Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vitalitas dan Harapan

15 Februari 2018   05:40 Diperbarui: 15 Februari 2018   13:21 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay.com)

Mari mencari tahu, belajar dengan cara mudah dari kehidupan, tentang kehidupan daya gerak dan harapan kedepannya.

Baru saja saya berwawancara dengan teman yang sedang berulang tahun. Dia seorang ibu yang masih harus mengawal anak-anak yang menyongsong kedewasaannya dan ada pula yang sudah berkeluarga. Tetapi hati seorang ibu belum bisa tega membiarkan begitu saja semua anak-anak, buah hatinya itu, kemedan kehidupan mereka. 

Dan menjawab pertanyaan saya rupanya "momong" (istilah ibu itu) mengasuh, mendampingi mereka itulah hidup kedepan ibu itu. Pertanyaan yang saya ajukan sengaja pada hari ulang tahunnya. Dan saya mengulang sampaikan Happy Birth Day padanya serta membesarkan hatinya dengan mengatakan bahwa niat dan harapan "Momong" itulah yang akan membuat kita panjang umur, dst. Daya gerak kehidupan (vitalitas) ibu itu adalah bahwa kehadirannya seutuhnya dan segalanya untuk kesejahteraan kebahagiaan anaknya dirasa masih dibutuhkan.

Pengalaman itu meneguhkan saja apa, yang tiap hari beberapa waktu terakhir ini mengisi keluarga saya sendiri. Bukan karena saya masih harus mengurus anak-anak saya yang tinggal di jauh diluar rumah saya, tetapi ibu pembantu rumah tangga kami. Setiap pagi datang membuatkan sarapan kami sambil curhat. Ibu ini mempunyai dua orang putri yang juga telah berkeluarga dan masing masing mempunyai anak pula. Ibu Pembantu Rt saya ini belum berhasil memandirikan keluarga anak2nya. 

Dua putri yang sulung kesayangan ayahnya yang muda kesayangan ibunya. Persaingan dua ibu muda itu hanya berkisar berlomba kemanjaan pada ortu mereka. Setiap pagi kami mendengar cerita pendek cerita panjang bersambung tentang dua keluarga muda yang manja kepada ayah-bundanya. Dan kendati keluh kesah berkepanjangan, tetapi rasa sayang pada anak2 dan cucu-cucu mereka terus membuat cerpen-cerpen bagi kami setiap pagi dan sore.

Dialog-dialog saya semua itu membuat saya mengambil dua langkah-langkah berikut ini. Satu, saya ingin mencari pembanding lagi tentang sikap ortu kepada anak-anak, dan dalam rangka orang tua itu melihat ke masa depan mereka sendiri. Berikutnya.Kedua, saya ingin mencari tahu bagaimana harapan anak-anak tentang dirinya kedepannya dari orang tua mereka.

Saya menemui seorang rekan sepengabdian dikelompok lansia, sebut saja Bp. Supriadi, berumur 69 th. Dia pernah menjadi guru sekolah dasar, kepala sekolah SMP, bahkan 2 tahun menjadi dosen sebuah perguruan tinggi, sebelum berhenti pada tahun 2011, dan memilih menjadi petani organik di Bantul DIY. Jenjang pendidikan yang selalu dibanggakan adalah ST.Filsafat Driarkoro Jakarta, yang ditempuh sambil bekerja sebagai pengajar bidang studi sosial kemasyarakatan dan politik. 

Proses pembelajarannya itu yang menjadikan peluang tahapan peningkatan karirnya. Bp.Supriadi berputra 3 orang, sungguh berhasil didewasakan, boleh memilih berkarya dibidang apa saja asal berani bertanggung jawab (katanya). Maka puteranya 2 orang sebagai guru/ pengajar/ dosen dan seorang yang lain wiraswasta...Bp. Supriadi manarik perhatian saya karena berani hidup kembali dari hidup di Jakarta dengan budaya metro perkotaan pulang kedesa dengan kesederhanaannya didunia pertanian. 

Berdua dengan isteri bahu membahu menghidupi kehidupan petani seperti biasanya didusunnya. Saya sudah mendengar bagaimana dia dengan penuh disiplin membina para putra dan sekarang purna tugas disamping sebagai petani masih menerima tugas membantu pastor Gereja membina hubungan antar umat beragama dan berkepercayaan baik di wilayah setempat maupun kegiatan ditingkat daerah lebih luas.

Oleh Bp.Agus Supriadi menjawab pertanyaan saya, disampaikan secara tertulis tentang harapan akan hari depan, dalam 14 butir. Apabila saya kaji maka sebenarnya dia menegaskan 3 hal ini :

* Orang lain baginya,"liyan", the other, itu bukan musuh, bukan pesaing, tetapi bagian dari dirinya. Maka dia bersedia selalu tulus ikut mengembangkan dan menyediakan diri untuk bekerjasama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun