Setiap sebulan sekali, warga di dusun saya membawa sampah yang sudah dikumpulkan secara terpilah ke balai dusun untuk disetor di bank sampah desa. Dari yang awalnya kegiatan tersebut hanya diikuti ibu-ibu PKK saja, membuat saya sadar dari sampah yang dulunya dianggap tidak ada gunanya malah bisa jadi duit dan bisa menambah saldo tabungan kita. Dari situ saya mulai semangat memilah sampah, bank sampah bukan hanya tempat pengumpulan sampah saja, tetapi ruang interaksi sosial. Ada obrolan tentang harga jual plastik, diskusi soal kebijakan desa, bahkan gerakan kecil yang mendorong anak-anak belajar memilah sampah sejak dini. Yang menarik, sampah yang dulunya dianggap kotor dan tak bernilai menjadi penggerak perubahan. Dari sampah bisa menghubungkan warga, mengubah kebiasaan warga dan membuka cara pandang baru soal lingkungan. Dari pengalaman ini, saya melihat bahwa teori Actor-Network Theory dari Bruno Latour sangat relevan untuk memahami bagaimana gerakan sosial bisa tumbuh dari hal-hal yang tampaknya sepele seperti sampah.
Menurut Bruno Latour, lewat Actor Network Theory atau ANT, membentuk kehidupan sosial bukan hanya manusia saja, tapi juga benda-benda seperti sampah, timbangan, buku tabungan, karung, bahkan catatan penjualan. Dalam teori ini, semua hal baik manusia maupun benda memiliki peran penting dan dapat saling mempengaruhi. Jadi, perubahan perilaku kita yang membuat rajin menyetorkan dan memilah sampah di bank sampah itu bukan hanya karena kesadaran kita sendiri, tetapi juga karena ada sistem dan alat-alat yang bantu membentuk cara pikir kita. Misalnya saja, karena ada harga jual sampah yang dicatat dan ditimbang kita jadi rajin untuk ngumpulin. Artinya, sampah bukan cuma menjadi barang buangan, tapi juga menjadi "aktor" yang membuat perubahan dan kesadaran baru di dalam masyarakat.
Teori Actor-Network Theory diperkenalkan oleh Bruno Latour (1947--2022), seorang sosiolog dan antropolog sains asal Beaune, Prancis. Latour dikenal luas karena pendekatannya yang menyatukan studi sains, teknologi, dan masyarakat. Ia banyak dipengaruhi oleh pemikir seperti Michel Serres dan bekerja di tengah arus kritik pasca-1968 terhadap dominasi sains dan teknologi dalam kehidupan sosial. Bersama rekannya seperti Michel Callon dan John Law, Latour menolak pandangan bahwa hanya manusia yang membentuk masyarakat, dan memperkenalkan ANT sebagai cara melihat dunia sosial sebagai jaringan dinamis yang melibatkan manusia dan non-manusia secara setara. Latar belakang politik dan akademik Eropa saat itu, yang mempertanyakan otoritas tunggal ilmu pengetahuan, mendorong Latour untuk mengembangkan teori yang lebih inklusif dan desentralistik.
Salah satu karya utama Latour yang menjelaskan pendekatan ini adalah bukunya Reassembling the Social: An Introduction to Actor-Network Theory (Oxford University Press, 2005). Dalam buku ini, Latour mengajak pembacanya untuk melihat secara lebih luas tentang masyarakat, bukan hanya mengandalkan manusia sebagai pusatnya, tetapi juga melihat benda-benda yang disekitarnya. Jika diterapkan dalam konteks bank sampah, karung plastik, buku tabungan, petugas pencatat, sampai harga sampah per kilo bukan hanya sekedar alat bantu, tetapi semuanya memiliki peran. Semua membuat kita sadar bahwa sampah tenyata punya nilai, dan dari kesadaran itu muncul gerakan-gerakan kecil tapi nyata untuk memilah, menyetor, dan memanfaatkan sampah demi kebaikan bersama dan ekonomi keluarga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI