Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan

22 Desember 2020   11:42 Diperbarui: 22 Desember 2020   11:43 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan bukan sembarang perjalanan. Karena perjalanan itu sejatinya tidak berdiam diri. Ada jalannya. Bergerak. Bukan saja secara fisik. Tap lebih dari itu semua. Bukan sekedar bergerak dari titik A ke titik B dan seterusnya. Tetapi bergerak kemana arah dan tujuannya. Bahkan tanpa tujuan saja bisa jadi tujuan. Seperti seorang yang berjalan yang bahkan dia sendiri tak tahu harus kemana tujuannya. Jalan saja bergerak saja. Soal tujuannya kemana? Itu nanti saja dipikirkan. Sambil jalan. Bahkan tanpa tujuan saja, orang itu tetap bergerak. Berjalan maju ke depan.

Seperti perjalanan hidup ini yang tidak bisa kita tebak arahnya kemana. Seperti kata seorang bijak. Manusia bisa berencana, namun manusia tidak bisa memastikan sesuai rencana. Ada saja haling rintangnya. Ada saja batu sandungannya. Ada saja kerikil tajam di depannya. Tidak ada yang tahu. Sebenarnya diakui atau tidak, manusia tidak ada yang yakin 100%. Makanya disebut prakiraan cuaca. Karena cuaca nanti tidak bisa dipastikan arahnya kemana.

Seperti berapa hari belakangan hujan tidak menentu. Tiba-tiba saja langit mendung setelah matahari baru saja tampak. Dan hujan sampai sore. Seperti hari ini. Di bulan Desember penghujung tahun. Seperti akhir tahun lalu. Hujan deras dimana-mana sebagian wilayah di landa banjir. Bagi sebagian daerah langganan banjir. Mereka terbiasa. Terbukti dari keengganan mereka untuk pindah tempat tinggal. Wajar saja. Sudah bertahun-tahun, puluhan bahkan hidup disan. Tidak mungkin bagi mereka untuk pindah juga. Sudah menjadi bagian perjalanan hidup.

Sama seperti perjalanan hidupku. Masih terus mencoba mencari jalan lain. Agar hidup ada peningkatan di segala sisi. Sisi ekonomi, seperti biasa, sisi pendidikan, sisi impian yang sampai sekarang belum kesampaian. Terus saja mencoba. Bukan berarti coba-coba. Mencoba bagiku sama dengan usaha. Setidaknya ada yang dapat aku lakukan sesuai kemampuanku. Mencoba menulis. Entah sudah berapa kali aku menulis. Tak pernah tembus ke penerbit. Ya karena aku memang belum pernah menghasilkan sebuah karya tulis yang utuh apalagi layak.

Selama ini aku hanya menulis di blog saja. Tujuannya agar tulisan itu tersimpan saja. Kecuali server google mengalami kebakaran hebat atau meledak di nuklir Iran. Dan itu tak pernah terjadi. Setidaknya dalam waktu dekat ini.

Perjalananku dalam dunia tinta ini, bisa dibilang pasang surut. Entah kapan aku memiliki blog ini. Lama tak diisi apalagi sekedar disinggahi. Sungguh sia-sia. Sampai aku mulai kembali login dan mencoba entah yang kesekian artus kali selalu saja mentok di tengah-tengah. Menulis fiksi itu ternyata tidak semudah mulut orang yang mengatakan "Ngarang aja". Ngarang terkesan aktifitas yang remeh lemeh. "Ngarang aaja kau". Seringkali aku mendengar celetukan seperti itu. Lalu kubalas "lah kau pikir ngarang Harry Potter itu macam kentut?" keluar jadi? Ibu rumah tangga lho yang ngarang itu. "tujuh buku tebal plus beberapa karya diluar si Harry itu". Kalau saja ada bukunya kupegang, sudah ku lempar muncungnya itu. Kesal aku dibuatnya siapapun yang berusaha merusak mood saat itu.

Memang para keparat kampret itu tidak paham apa yang kulakukan. Tapi masa bodo, aku tetap saja tidak kapok untuk tetap menulis. Ada sekitar 8 cerpen yang pernah kutulis dan kuposting di blog lalu ku share di sosmed. Pembacanya menurut statistic blognya : sedikit, tak sampai setengah lusin. Payah pikirku. Tapi inilah cobaan pertama. Tulisan kurang menarik, tata katanya berantakan, tapi aku terus menulis. Persetan dengan semua cemoohan orang-orang sekitar ataupun netizen. Ya aku sedang mencari bentuk. Gaya tulisanku sendiri. Aku sudah baca Puzo yang penuh kisah gangsternya, Hemingway, Andrea Hirata, Jombang Santana, Najib Al Khailani, Orwell, dll.

Ya aku kurang banyak membaca. Harus kuperluas referensi buku fiksiku dan non fiksi juga. Memang aku tidak percaya menulis itu ada kaitannya dengan bakat. Tapi latihan dan latihan. Kalau kata Hemingway berdarah-darah. Menulis itu bukan pekerjaan orang lemah. Selalu begitu di dalam benakku. Walaupun banyak diluar sana penulis perempuan dengan genre yang banyak macam. Mungkin tulisanku mengarah ke sisi lain dark side gitu, dihiasi dengan humor gelap juga. Entahlah. Sudahlah kuselesaikan dulu yang satu ini. Kulihat perempuan disampingku masih lelap.      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun