Mohon tunggu...
ASWAN NASUTION
ASWAN NASUTION Mohon Tunggu... Kontributor Tetap

Menulis adalah bekerja untuk keabadian” Horas...Horas ..Horas

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Pajak Baru di kampungku, Serbelawan ni Huta.

30 Juli 2025   20:05 Diperbarui: 30 Juli 2025   20:05 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Sejarah pasar adalah cerminan peradaban manusia, sebuah perjalanan panjang dari pertukaran barang sederhana hingga kompleksitas perdagangan global saat ini. Secara umum, sejarah pasar di Republik ini sudah berlangsung lebih dari ratusan tahun yang lalu, bahkan sejak zaman kerajaan di mana pada masa itu, pasar tempat beraktivitas jual beli biaya dibayarkan kepada raja atau tuan tanah sebagai bentuk sewa. Pada masa kolonial, terutama di bawah pemerintahan Inggris (Raffles), diperkenalkan Landrent Stelsel (sistem sewa tanah) yang menjadi cikal bakal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak ini dikenakan langsung kepada petani, didasarkan pada asumsi bahwa tanah yang dikelola pedagang adalah milik raja yang disewakan kepada pemerintah kolonial.

Pasar yang didirikan sebagai fasilitas kota. sengaja dibuat terpisah untuk memudahkan penarikan retribusi dari para pedagang. Jadi, karena di tempat-empat ini ada penarikan "pajak" atau pungutan dan inkomstenbelasting ( Orang yang membayar pajak ). Lama-kelamaan tempatnya pun disebut "pajak".Selain itu, Sebutan "pajak" untuk pasar ini berhubungan erat dengan transaksi jual-beli yang terjadi di dalamnya, sementara kata "pasar" sendiri justru dipertukarkan dengan "jalan" dalam percakapan sehari-hari. Ini menunjukkan kekhasan penggunaan kosakata di Sumatera Utara. Secara resmi pemerintah daerah Sumatera Utara/Medan tetap menggunakan kata "pasar" untuk tempat berbelanja tradisional, dalam percakapan sehari-hari, semua masyarakat  bahkan generasi milenial, masih sering menggunakan istilah "pajak".Jadi, kalau kamu dengar orang Sumut/Medan bilang "mau ke pajak", itu artinya mereka mau pergi ke pasar tradisional.

Mengingat Serbelawan adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi dan populasi yang cukup kuat karena diapit dua perkebunan besar, sangat mungkin pajak di  Serbelawan sudah ada sejak lama, mungkin bahkan sejak era kolonial. Keberadaan perkebunan besar membutuhkan pasokan bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari bagi para pekerja dan penduduk sekitar, sehingga pajak akan tumbuh secara alami untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Awalnya dahulu pajak di Serbelawan Ni huta berada di jalan Merdeka tepat di depan Tangki air ( lama ) dan terminal lama ( lama ) Serbelawan.  Di akhir tahun 1970 an Untuk perkembangan kota di pindahlah pajak tersebut ke wilayah Perluasan Barat yang berhadapan langsung dengan terminal Baru.( yang tidak berfungsi lagi pada saat ini ) Bersisian dengan jalan Sangnawaluh dan Jalan Rajamin purba . Orang Serbelawan menyebutkannya sehari hari dengan istilah " Pajak Baru".

Cerita "Pajak Baru  " kita ini seringkali menjadi perbincangan, terutama terkait kondisi fisik yang memprihatinkan dan pengelolaan yang kurang optimal. Kondisi  dan Persoalan Pajak Baru yakni berupa bangunan Fisik yang kurang Terawat baik, ada beberapa kios memiliki kondisi fisik yang tidak layak, kotor, dan tidak terawat di mana Sampah yang tidak ditempatkan tong sampah, gang gang di dalam pajaknya becek dan berlumpur apabila hujan deras menambah kesan kumuh dan tidak sehat, parkir kenderaan yang belum tertata rapi. Selanjutnya aksesibilitas Terbatas yaitu beberapa pasar memiliki akses jalan yang sempit dan kondisi jalan yang buruk, terutama saat ramai pembeli, menyebabkan kemacetan. Pedagang Menjamur di Luar kios: Banyak pedagang yang memilih berjualan di luar kios pajak yang sudah di sediakan oleh negara karena kondisi di dalam yang kurang menarik atau sepi pembeli. Juga Fasilitas Pajak  yang Kurang Memadai seperti toilet, tempat sampah, saluran air yang macet, parkir kenderaan dan penerangan sangat tidak memadai dan memperburuk kondisi pasar. Dari segi yang lainnya, pedagang juga mengeluh dengan banyaknya biaya yang harus di keluarkan seperti, sewa kios yang tinggi, uang iuran harian , biaya ongkos jaga malam, sepinya pembeli, etc.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi, bisa jadi di sebabkan Kurangnya Perhatian Pemerintah Daerah yang berkuasa dianggap kurang memberikan perhatian serius terhadap pengelolaan dan perbaikan pasar serta Kurangnya Kesadaran Pedagang pedagang untuk menjaga kebersihan dan ketertiban pasar juga menjadi faktor yang perlu ditingkatkan. Dengan kondisi "Pajak" kekinian yang aneh tapi nyata ini kiranya Perlu adanya upaya tata ulang pasar secara keseluruhan, termasuk perbaikan infrastruktur ( jalan di ruas dalam Pajak, aliran air pembuangan, sampah, etc ), penataan pedagang, dan penegakan aturan kebersihan yang jelas. Juga sangat perlunya Peningkatan Kesadaran Masyarakat juga perlu didorong untuk lebih peduli dan menjaga kebersihan pasar.

Mengingat Peran "Pajak" Tradisional banyak persoalan, pasar tradisional tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di kampungku. Pajak menjadi pusat kegiatan ekonomi dan sosial, tempat masyarakat berinteraksi dan bertransaksi jual beli. Oleh karena itu, perbaikan kondisi pajak menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi pedagang dan pembeli.

Begitulah kurasa, agar supaya Pajak Baru kita di kampung ini enak apabila kita datang berbelanja, dan tidak mendengar lagi komentar pedas orang serbelawan yang bertempat tinggal di luar serbelawan yang marah melihat kondis Pajak Baru kita ini apabila mereka mereka pulang kampung... Cemmana .. bisanya Pajak Baru kita ini menjadi lebih baik  lagi ..Silakan komentar di kolom komentar. Ha ha ha

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun