Mimpi yang Tak Dianggap: Ketika Luka Menjadi Cahaya
Kemarin, Senin 6 Oktober 2025, saya mendapat kehormatan menjadi salah satu narasumber dalam peluncuran buku Mimpi yang Tak Dianggap karya Heny Suhaeny, bertempat di BSI Bank Syariah Indonesia UMKM Centre. Sebuah acara sederhana, namun sarat makna dan penuh air mata perjuangan.
Buku ini bukan sekadar kisah seorang perempuan, tapi kisah tentang keberanian manusia untuk bangkit dari luka terdalam. Tentang seorang ibu rumah tangga yang pernah hancur, namun memilih tidak menyerah. Tentang Heny yang pernah dikhianati, ditinggalkan, bahkan diuji di titik terendah, namun justru menemukan dirinya dalam doa dan pengharapan.
Ia tak mengambil sedikit pun harta gono-gini dari masa lalunya. Ia memilih berdiri di atas kaki sendiri, memohon pertolongan Allah, dan menata ulang hidupnya demi masa depan anak tercinta. Dari nol, ia bangkit. Dari duka, ia mencipta. Dari air mata, lahirlah inspirasi.
Saya mengenal sosok Heny bukan hanya sebagai penulis, tapi juga sebagai rekan seperjuangan dalam organisasi Apindo Sulsel. Ia adalah pribadi yang tangguh, pantang menyerah, dan selalu memiliki semangat untuk belajar serta berbagi. Karena itulah saya bersama sahabat saya, Rahman Rumaday, pendiri Kampus Literasi, turut membersamainya dalam perjalanan ini. Kami percaya, mimpi sebesar apa pun akan menemukan jalannya jika dijalani dengan hati yang bersih dan niat yang tulus.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh banyak tokoh inspiratif: Ibunda saya Hj. Nurhayati K. Djaropi, Prof. Asdar, Kepala Dinas Perpustakaan Dr. Aryati Puspasari, Dr. Dirk, Ketua REI Machmud Lambang, Ketua DPK Apindo Sidrap Ahmad, penulis senior Dahlan, Ketua Apindo Sulsel Suhardi, Pembina Apindo Herman Agus, dan Dr. Sudarman. Turut hadir pula sahabat kami, Razak Nurdin, yang berperan besar dalam proses percetakan buku ini hingga bisa tersaji dengan indah di tangan para pembaca.
Suasana acara semakin hangat ketika Heny berbagi hadiah buku kepada para tokoh yang hadir sebagai bentuk penghargaan dan terima kasih. Yang paling mengharukan, diberikan pula hadiah umrah kepada distributor Shean dari Bone yang telah berhasil menjual 15.000 pcs produk Shean, bukti nyata kerja keras, ketekunan, dan keberkahan dalam usaha.
Pada kesempatan itu, saya juga mempersembahkan sebuah puisi khusus untuk Heny Suhaeny, sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi atas perjuangannya yang luar biasa. Puisi yang lahir dari rasa kagum dan haru melihat perjalanan seorang wanita yang menjadikan luka sebagai lentera kehidupan.
Di akhir acara, kami semua yang terlibat, termasuk para narasumber dan panitia, menerima penghargaan dari Heny atas dedikasi dan dukungan kami hingga acara ini berjalan sukses. Momen itu menjadi penutup indah dari sebuah hari penuh inspirasi, air mata, dan rasa syukur.
Heny mungkin hanya lulusan dari Universitas Indonesia Timur, tetapi semangat dan perjuangannya telah melampaui batas gelar dan kampus mana pun. Ia membuktikan bahwa kesuksesan bukan tentang di mana kita belajar, tetapi tentang bagaimana kita belajar dari kehidupan.