Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanpa Dukungan Keluarga, Terapi "Down Syndrome" Tak Akan Maksimal

8 Agustus 2018   04:44 Diperbarui: 8 Agustus 2018   05:45 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
syndromepictures.com

Meski terminologi down syndrome cukup familiar, sudahkah kita mengenali kondisi ini dengan baik dan mengubah stigma di masyarakat?

Di usia yang menginjak 26 tahun, Susi selaku penyandang down syndrome dapat tumbuh optimal sesuai potensi maksimal. Ia bahkan menorehkan sejumlah prestasi yang tak kalah dengan anak-anak yang terlahir normal. 

Sejatinya, banyak anak dengan down syndrome (DS) dapat tumbuh sehat dan cerdas hingga beranjak remaja. Untuk itu, diperlukan pemahaman yang benar mengenai DS, tak hanya keluarga, tapi juga masyarakat.

Prof. DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Guru Besar Departemen ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, menjelaskan bahwa down syndrome merupakan kelainan kongenital multiple, yakni kelebihan materi genetik di kromosom 21.

"Ciri khasnya adalah wajah penyandang DS yang mirip satu sama lain, yaitu bentuk Mongoloid. Kelainan ini tampak kasat mata dan terlihat dari kondisi fisik, bahkan sejak lahir," jelas Ketua Ikatan Dokter Anak DKI Jakarta ini.

Menurut Prof. Rini, DS memerlukan deteksi sedini mungkin.

"Kondisi ini dapat dideteksi sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Salah satunya adalah dengan USG 4 Dimensi dan pemeriksaan kromosom," tandas Prof. Rini.

Hal senada disampaikan Dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp.RM(K), staf pengajar Departemen Rehabilitasi Medik FKUI RSCM, yang menegaskan bahwa kepastian diagnosis DS dapat dilakukan melalui pemeriksaan kromosom.

"Sekarang bahkan sudah lebih maju, yaitu dengan pemeriksaan cairan amnion dari dalam kandungan ibu. Namun, pemeriksaan ini harus sesuai indikasi, sebab mengambil cairan dari kandungan memiliki risiko cukup besar, seperti infeksi," ujar Dr. Luh.

Hingga saat ini, belum diketahui penyebab pasti dari kelainan ini.

Dr. Luh menyebutkan, mitos bahwa faktor usia ibu saat hamil bisa memicu DS telah terbantahkan. Jika dulu dianggap ibu yang hamil lebih dari usia 35 tahun berisiko memiliki anak DS, belakangan banyak juga ibu berusia di bawah 35 yang melahirkan anak DS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun