Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Setia dan Konsisten Vs Perubahan

30 November 2018   21:21 Diperbarui: 30 November 2018   21:28 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sikap Belajar menjawab  pseudo-kontroversi antara konsistensi/kesetyaan menghadapi perubahan itu perlu permenungan lebih mendalam. Tetapi, ada banyak teori tentang Belajar. Ada lebih banyak sudah nasehat nasehat untuk Kehidupan. Disini memang saya ingin berbagi tentang bagaimana saya belajar hidup dan terus mau belajar hingga akhir kehidupanku didunia ini.Termasuk menjawab pseudokontroversi disebut dalam judul.

John Maxwell dalam bukunya tentang Gosip mengatakan kurang lebih begini " Orang sukses suka bahas Gagasan Ide, Orang biasa suka bahas diri mereka, Orang pecundang suka bikin gossip"  

Saya suka ketiga tiganya, karena saya suka mendengar dari ketiga kategori itu untuk pembelajaran bagi saya. Sebab sikap belajar sifat dasar dari para murid (bahasa Latin discipulus,)  adalah mendengarkan.

Maka ketika ada orang bersedia membahas apapun itu, gagasan/ide/atau tentang diri mereka sendiri atau kabar burung peristiwa rekaan pecundang kreatip, semua bisa jadi materi masukan.

 Dalam pergaulan sehari hari diantara orang orang sederhana sangat dicatat dihati sebagai dosa pada sesama apabila seseorang itu tidak konsisten. Bisa dihayati kata orang Jawa mencela dengan ucapan: Omongane mencla-mencle. Esuk tempe sore dele (bicaranya burubah ubah, pagi bilang tempe, sore bilang kedelai).Bagi orang itu mungkin sesuai dengan nasehat masyarakat "Orang itu dinilai dari lidahnya". 

Kembali ke Jawa kita bisa dengar nasehat : "Jowo iku jawabe".(Bagi orang jawa nilailah apa niatnya seperti semula dikatakan) Nasehat yang menunjukkan arah sekaligus menegaskan pentingnya sikap konsisten dan keburukan suatu inkonsistensi.

Agak bernada beda bila kita perhatikan saran nasehat dilingkungan maju/terdidik; yang banyak mendengungkan seruan : Ayo move on ! Ayo berfikir maju, berani berubah. Berani melangkah. 

Meskipun nasehat itu tak jelas melangkah kemana, atau berubah macam apa.  Suara ini menjadi marak bila dikatakan oleh orang dilingkungan politik. Seperti di bulan bulan ini siapapun harus up to date move on dari hari ke hari, kalau tidak mau kalah lantang dalam memperjuangkan citra masing masing menghadapi bulan April mendatang.

Dalam pada itu dalam waktu bersamaan orang lain juga dalam suasana penuh warna politik tetap tidak kalah lantang suara untuk Kesetiaan dan Konsistensi. Inkonsistensi politis disebut pengkhianatan.

Beberapa waktu yang lalu saya sendiri menulis disini : (https://www.kompasiana. com/astokodatu/5ba72b64677ffb47b032dd95/buktikan-kesetiaan-dengan-konsistensi-perbuatan).dengan judul "Buktikan kesetiaan dengan konsistensi perbuatan". Kutulis frase ini :  "Kesetiaan pada wawasan ideologi, konsep-konsep kehidupan yang paling bermakna dan berarti pada jati diri seseorang adalah Kesetiaan Iman dan kesetiaan pada Rasa Keterpanggilan pada profesinya. Maka boleh dikatakan Kesetiaan Iman dan Kesetiaan Panggilan adalah pilar pilar jati diri yang kokoh"  .Dan itu akan tampak dimata masyarakat saat mereka menilai citra calon pemimpin.

Kesetiaan yang dimotivasi oleh Cinta kasih, secara logika tentunya juga karena ada Kasih-setia atau konsistensi dari sebuah cinta kasih. Dengan kasih setia itu kesetiaan dan konsisteni sikap akan sampai pada perbuatan. 

Dan dengan perbuatan perbuatan yang berkelanjutan akan juga memupuk kesetiaan dan Kasih setia. Dan karena itu pula cinta kasih terbukti merupakan kebaikan yang bernilai. Dan kesetiaan atau kasih setia itu adalah nilai yang paling baik. Contoh sebaliknya untuk ini : Justru saya bertanya tanya visi yang bagaimana kalau perpecahan keluarga menjadi sajian rutin di stasiun TV tertentu dalam bentuk synetron.

Sebaliknya lagi para moralis mengecam habis habisan sifat kemelekatan. Kemelekatan memang sejenis kesetiaan dan konsistensi tetapi terhadap hal yg tidak prinsip, kurang disadari cenderung merugikan,egois,dan tertutup. 

Bentuk kemelekatan dalam bidang hobby, bisa menunjang kesehatan,seperti hobby olahraga. Kemelekatan dibidang makanan dan minuman bisa jadi merugikan kesehatan, seperti obat-obatan diluar kontrol dokter, juga disini rokok menjadi catatan utama.  

Konsistensi dan kemelekatan dibidang ide gagasan, wawasan yang nyata dimuka umum dinilai salah, bisa membuat orang berpola pikir fanatik dan tertutup. Padahal pola pikir  dan kemelekatan yang berbau kognisi dan afeksi ini menurut beberapa psokolog sungguh bisa sangat mempengaruhi mood, mindset, dan akhirnya karakter dan kehidupan seseorang.(https://dosenpsikologi.com.)

Maka seorang pembina spiritual J.Sudriyanto SJ menulis dalam salah satu bukunya bahwa bahkan kepuasan-kepuasan batiniah beribadat pun sungguh hanya sampai kepada pemuasan diri (Ego) Ego yang halus itu terjebak pada Diri sendiri yang kendati menelusuri jalan kepada Tuhan, tidak mampu move-on. Ego tidak dapat melepaskan diri dari hal hal seperti ilusi cinta, kelekatan pada keinginan bukan kebutuhan, konflik batin, ketakutan akan dosa, libido, rasa tidak aman (terancam fisik maupun psikologis), ketegangan hubungan, dll. 

Kontroversi Kesetyaan (Konsistensi) dan Perubahan (move-on)  J.Sudaryanto menawarkan gagasan Jalan lewat Pencerahan. Pencerahan di upayakan melalui kecerdasan spiritual ditopang Keheningan dan Doa. Dan move-on yang diperoleh adalah Transformasi Ego Hal ini pernah kutulis disini : https://www.kompasiana.com/ astokodatu/5b2b1aed5e13736e6f459692/move-on-dan-transformasi-ego

Dalam pembelajaran permenungan ini dimana sudah memasuki halaman keberimanan, maka saya memperoleh kesimpulan ini fenomenologis saja: 1.Orang setia, tekun dan disiplin akan move on dalam dan oleh sistem berproses alami dgn Faktor X nya. 

2.Kemelekatan, khususnya secara kognitip dan afektif membuat hambatan move-on gaya Transformasi Ego.

Demikian permenungan saya, tolong terima salam hormat saya, dengan penuh terima kasih saya atas kesediaan pembaca yang budiman.,

Ganjuran, 30 November 2018

Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun