Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Kehidupan

18 September 2018   14:04 Diperbarui: 18 September 2018   14:27 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada awal bulan September ini Admin Facebook membuat vcd buat saya tentang saya dengan judul: Momen Emmanuel di bulan Agustus.  VCD itu kembali saya publikasikan dengan pernyataan sebagai berikut: "Tolong terima permintaan maaf saya kepada semua teman yg saya kecewakan, dan terima kasih saya kepada semua yang memberi perhatian ataupun dukungan pada sikap dan pola pertemanan kita selama ini." 

Tanggapan apa yang saya terima. Sering kali kita dibuat tertegun karena tidak menduga terhadap respon yang diberikan kepada kita. Atau kita mendapat sapaan teguran yang tidak kita harapkan sebelumnya.

Sebuah tanggapan mengatakan : Bapak, tidak ada yang harus dimaafkan.  Yang lain merespon :  ".... tdk ada yg perlu dimaafkan.

Bagi saya Bpk ....... adalah figur yg bisa jadi panutan."  ........Puji Tuhan, bisa jadi,belum jadi,... tetapi itulah hal-hal yang membuat saya harus me-refleksi diri. Ini tadi baru dari medan media masa sosial Facebook, yang berhasil membuat jejaring pertemanan. Masih ada beberapa pertemanan diluar Facebook yang membutuhkan saya harus berrefleksi.

Refleksi.   Pertanyaan pertama kepada diri saya adalah apa yang membuat rekan Fesbuker itu menilai diri saya "..bisa jadi panutan"  ?  Saya memang belakangan banyak menulis di Facebook. 

Bahkan kebiasaan saya menulis di Kompasiana menurun drastis. Sebelumnya tulisan saya di Kompasiana bisa mencapai sebulan 7 buah artikel sementara belakangan saya hanya menulis  2- 4 buah artikel.Seorang teman mengatakan bahwa di Facebook atau juga Twitter sekarang ini sangat terrasa, seperti kita sedang di gardu ronda dan bebas berkata dan berbicara.

Baik itu berupa tanggapan terhadap peristiwa maupun curah hati karena penuhnya hati oleh tekanan sindiran olokan maupun ejekan teman.

 Saya memang berusaha hati hati memberi sapaan, menyampaikan tanggapan situasi aktual, tanpa menyakiti hati orang. Saya mengakui dan berusaha jujur sebagai seorang beriman dan berusaha menyampaikan gagasan, wawasan yang saya miliki dan yang bisa dipahami diterima oleh semua teman dengan berbagai iman kepercayaan, suku bahasa budaya, dan paham politik, agama dst.. Dengan bahasa mentereng saya berusaha bicara berbagi tentang nilai nilai universal.

Dalam pengalaman perjumpaan dengan teman Facebooker banyak sekali saya menerima pelajaran dari orang muda maupun orang seumur, mereka bertanya, mengajak bahkan dengan sangat sopan "menuntut" saya untuk menjadi "orang" yang seperti mereka imaginasikan. 

Entah sebagai orang bijak, orang cerdas, orang tua, kakek, bapak, abang, bahkan kekasih, atau orang yang berbelas kasih. Dari hal itu terrasa teman-teman itu berfikir positif kepada saya. Itu semua membuat saya harus semakin berrefleksi dan mawas diri..

Padahal saya hanya berniat berbagi wawasan, gagasan, nilai, kebaikan yang saya hayati seketika menulis di media itu, atau hasil saya mendengar serta mendengarkan saat beribadat pagi di gereja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun