Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nostalgia : Kekerabatan Nasional

21 Maret 2014   00:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada sebuah tulisan berjudul Sejarah Sebagai Bibit Nasionalisme, Bimo Wiwoho membahas tentang tumbuhnya Nasionalime . disini : http://sejarah. kompasiana.com/2014/03/18/sejarah-sebagai-bibit-nasionalisme-642276.htmlSaya tanggapi sebagai berikut : “Dalam pemikiran mendasar seperti ini, tentu saya temukan juga apa yg anda pikirkan, artinya saya setuju. Dalam judul “Kekerabatan Nasional” saya pernah menulis bahwa awal dan dasarnya rasa nasionalisme itu berangkat dalam keluarga. Apabila ayah tak pernah cerita tentang ayahnya kepada anaknya, kakeknya tak dikenal bagaimana dicinta. Selanjutnya anaknya akan cerita tentang si ayah dst. Terjadilah “sistem” kebiasaan, tradisi,dst. Meskipun nasionalisme Indonesia tak terbatas pada kerabat yg mungkin cenderung sempit tetapi saya punya contoh kerabat yang hampir semua warga partai nasional indonesia dan seluruh desa tertular kekerabatan PNI sekarang PDIP….Merdeka.”Akan saya gelar nostalgia yang mungkin membuat muak bagi aktivis partai masa kini yang malas belajar dari sejarah.

Sejarah Nasional kita banyak yang menyesalkan dengan pelbagai rekayasa kecurangan dan kebohongan public demi ideologi atau kepantingan generasi yang sedang berkuasa. Tetapi saya ingin bernostalgia : tentang masa muda di tahun 1973 – 1977 – 1987. Meskipun menyangkut sebagian kecil kalompok, dan meskipun ini masa kampanye menyongsong Pemilu 2014, saya tidak sedang mau kampanye, untuk salah satu parpol. Ceritanya tentang masa lalu.Kenangan yang wajar timbul muncul diluar rumah orang ramai berkampanye. Pemilu pada zaman Orla dengan 111 partai (ayah saya punya buku daftar partai setebal 8 cm).pengerahan masa hanya oleh partai besar (yang kecil). Agak besar pada zaman 10 partai : PKI NU dan PNI. Pada zaman Orba pengerahan masa semakin besar khusunya untuk Golkar. Merintis menghimpun partai non Golkar, teramat sulit ditingkat basis pedesaan. Pada umumnya menjadi anggota partai PPP dan PDI membutuhkan keberanian dan kesadaran tinggi untuk berpartai. Anda tidak percaya barangkali bahwa pada tahun 1977, saya masih sebagai pengusaha muda pendiri awal BPR, dengan nama bank madya, sebagai salah satu anggota pengurus PDI saya digugat kaum muda dua kecamatan untuk bersedia menjadi angora DPRD. Kabupaten. Didaulat seperti dipaksa. Dan saat itu saya sebenarnya belum berminat. Tetapi saya juga bernostalgia.dan bersyukur saat itu sebagai salah satu unsure partai PDI saya gembira mendapatkan massa militant dimedan pawai jalanan teman2 eks unsure PNI. Dua kecamatan dibagian timur dan barat kabupaten kami merupakan kandang Banteng sangat gigih dinamis biar kecil penuh semangat perjuangan.. Dua kecamatan besar didekat kota merupakan basis kekuatan yang cukup besar. Dalam keempat kecamatan prima itu terdapat banyak keluarga-keluarga rekan tokoh Partai Nasional Indonesia. Pesaing dari PKI yang sudah digilas oleh Orba, adalah PNI yang mengakar dengan tradisi kekerabatan yang kuat. Berlambang banteng disosialisasikan semangat kebapaan kekerabatan yang dihimpun oleh yang dituakan. Nasionalisme pada zamannya. Dan doktrin itu di indoktrinasikan di pedesaan sangat efektip menghimpun masa yng setia. Saya yakin pada awal PDIP mengambil peran pelanjut penerus nasionalisme PNI Ibu Mega membuat gubug gubug pos peronda di pelosok pelosok sebagai alat penghimpun masa yang efektif membuat warga akrab berkomunikasi. Dan andapun mungkin tidak percaya model Satgas partai dengan seragam mentereng penuh gaya itu dimulai dari Yogyakarta, Kodya khususnya. Mulai Pemilu 1977 menjadi kebiasaan PDI DIY dan DKI. Pada Pemilu tahun 1984 nampaknya system satgas partai mulai dianjurkan demi keamanan dan disiplin internal untuk setiap masa partai..

Nortalgia ini saya ulang sebut mungkin memuakkan untuk aktivis-aktivis partai zaman sekarang yang malas belajar dari sejarah. Saya bukan eks PNI apa lagi PKI, menghargai dan berterima kasih menerima dampaknya system pendalaman ideology nasionalisme dan untuk PKI komunisme. Sungguh doktrin itu meresap di hati warga dan dihayati karena berulang kali “Indotrinasi” dalam keluarga dan juga memakai media budaya. Itu sebenarnya proses panjang yang saya rasa partai dimana ada unsur eks PNI pun sekarang meninggalkan atau mengabaikan faktor pendidikan dalam keluarga. Sulit dicari aktivis yang sungguh matang berideologi, yang ada tinggal pragmatism untuk tujuan instans dan untuk dirinya sendiri. Ideologi asli masa kini adalah ekonomi, “jer basuki mawa bea”, dan cepat tanggap : “UANG” meski bukan “Money-politics”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun