Mohon tunggu...
Astri Rahayu
Astri Rahayu Mohon Tunggu... Freelancer - Philanthropist

Easy Like Sunday Morning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gerakan Literasi di Sekolah Indonesia-Kuala Lumpur, Antara Ironi dan Oase

20 Oktober 2017   21:22 Diperbarui: 22 Oktober 2017   10:11 3250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 telah mencanangkan Program Gerakan Literasi Sekolah yang secara khusus bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti, membangun ekosistem literasi sekolah, menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan dan menjaga keberlanjutan budaya literasi. Program ini sejalan dengan apa yang telah diamanatkan oleh para pendiri negeri ini yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea  ke-4 yang salah satu bunyinya adalah bahwa  pemerintah negara Indonesia berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dahulu setelah program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dicanangkan, pemerintah Indonesia telah berhasil mengurangi rata-rata tingkat buta huruf anak usia sekolah yang tidak dapat mengakses pendidikan yang layak dan memadai terutama di daerah-daerah terpencil. Ini adalah masalah yang timbul di negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Dukungan dalam bentuk fisik pun tidak kalah gaungnya. Pemerintah membangun perpustakaan–perpustakaan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. 

Perpustakaan yang ada di setiap kota dan kabupaten menyediakan berbagai sumber bacaan yang diperlukan oleh para siswa maupun masyarakat pengguna lainnya. Bahkan untuk menjangkau masyarakat yang memiliki kesulitan untuk  mengakses perpustakaan karena alasan lokasinya yang terlalu jauh dari tempatnya bermukim, pemerintah pun memfasilitasi mereka dengan dikembangkannya model perpustakaan keliling.

Adanya perpustakaan keliling ini memang ditujukan bagi masyarakat yang tidak sempat berkunjung ke perpustakaan. Perpustakaan keliling biasanya hadir dalam bentuk mobil-mobil kecil yang didesain menjadi rumah baca yang di dalamnya membawa buku-buku bacaan diharapkan mampu meningkatkan minat dan budaya baca yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara nasional.

Adanya kelompok negara-negara maju, berkembang dan terbelakang di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa  salah satunya didasarkan pada Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) suatu negara. Meningkatnya budaya baca dan menulis di kalangan masyarakat  juga menjadi salah satu indikator kualitas indeks pembangunan manusia suatu negara dalam mewujudkan tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals) yang telah diratifikasi oleh sebagian besar negara anggota PBB. 

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa besar minat baca dan menulis warganya. Jepang menjadi salah satu contoh bagaimana budaya warganya bisa menjadikan negara tersebut menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Membaca dan menulis menjadi budaya sehari-hari yang tidak bisa dipisahkan dan menjadi karakteristik masyarakat Jepang yang berimbas pada peningkatan dan kemajuan negara itu. Fenomena ini menjadi acuan negara-negara lain yang ingin bangsanya maju dan berkembang pesat secara positif.

Perkembangan zaman yang diiringi dengan kemajuan teknologi membuat banyak perubahan dalam kehidupan khususnya mengenai budaya literasi masyarakat era sekarang. Perkembangan teknologi ini pun terjadi pula di Indonesia di mana budaya literasi berubah menjadi budaya digital. Dengan mulai berkembangnya internet di era digital sekarang ini, maka secara otomatis sumber-sumber informasi autentik kini sudah tergantikan dengan sumber informasi digital. 

Koran dan buku bacaan sebagai sumber autentik jumlahnya berkurang karena sudah diganti dengan koran dan buku digital yang jauh lebih praktis dan murah di mana masyarakat kini tidak perlu lagi bersusah payah mencari buku ke toko buku. Cukup dengan menjelajah internet, kini masyarakat sudah dengan mudah bisa membaca koran, buku serta menyimak berita terkini langsung dari satu perangkat.

Pusat layanan pendidikan seperti halnya sekolah dasar, menengah serta pendidikan tinggi pun memanfaatkan kemajuan teknologi ini dengan semakin mempermudah mengakses informasi untuk memperlancar proses belajar di dalam kelas. Sekarang ini para siswa dapat dengan mudah mengakses berbagai sumber informasi hanya dari kelas tanpa perlu pergi ke perpustakaan atau sumber informasi lainnya. 

Para siswa pun bahkan kini bisa  mendapatkan buku yang secara fisik tidak bisa didapat secara langsung. Adanya buku elektronik dan media buku cerita fiksi gratis di dunia maya seperti wattpad yang dapat diakses secara gratis di dunia maya semakin membuat masyarakat enggan memiliki dan membaca buku secara langsung.

Dampak dari semakin berkembangnya teknologi digital serta menjamurnya berbagai bentuk media sosial di dunia maya ini juga memicu semakin berkurangnya minat baca masyarakat terutama pelajar terhadap keberadaan buku sebagai sumber belajar. Terlebih lagi hal ini diperparah dengan konten-konten pornografi yang juga dengan mudahnya  bisa diakses sehingga  anak menjadi kecanduan menggunakan internet secara negatif dan ini juga berdampak terhadap kemerosotan moral pelajar-pelajar di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun