Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

6 Alasan Ala Saya Memilih Naik Transportasi KRL Commuter Line

31 Agustus 2023   16:57 Diperbarui: 31 Agustus 2023   16:58 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu, ketika melihat gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line yang penuh dengan penumpang berdesakan, nyali saya ciut dan memilih untuk menghindari naik moda transportasi yang dikelola oleh KAI Commuter ini. Hingga dihadapkan pada kenyataaan bahwasanya kemacetan di Jabodetabek ini sudah menjadi semacam teror, semacam mimpi buruk di malam hari. Saya sering mati kutu jika menghadapi macet, apalagi melihat berbagai macam kendaraan seperti sedang parkir, tidak bergerak. Mau baca buku atau main HP kepala rasanya pusing, akhirnya hanya bisa merenung, tidur, dan terkadang mengobrol dengan driver.

Saya tidak bisa berdamai dengan macet. Bila ada kesempatan menghindari macet, saya akan melakukannya. Bagi saya KRL adalah salah satu cara untuk menyelamatkan diri dari kemacetan Jakarta. Bagi warga yang bekerja di Jakarta namun tinggal di luar Jakarta, KRL Commuter Line semacam oase di tengah padang pasir. Akhirnya, saya pun menasbihkan diri sendiri sebagai ANKER (Anak Kereta).

Menunggu KRL (DokPri)
Menunggu KRL (DokPri)

Pertama kali naik KRL, saat jam sibuk, seketika saya syok karena harus berdesakan di dalam gerbong. Bahkan, badan saya rasanya pegal-pegal sampai beberapa hari kemudian. Semacam saya tergencet dalam gerbong di antara puluhan manusia. Seakan hidup terasa semakin berat. Lalu, apa alasan saya justru semakin merasa nyaman menggunakan KRL Commuter Line? Hingga ke mana pun pergi, jika ada jalur KRL, pasti bakal naik KRL. Seakan pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah kata pepatah.

Berikut 6 alasan saya memilih naik KRL Commuter Line:

1. Terhindar dari kemacetan Jakarta

Ya, seperti yang sempat saya singgung bahwasanya kemacetan membuat mati kutu, perlu memilih moda transportasi yang mampu membebaskan saya dari mimpi buruk itu. Salah satunya dengan naik moda transportasi yang dikelola oleh KAI Commuter, yakni KRL Commuter Line. Bagi warga yang bekerja di area Jabodetabek namun tinggal di luar kota, KRL bisa menjadi solusi untuk menyelamatkan diri dari kemacetan.

Meskipun tidak dipungkiri bahwasanya naik transportasi yang dikelola oleh KAI Commuter ini harus siap berdesakan antar penumpang. Begitulah, hidup di Jakarta, semua harus serba bersaing, termasuk saat naik KRL sekali pun. Apalagi pada jam berangkat-pulang kerja di hari kerja pula. Rasanya seperempat penduduk dunia sedang dalam gerbong KRL. Namun, saya lebih memilih berdesakan dalam gerbong KRL daripada harus bengong berjam-jam di dalam kendaraan mengantre jalanan.

Waktu saya tidak habis di jalan sebab bisa segera pulang ke indekos dan melakukan hal lain daripada harus duduk gelisah mendengar bunyi klakson dengan emosi tertahan. Juga, saya selalu merasa bahwa menjadi penumpang KRL adalah sebuah kehormatan. Lihat saja, ketika KRL lewat, semua orang akan berhenti di palang pintu rel memberikan penghormatan kepada penumpang KRL untuk lewat lebih dahulu. Haha

Tips alaku bagi beginner atau yang baru mau mencoba naik KRL, jika dalam gerbong berdesakan, anda bisa menunggu kereta selanjutnya yang hanya berjarak beberapa menit saja. Namun, apabila tergesa, hadapi saja dengan slow dan santai. Tidak perlu melawan pergerakan manusia yang macam gelombang tsunami mini. Jika mereka mendesak ke kanan, ikutkan saja badan ke kanan. Pun jika ke kiri, ke depan atau ke belakang. Sebab jika melawan malah badan terasa sakit semua. Selain itu, usahakan memilih gerbong khusus perempuan yang ada di gerbong paling depan dan paling belakang jika tidak ingin berdesakan dengan laki-laki. Itu akan membuat anda (penumpang perempuan) lebih merasa nyaman.

Meskipun harus berdesakan, mesin pendingin yang ada di dalam gerbong KRL berfungsi dengan baik. Ini juga menjadi penghibur buat penumpang.

Selain itu, juga harus waspada dengan barang bawaan. Bila tidak terlalu penting, barang bawaan bisa ditaruh di bagasi atas. Namun, bila tas berisi bawaan penting seperti dompet, HP, dan sebagainya, taruhlah di depan badan agar mudah untuk mengawasinya.

Tidak hanya di dalam gerbong KRL Commuter Line, biasanya di stasiun juga ramai penumpang apalagi di stasiun transit Manggarai. Anda harus selalu waspada dengan barang bawaan.

Saya sempat merasa “patah hati” ketika ada kebijakan KRL transit di stasiun Manggarai untuk pengoptimalan fungsi stasiun. Semenjak itu penumpang semakin riuh ramai menunggu kereta di stasiun Manggarai. Namun, saya yakin KAI Commuter terus berupaya menghadirkan layanan transportasi Commuter Line yang aman dan nyaman untuk seluruh warga masyarakat di Jabodatabek.

2. Menghemat waktu dan biaya

Naik KRL Commuter Line lebih cepat sehingga memangkas waktu di perjalanan. Anda tidak perlu membuang waktu untuk macet, lampu merah, atau pun ban bocor, bukan? Setiap berhenti di stasiun pun tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 1 menit saja.

Selain waktu, anda juga bisa menghemat biaya perjalanan. Sekali perjalanan menggunakan KRL Commuter Line, anda akan dikenakan biaya sekitar 4000-5000 rupiah saja. Jumlah biaya ini sangat terjangkau, bukan?

Anda bisa cek jadwal kereta, tarif perjalanan, serta peta rute di website berikut: website KAI Commuter Line

3. Fasilitas yang tersedia dan petugas kereta yang sat-set

Alasan selanjutnya harus naik KRL adalah fasilitas yang tersedia di setiap stasiun. Mulai dari toilet, posko keamanan, ruang menyusui bagi busui, tempat ibadah bagi umat muslim (musala), minimarket, tempat makan, hingga tempat untuk mengisi daya piranti elektronik, semua ada. Saya pernah mampir toilet di stasiun Pondok Cina dan alangkah bahagianya melihat toilet yang bersih, sabun, air, dan tisu tersedia di sana.

Selain fasilitas, petugas KRL Commuter Line yang membersamai perjalanan juga sat-set dan helpful. Pernah waktu itu dalam perjalanan ada yang pingsan, setelah kami lapor ke masinis, di pemberhentian stasiun para petugas langsung berhamburan menuju gerbong tempat si pingsan berada. Lalu, saya juga pernah melihat petugas mendampingi teman penyandang disabilitas, waktu itu teman netra untuk masuk ke dalam gerbong KRL.

Tidak hanya itu, jika masih bingung atau ragu dengan semua petunjuk atau sign board yang terpampang di stasiun, entah itu terkait peron, rute kereta, atau lainnya, petugas di stasiun siap menjawab setiap pertanyaan dengan jelas.

Petugas juga siap siaga di pintu masuk KRL (DokPri)
Petugas juga siap siaga di pintu masuk KRL (DokPri)

4. Melatih kegesitan dan membakar kalori

Kejar-kejaran dengan kereta, naik-turun belasan tangga di stasiun, tentu membutuhkan stamina. Selain stamina yang kuat, untuk menjalani kehidupan sebagai anker, anda harus mempunyai tubuh yang gesit. Berjalan setengah lari di antara kumpulan manusia, mengejar kereta, naik turun-tangga adalah rutinitas yang tanpa disadari melatih otot sehingga membuat tubuh lebih gesit.

Hampir di setiap stasiun sekarang anda bisa menghitung jumlah kalori yang terbakar jika naik-turun tangga. Ada angka jumlah kalori yang terbakar di setiap anak tangga yang anda lalui. Nah, sekalian olahraga, bukan?

Tangga di stasiun lengkap dengan keterangan jumlah defisit kalori (DokPri)
Tangga di stasiun lengkap dengan keterangan jumlah defisit kalori (DokPri)

Selain anak tangga, escalator, dan lift/elevator juga tersedia di stasiun. Escalator biasanya penuh juga saat jam sibuk, sehingga saat naik-turun pun harus tetap berjalan. Tidak perlu khawatir, bagi lansia, ibu hamil, ibu dengan balita, juga penyandang disabilitas disediakan lift prioritas.

5. Mengasah empati

Apa hubungannya empati dengan naik KRL Commuter Line? Begini, dalam gerbong ada tempat duduk bagi penumpang prioritas, ada juga tempat duduk non prioritas yang bisa digunakan penumpang yang lebih dulu dapat. Jika penumpang naik dari stasiun awal, biasanya akan mendapatkan tempat duduk dalam kereta. Sepanjang perjalanan bisa duduk nyaman sambil tidur sementara ada yang berdiri berdesakan.

Sepulang kerja, siapa yang tidak capek? Pasti ketika dapat tempat duduk di kereta rasanya bahagia. Namun, seringkali baru duduk sebentar di stasiun berikutnya harus rela memberikan tempat duduk untuk penumpang yang lebih membutuhkan. Rasanya sangat berat, apalagi kalau sudah ngantuk dan mata ingin terpejam karena capek. Saat itulah empati diuji, memberikan tempat duduk bagi penumpang yang lebih membutuhkan meskipun diri sendiri sedang membutuhkannya.

Namun, jika anda sudah terlatih bertahun-tahun menjadi anker, tidak hanya empati yang terasah. Beberapa kemampuan lain seperti tidur sambil berdiri, nonton film atau main game sambil berhimpitan, jurus meringankan badan untuk bertukar tempat dengan penumpang yang akan turun pun ikut terasah dan anda bisa menjadi seorang “suhu anker”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun