Akuntabilitas BUMDes Masih Jadi Persoalan
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) kini menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi desa. Kehadirannya diharapkan tidak hanya mendatangkan keuntungan, tetapi juga menjadi wadah pemberdayaan masyarakat. Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa akuntabilitas dan pelaporan keuangan BUMDes masih jauh dari ideal.
Data Indonesia Corruption Watch (2023) mencatat ada 187 kasus penyalahgunaan dana desa, termasuk BUMDes, dengan kerugian negara mencapai Rp162 miliar. Angka ini menunjukkan bahwa BUMDes rentan terhadap masalah tata kelola.
Akuntabilitas di sini bukan hanya soal angka, tetapi juga soal menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan desa.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam bentuk studi kasus di Provinsi Banten. Lokasi yang dipilih meliputi Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, dan Tangerang.
Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada perangkat desa dan pengelola BUMDes, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur, regulasi pemerintah desa, serta publikasi penelitian terdahulu.
Analisis data dilakukan menggunakan Structural Equation Modeling – Partial Least Squares (SEM-PLS), metode statistik yang sesuai untuk melihat hubungan antar variabel, termasuk faktor yang memengaruhi akuntabilitas dan kualitas laporan keuangan.
Temuan Lapangan
Hasil awal menunjukkan mayoritas BUMDes di Banten masih melakukan pencatatan secara manual. Tingkat pemahaman akuntansi para pengelola rata-rata berada pada kategori sedang, tetapi kendala terbesar yang dihadapi adalah keterbatasan teknologi.
“Kebanyakan pengelola sudah berusaha menyusun laporan, tapi masih sekadar formalitas. Teknologi digital yang bisa memudahkan pencatatan belum banyak digunakan,” jelas salah satu anggota tim peneliti.