Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi

3 April 2021   13:09 Diperbarui: 3 April 2021   13:17 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbagi itu perilaku budaya. Tidak berbagi, merampas, itu tidak berbudaya.

Berbudaya itu berbagi. Berbagi opini, berbagi rasa, berbagi jasa, berbagi harta.

Berbagi itu budaya membuat manusia bersama lebih bermakna menjadi manusia.

Berbudaya adalah perilaku manusia yang kaya makna dan sadar hidup bersama.

Dalam menghayati kebahagiaan beriman sesuai petunjuk agama pernah saya menulis di Kompasiana : Ada yang saya tidak bisa berbagi. Yaitu penghayatan iman. Sebab iman itu bagi orang lain bisa menjadi suatu misteri. Bahkan  bagi yang beriman sendiri pun bisa merupakan kebenaran yang diterima begitu saja untuk suatu perbuatan baik yang manfaat bagi sesama.

Sampai pada suatu ketika saya ingin menulis berbagi kebahagiaan yang nyata saya rasakan. Saya merasa ini suatu keharusan yaitu: mempertanggung jawabkan keimanan.

Saya mendapatkan sebuah pembenaran. Seorang pakar, penulis buku "Paham Allah", Tom Jacobs SJ, menulis dibukunya halaman 13 itu demikian: "Paham Allah itu yang menggerakkan hidup religiusnya" . Itukah dasar kita hidup yang dikatakan beriman. Apakah demikian yang kita lihat, dalam keseharian tampaknya lebih disebut itu beragama. Saya tidak peduli apakah paham akan Allah itu identik dengan Agama.

Maka saya mengejar apa pendapat Bpk.Tom  Dia menulis selanjutnya tentang bukunya sendiri: "Ini bukan buku mengenai Allah, tetapi mengenai manusia. Mengenai manusia yang mencari Allah dan berusaha memahami relasinya dengan Allah"  Saya melihat disana inti dari hidup beriman.

Tom Jacobs SJ masih menegaskan lagi bahwa yang pantas merefleksi keimanannya itu hanya orangnya itu sendiri yang beriman. Seyogyanya manusia beriman mampu mempertanggung jawabkan imannya dalam bahasa rasional juga, justru karena manusia tercipta mempunyai ratio.  

Disinilah sebenarnya saya merasa mendapat jawaban atas kegamangan saya berbagi tentang kebahagiaan, kegembiraan dan sikap, perbuatan, penulisan, yang keseluruhan bernuansa keagamaan, keimanan dalam kehidupan. Dan itu saya mau mengatakan bahwa budaya religious atau itulah religiositas budaya yang layak kita bisa berbagi.  Hal itu pernah saya tulis di sini dalam konteks lain: https://www.kompasiana.com/ astokodatu/5a9e98cc5e137326e91c5553/religiositas-budaya-dalam-kebersamaan

(Kamis Putih, Pekan Suci Paskah 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun