Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Putri-Ma'ruf Menggelapkan Peristiwa

6 September 2022   03:33 Diperbarui: 6 September 2022   03:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay.com/Ilustrasi

Gelap. Tak terlihat peristiwa didalamnya. Begitulah realitas kegelapan yang saya alami saat mati lampu usai melaksaksanakan dan mengucapkan salam terakhir shalat Isya berjama'ah di masjid. Para jama'ah pun tak berani dengan seketika keluar dari dalam ruangan masjid, khawatir akan menabrak jama'ah shaf yang mengisi dibelakangnya. Beruntungnya, ada beberapa jama'ah yang membawa handphone dan segera menyalakan lampu senter dari dalamnya. Terang. Cahayanya mampu memperlihatkan setiap peristiwa didalamnya, seperti adanya anak anak didalam masjid, para lansia, ibu ibu dan remaja-remaji yang sibuk bergantian untuk dapat keluar dari masjid-pulang menuju rumahnya. 

Cahaya terang dan gelap adalah suatu fenomena alam yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan. Dan cahaya terang dan gelap memiliki makna yang berbeda dalam pemahaman manusia. Pada manusia primitif fenomena cahaya gelap dan terang digambarkan sebagai suatu fenomena (simbolik) kematian dan kehidupan. Demikian pula halnya dengan  manusia modern, memiliki pemahaman mengenai fenomena makna cahaya terang dan gelap. Namun pemahamannya cenderung materialistik, dan bukan immateri atau spiritualistik. 

PENGGELAPAN DEMOKRASI

Dunia modern (relatif kuat) identik dengan kehidupan materialistik, termasuk didalamnya kehidupan demokrasi. Sementara keadilan dan kesejahteraan rakyat sebagai rujukan dalam berdemokrasi dilemahkan, diperkosa, dan diinjak injaknya. Demokrasi modern tidak mengenal keadilan dan kesejahteraan bersama-rakyat, melainkan keadilan dan kesejahteraan individu dan kelompok. Demokrasi yang bercorak dan berwawasan kapitalis dan oligakis.

Lembaga lembaga demokrasi, khusunya lembaga kepolisian Republik Indonesia kian dipertanyakan kerja dan kinerjanya terkait (fungsinya) sebagai penegak hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena sejumlah kasus yang masuk dan ditangani oleh pihak kepolisian (terkadang) menjadi gelap, dan tidak terang dalam kehidupan berdemokrasi. Apalagi dengan lahirnya peristiwa penembakan di Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang telah mengakibatkan korbannya meninggal dunia, seorang Brigadir polisi (almarhum) Joshua Hutabarat. 

Peristiwa Duren Tiga itu, telah menyedot perhatian publik luas ditanah air. Ekspresi canda, tawa, jengkel, marah, dan tangis menghiasi ruang publik dalam menyikapi peristiwa tersebut. Terungkap bahwa peristiwa Tragedi Duren Tiga itu (diduga) dipicu oleh adanya pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir polisi (almarhum) terhadap seorang Putri Candrawati, istri sang jenderal, Ferdi Sambo. "Atas nama martabat keluarga, " demikian Ferdi Sambo, menyanyikannya keruang publik luas. Namun dugaan pelecehan seksual itu pun dimentahkan oleh pihak kepolisian. Ditutup. Lantaran tak ditemukan bukti cukup kuat dan menguatkannya. 

Fenomena cahaya terang pun kian melemah dan cenderung gelap kepermukaan publik, setelah digelarnya rekontruksi pembunuhan Brigadir polisi alamarhum Joshua, dalam tiga tempat kejadiian dan memakan banyak scene. Sejumlah pengamat dan pengaacara pun seketika mempertanyakan adegan adegan yang diperlihatkan dalam rekonstruksi tersebut. "BAP yang digunakan dalam rekonstruksi tersebut, milik siapa? " demikian tanya salah seorang pengacara korban. Mengapa adegan (pelecehan) seksual itu terungkap kembali dalam rekonstruksi? Bukankah pihak kepolisian telah menghentikan (motif) kasus pelecehan seksual. 

Dugaan (motif) pelecehan seksual pun kian nyaring disuarakan oleh lembaga Komnas Ham, keruang publik luas tanah air. Bahkan salah seorang anggota Komnas Ham, berusaha meyakinkan publik bahwa Ferdi Sambo itu bukanlah orang sembarangan. Apa maksud dari pernyataan tersebut? Apakah pernyataan tersebut, cukup relevan dengan kesan dibenak para pengamat, elit dan seterusnya, bahwa Sambo memiliki kerajaan berpengaruh ditubuh polri, sehingga pengungkapan kasusnya begitu rumit dan cenderung gelap. 

Jika kegelapan menyelimuti pengungkapan kasus penembakan di Duren Tiga, yang telah merenggut nyawa korban alamrhum Brigadir J, maka dapat dipastikan, bahwa persoalan penegakkan hukum direpublik ini akan semakin mengkhawatirkan. Dan jangan berharap keadilan akan datang.

Apakah akan ikut juga menjadi gelap (dugaan) peristiwa perselingkuhan seorang Putri dengan Ma'ruf? Jika segalanya menjadi gelap, maka kita akan semakin sulit untuk dapat melihat peristiwa yang terjadi (sesungguhnyaa) didalam, terkecuali orang orang yang berada didalam kegelapan itu, akan merasa senang dan puas jika tak terungkap kepublik luas. Mereka takut dengan cahaya terang. Karena cahaya terang akan memperlihatkan segala peristiwa didalamnya, termasuk (dugaan) perselingkuhan yang terjadi antara Putri dengan Ma'ruf. 

"Au ah lap". Begitu kata anak nongkrong

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun