Mohon tunggu...
Asya Oktiani
Asya Oktiani Mohon Tunggu... Lainnya - A learner

Pecinta budaya dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Zaman Sekarang, Banyak Orang Berlomba-lomba Menjadi Lucu

13 September 2020   10:10 Diperbarui: 13 September 2020   10:20 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
succoImage caption dari PixabayImage caption">

Manusia ialah makhluk sosial yang tak luput dari canda dan tawa di dalam kehidupannya. Terkadang, canda dan tawa yang dilakukan tersebut cukup untuk menyakitkan hati orang lain. Memang terlihat lucu bagi banyak orang, beberapa orang pun tertawa. Tapi, siapa sangka ada yang merasa tersinggung dengan bahan candaan tersebut?

Bukan bermaksud menjadi orang yang memiliki sifat 'baperan', hanya saja  perlu diketahui bahwa bercanda pun memiliki adab dan batasan-batasan tertentu. Tidak semua situasi dapat dijadikan atau dilakukan canda dan tawa. Namun, sangat disayangkan hal ini kerap terjadi, entah demi popularitas atau memang belum mengerti tentang adab dan batasan bercanda di berbagai situasi.

Saya pikir masih banyak orang yang mengerti dan sadar tentang batasan dalam bercanda. Namun, untuk meminimalisir korban sakit hati oleh percakapan atau hal yang berkedok 'hanya bercanda saja', disini saya ingin berbagi dan mengilustrasikan situasi dan kondisi yang sebaiknya lebih dipikirkan lagi canda dan tawanya.

Dalam Kondisi Sedang Dilecehkan

Siapa yang tidak kesal jika sedang merasa dilecehkan? Entah itu pelecehan fisik maupun verbal, hal tersebut sama-sama membuat 'down' para korbannya. Perlu jiwa keberanian yang sangat besar untuk 'speak up' demi membela kebenaran dan meminimalisir kejadian yang sama terulang lagi oleh orang lain. 

Masih ingat dengan kasus "Gilang Bungkus" yang terjadi pada sekitar 1 bulan yang lalu? Pada kasus tersebut, salah satu korbannya yang berinisial MF memberanikan diri untuk "speak up" di salah satu media sosialnya. Sebagian netizen merespon dengan rasa geram kepada sang pelaku dan memberikan semangat kepada para korbannya, sebagian lagi justru menjadikan hal tersebut sebagai bahan candaan. 

Saya rasa kurang etis saja jika kasus pelecehan seksual dijadikan bahan canda dan tawa. Banyak sekali kasus pelecehan seksual yang telah terjadi di Indonesia yang korbannya merupakan seorang wanita. Apa respon netizen terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada para wanita? Tentu saja kita merasa sangat geram kepada para pelaku dan turut memberikan support kepada para korbannya. 

Pada kasus ini, walaupun korbannya bergender maskulin, kasus 'fetish bungkus' ini tetap merupakan pelecehan seksual. Jangan karena korbannya merupakan seorang pria, respect kita tidak sebanding dengan pelecehan yang korbannya merupakan seorang wanita.

Dalam Kondisi Sedang Menghadapi Insecurity

Setiap orang pasti pernah mengalami situasi atau masa-masa sulit dalam hidupnya. Di masa-masa seperti ini, kita pastinya berusaha untuk bangkit dari kesulitan yang sedang kita alami. Bagaimana rasanya jika kita sedang mengalami fase untuk membangkitkan diri, sedangkan orang lain justru membuat canda dan tawa tentang fase sulit dari kehidupan kita? Saya pikir tidak menutup kemungkinan untuk menimbulkan rasa 'insecurity' dan rasa kesakithatian.

Sama halnya dengan kasus "Prank Jerawat" yang baru-baru ini terjadi. Sekitar 2 minggu yang lalu, fitur efek jerawat sempat marak digunakan di media sosial. Fitur ini kerap digunakan untuk mem-prank pacar dari para pengguna dengan tujuan melihat reaksi dari sang kekasih. Dengan menggunakan fitur tersebut, para pengguna yang sebenarnya tidak memiliki jerawat menjadi tampak seolah memiliki banyak jerawat pada wajahnya. 

Banyak sekali kaum hawa yang menyayangkan hal ini marak terjadi. Bagi sebagian orang, jerawat adalah salah satu hal yang dianggap dapat membuat kaum hawa merasa insecure dengan dirinya sendiri. Namun, beberapa orang malah membuat "Prank Jerawat" sebagai konten atau bahan canda dan tawa. Masih banyak hal yang dapat dijadikan bahan candaan tanpa menyinggung tubuh orang lain, bukan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun