat multipotentialite seringkali menetap pada posisi mid-tier jika tidak dapat konsisten menekuni bidang yang ia inginkan karena multipotentialite mudah bosan jika melakukan hal yang sama secara berulang.
Di balik 'kebingungan' tadi, orang-orang dalam golongan mid-tier yang bisa banyak hal memiliki tingkat fleksibilitas dan adaptasi yang tinggi. Di era modern, kemampuan lintas bidang seperti ini justru dibutuhkan. Dunia memerlukan orang-orang yang bisa menghubungkan berbagai disiplin ilmu menjadi satu kesatuan makna.
Orang-orang mid-tier hanya perlu membangun dan merawat konsistensi serta mengenali benang merah dari semua potensi yang dimilikinya, mungkin semua akhirnya akan berfokus pada satu nilai utama. Tidak perlu mengeliminasi kemampuan yang dirasa sulit untuk terus dikembangkan, tapi belajarlah untuk mengintegrasikan kemampuan yang dimiliki. Misalnya, kamu tidak perlu memilih fokus pada kemampuan menulis atau mendesain, cukup fokus pada bagaimana cara mengintegrasikan keduanya, contohnya menciptakan konten edukatif visual, membuat buku tentang desain, atau membangun proyek kreatif yang memadukan keduanya.
Menjadi 'manusia platypus' berarti membawa harmoni dari banyak hal. Tak harus menjadi top tier ataupun GOAT di satu bidang tertentu untuk menjadi berarti. Karena seringkali, dunia tidak hanya memerlukan satu jenis singa yang sama, tapi juga butuh platypus yang mampu menyadarkan bahwa keanehan adalah bentuk lain dari keindahan yang belum dikenali.
Tidak menjadi yang pertama bukan berarti tak berguna karena di dunia yang fana ini memang tak ada yang sempurna.