Yogyakarta, 10 Juni 2024
Kondisi di wilayah Yogyakarta yang kala itu kian memprihatinkan dari sektor lingkungan akibat penumpukan jumlah sampah termasuk disekitaran Kali Code, memotivasi sejumlah masyarakat yang memahami serta melihat potensi kampung wisata. Berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan, sampah terbanyak yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) paling banyak adalah dari Kota Yogyakarta 34,89 persen.
Terbentuknya struktur organisasi di kampung Cokrodiningratan bermula dari inisiatif bapak Pratopo Totok di tahun 2012 yang mengajak warga untuk memanfaatkan potensi kampung. Niat baik tersebut disambut positif dengan realisasi masyarakat dalam pengelolaan wisata. Kelurahan setempat mendukung langkah berani warga dengan memberikan surat izin pengelolaan tempat wisata, sehingga terbilang pengelolaan wisata lebih matang secara legal standing. Setelah adanya surat izin yang diberikan dan adanya pengelolaan yang maksimal sehingga Kampung Wisata ini bisa  mendapatkan penghargaan 100 terbaik kategori Kampung Wisata Edukasi Nasional di tahun 2024.
Paska bersedianya warga untuk bergerak dibidang pariwisata yang mulanya terbatas hanya di Jetisharjo, memotivasi kampung lainnya untuk bergerak dibidang serupa . Cokrokusuman dan Cokrodiningratan yang memiliki letak geografis berdekatan kemudian bergabung pada tahun 2018. Pengembangan dikedua kampung tersebut memanfaatkan pengembangan tiga kebudayaan yakni budaya Tionghoa, Belanda, dan Jawa. Secara terperinci terdapat beberapa bangunan bernilai sejarah misalnya peninggalan Gedung Kweekschool voor Inlandsche Onderwijze tempat dilaksanakannya Kongres Budi Utomo, Klenteng Poncowinatan (Klenteng Tertua di Kota Yogyakarta), Â yang berada di kampung pecinaan. Unsur 3 kebudayaan inilah yang kemudian menghasilkan konsep wisata edukasi fokusnya kepada harmoni budaya, menjadi alternatif objek wisata yang tak hanya fokus pada kesenangan namun utamanya belajar kebudayaan dan sejarah di kota Yogyakarta.
Pengelolaan teritorial dalam kampung wisata ini berdasarkan penjelasan mas Inggit dari divisi media sosial dan marketing, Klaster yang dikembangkan di Cokrodiningratan adalah klaster Kawasan Tugu Pal Putih, klaster Kampung Code Jetisharjo-Cokrokusuman, dan klaster heritage Kranggan-Poncowinatan, AM Sangaji sehingga  terbentang luas. Selain itu, berkaitan dengan pengelolaan sampah sejak tahun 2012 kampung ini terbilang menjadi salah satu yang terbaik di kota Yogyakarta, hal ini terlihat dari para warga ketika memiliki limbah rumah tangga, mereka memberikan ke salah satu tempat pengelolaan sampah di kampung tersebut yang bernama Maggot Ndalem Sawo. Maggot yang memakan limbah tersebut akan dijadikan pupuk dan pakan hewan ternak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI