Mohon tunggu...
Askar Nur
Askar Nur Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa yang segera sarjana

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harapan kepada SYL

28 November 2019   02:00 Diperbarui: 28 November 2019   02:59 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

25 Oktober lalu di kolom opini jawapos.com, Okky Madasari_Novelis sekaligus kandidat PhD National University of Singapore_ menulis sebuah opini gurih dan apik tentang harapan kepada Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru.

Okky mengawali tulisannya dengan sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh Nadiem Makarim di masa awal jabatannya, "Kenapa banyak anak muda terdidik, para lulusan perguruan tinggi, yang berakhir menjadi "driver" Gojek atau Grab?"

Pertanyaan tersebut kiranya bukanlah sentimen negatif yang berujung pada 'Ad Hominem' terhadap Nadiem melainkan harapan tersendiri dari Okky agar kiranya Nadiem mampu menjawab dengan mengembalikan cita dari pendidikan sebagai ruang pencetak generasi dan pemimpin muda yang berkepribadian mandiri dan jujur.

Bagi Okky, Gojek adalah wujud keberhasilan seorang anak bangsa dalam melahirkan karya yang berdampak. Tapi, di sisi lain, Gojek menjadi cermin dari sebuah kegagalan sistem pendidikan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaing. Sekaligus mampu bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Okky tentu menginginkan citra pendidikan yang hadir dalam dunia nyata seperti yang termaktub dalam UUD 1945. Sekilas harapan Okky terhadap Mendikbud yang baru.

Di lain cerita, tulisan ini bukan hendak mengulas ulang tulisan dari Okky Madasari melainkan juga hendak mengutarakan hal yang sama yakni sebuah harapan terhadap Menteri baru namun bukan pada Nadiem akan tetapi kepada salah satu Menteri terpilih dan satu-satunya dari provinsi Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai Menteri Pertanian.

Historisitas Kepemimpinan SYL

"Don't Stop Komandan", sebuah jargon yang melekat pada diri SYL menjelang pilgub Sulawesi Selatan 2013 lalu. Sepak terjang SYL sebelum menduduki jabatan Menteri Pertanian seperti saat ini bukanlah ihwal yang terbilang mudah, semuanya tidak terlepas dari perjuangannya yang gigih. Mulai dari jabatan tingkat desa/keluruhan, bupati Gowa dua periode hingga dua periode pula menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.

Kendati demikian selama dua periode di bangku bupati dan gubernur, tentunya ia telah menciptakan dan mengusahakan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat dan Sulawesi Selatan serta telah mengisi kekosongan di relung hati masyarakat namun ihwal tersebut bukanlah sebuah jaminan bahwa seluruh masyarakat yang telah ia pimpin pro terhadap apa yang pernah ia lakukan.

Kiranya, itu merupakan keniscayaan dalam sebuah struktur kepemimpinan, tak semua orang pro ataupun kontra terhadap pemimpinnya. Seperti adagium lama bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan begitupun SYL selama menjadi pemimpin di Sulawesi Selatan, sebaik-baiknya ia menjalankan amanah tapi tentunya tak semua orang pro terhadapnya karena telah menjadi hukum kepastian bahwasanya tak seorang pun yang mampu membawa kesenangan terhadap semua manusia.

Namun bukan berarti harus mengacuhkan mereka yang tidak pro melainkan tugas ultim seorang pemimpin adalah memecahkan polemik yang menjadi alasan antipatinya orang-orang yang dipimpinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun