Konflik di Timur Tengah kembali memanas. Kali ini, bukan hanya dentuman rudal atau suara pesawat tempur yang menggelegar, tapi juga pernyataan keras dari pemimpin global: Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, Putin dengan tegas menyatakan bahwa serangan terhadap Iran "tidak memiliki dasar hukum maupun justifikasi yang jelas." Sebuah pernyataan yang tidak hanya menantang narasi Barat, tetapi juga memperlihatkan arah baru dari konstelasi geopolitik dunia.
Amerika Serikat baru-baru ini melancarkan serangan udara ke fasilitas nuklir Iran, memicu eskalasi yang berpotensi meluas menjadi konflik regional terbuka. Iran menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran kedaulatan. Kini, Rusia turun tangan bukan dengan rudal, tetapi dengan diplomasi tajam dan pernyataan dukungan terbuka.
Langkah Putin tidak bisa dibaca hanya sebagai kepedulian regional. Ini adalah pesan strategis: bahwa dominasi naratif dan militer Barat tidak lagi bisa dibiarkan berjalan sepihak. Rusia menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar penonton pasif, melainkan aktor aktif dalam panggung global, terutama ketika menyangkut sekutunya.
Pernyataan Putin di Kremlin menegaskan dua hal penting. Pertama, Rusia kini berani mengadvokasi sekutunya secara terbuka di forum internasional, seperti Dewan Keamanan PBB. Kedua, bahwa aliansi antara Moskow dan Teheran bukan hanya retoris, melainkan semakin nyata di tengah tekanan geopolitik global.
Dalam konteks global yang semakin multipolar, kita menyaksikan perubahan wajah diplomasi internasional. Hegemoni tunggal yang selama ini didominasi oleh Barat, terutama Amerika Serikat, mulai menemukan tantangan serius. Rusia dan Iran, meski bukan tanpa kepentingan sendiri, kini mengusung narasi alternatif: tentang kedaulatan, tentang perlawanan terhadap unilateralisme, dan tentang hak negara untuk menentukan masa depannya sendiri.
Pertanyaannya kini: apakah dunia siap menerima poros kekuatan baru yang berani menantang tatanan lama? Ataukah kita akan terus terjebak dalam logika "siapa kuat dia benar"?
Sebagai publik Indonesia, kita tentu harus mencermati ini dengan seksama. Bukan untuk ikut memihak secara membabi buta, tapi untuk memahami bahwa politik internasional hari ini semakin kompleks. Dan dalam kompleksitas itu, suara-suara yang selama ini dibungkam mulai menemukan ruangnya.
Sejarah mencatat: kekuatan baru selalu lahir dari krisis lama. Dan mungkin, kita sedang menyaksikan kelahiran itu di Moskow dan Teheran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI