Mohon tunggu...
Asima Sitorus
Asima Sitorus Mohon Tunggu... Psikolog - Seorang mahasiswa yang tidak ambis

Aku suka menulis karena menulis membuat ku lupa akan masalahku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Konflik Lahan di Kalijodo dan Kaitannya dengan Teori Konflik Habermas

7 Desember 2021   21:38 Diperbarui: 7 Desember 2021   22:00 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Analogi konflik bawang bombay

Penulis : Asima Pane, Adinda Nabila

Jakarta merupakan salah satu kota dengan perekonomian yang tinggi di Indonesia karena kedudukannya sebagai ibu kota dari Indonesia. Berbagai bidang industri dan perekonomian tumbuh dan berkembang pesat di kota ini. Tak heran bila banyak masyarakat yang berasal dari luar kota Jakarta berusaha untuk mengadu nasib, berharap agar hijrahnya mereka ke Jakarta merupakan sebuah keberuntungan. Dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang sering berdatangan menjadikan lahan-lahan di Jakarta tergerus habis. Lahan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok papan manusia untuk tempat tinggal menjadi hal utama yang dicari ketika seseorang sampai di Jakarta. Lama kelamaan, lahan di Jakarta berkurang dan semakin padat. Salah satu kawasan yang dapat dilihat yakni di daerah Jakarta Utara, tepatnya di Kalijodo di banyak kawasan yang seharusnya menjadi kawasan hijau namun banyak dibangun rumah oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini menjadikan kepemilikan lahan di Kalijodo menuai konflik.

 

Wilayah dan Konflik

            Wilayah Kalijodo memiliki luas sekitar 1,6 hektar dan masuk dalam dua wilayah administrasi, yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Utara.  Sejumlah problematika mulai lahir dan berkembang ketika masyarakat yang bermukim di Kalijodo menyalahgunakan fungsi dari lahan tersebut. Tingginya frekuensi pengunjung di sekitar Kalijodo dijadikan sebagai peluang bagi masyarakat sekitar yang tidak memiliki penghasilan / pekerjaan tetap. Hingga pada akhirnya kawasan Kalijo berkembang sebagai tempat bisnis prostitusi. Semakin berkembangnya bisnis prostitusi mendorong para penguasa wilayah Kalijodo untuk mengantisipasi hal-hal yang bisa mengancam keamanan dari bisnisnya dengan cara merekrut preman yang bertugas untuk mengamankan bisnis judi dari usaha penertiban oleh aparat. Tingginya angka kriminalitas di kawasan Kalijodo bahkan membuat polisi tidak berani masuk ke wilayah tersebut karena risiko yang terlalu besar, tujuan keamanan yang hendak dicapai justru sulit dicapai dan terjadinya aksi pembunuhan, pengrusakan, dan  pembakaran  di  sekitar  kawasan tersebut.

            Problematika yang terjadi di Kawasan Kalijodo mendorong Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjabat saat itu untuk melakukan penertiban dengan menutup Kalijodo. Karena menurut Ahok kawasan Kalijodo adalah tanah Negara sehingga harus digunakan untuk hal positif (Detik.com, 2016). Rencana penutupan ini kerap mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, beberapa dari mereka menyatakan bahwa mereka telah rutin membayar pajak setai tahunnya dan mengaku memiliki sertifikat kepemilikikan hak atas tanah yang diakui oleh lurah dan notaris. Masyarakat kawasan Kalijodo merasa berhak untuk bermukim dan memiliki bangunan . Hingga pada akhirnya sejumlah konflik terjadi antara pemerintah, aparat dan masyarakat setempat.

Analisis Konflik dan Teori

Konflik mengenai kepemilikan lahan di Kalijodo nyatanya banyak dilatarbelakangi oleh berbagai hal, di antaranya adalah kawasan yang digunakan untuk tempat perjudian dan prostitusi yang menjadikan Pemerintah DKI Jakarta semakin tidak menerima kelonggaran terhadap penggusuran daerah ini. Permasalahan mengenai hak atas kepemilikan tanah ini pun semakin rumit. Sebagian masyarakat Kalijodo memang mempunyai beberapa surat yang menyatakan bahwa bangunan dan lahan tersebut adalah milik mereka, namun surat-surat yang mereka tunjukkan nyatanya dapat dikatakan bukan merupakan tanda bukti hak yang dapat diterima oleh Pemerintah DKI Jakarta atau pemerintah setempat. Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya berisi bahwa sanksi pidana dapat diberlakukan terhadap mereka yang memakai atau menggunakan lahan tanpa adanya izin dari pihak yang berhak atas tanah tersebut (Arny, 2019). Namun, berdasarkan peraturan tersebut juga dapat dilakukan musyawarah terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah.

Masyarakat pun menuntut ganti rugi dari pemerintah akibat adanya penggusuran tersebut karena bagaimana pun dengan adanya penggusuran tersebut membuat beberapa masyarakat terdampak kehilangan lahan dan tempatnya untuk bekerja. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang memberikan fasilitas kepulangan warga setempat yang berasal dari luar kota dan menyediakan relokasi hunian bagi warga Jakarta (Arny, 2019). Namun, Pemerintah Provinsi tidak menerima adanya permintaan ganti rugi lainnya dari masyarakat yang menuntut karena dari sudut pandang Pemerintah DKI, warga tersebut sudah menggunakan lahan yang seharusnya tidak diizinkan untuk digunakan.

Konflik lahan ini dapat dilihat berdasarkan teori konflik dari Jurgen Habermas mengenai adanya dominasi struktural dan komunikasi karena kelompok dalam struktur masyarakat yang mempunyai perangkat wewenang sehingga bisa mengarahkan berbagai kebijakan kepada orang lain. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa kelompok tersebut merupakan Pemprov DKI Jakarta yang mempunyai wewenang dan bisa mengarahkan masyarakat di Kalijodo dengan kebijakan yang mereka buat, sehingga Pemprov DKI bisa menggusur masyarakat Kalijodo tanpa adanya ganti rugi yang dituntut oleh masyarakat tersebut.

Kemudian, dalam pemikiran Jurgen Habermas juga dijelaskan bahwa adanya komunikasi instrumental yang berisikan komunikasi yang menyertakan kepentingan untuk mengusai dan menundukkan. Dalam konflik Kalijodo mungkin tidak terlalu terlihat sikap menundukkan atau menguasai, namun dapat dilihat bahwa sikap dari Pemprov dan pemerintah setempat berusaha untuk memenangkan argumentasinya mengenai lahan dan ingin menundukkan konflik yang sedang dialami tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun