Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak EsBeYe dan Pak Prabowo yang "Ngoyo?"

4 Agustus 2017   17:46 Diperbarui: 4 Agustus 2017   18:16 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 REVOLUSI SPIRITUAL

 "Pertemuan besar" 27 Juli 2017, antara Pak EsBeYe dengan Pak Prabowo jelas memberi kesan bahwa cara pandang kedua tokoh ini negeri ini memang nyata berlawanan dengan mereka yang ada di pemerintahan. Hal ini bisa ditangkap dari pernyataan-pernyataan  sebagai reaksi atas pernyataan Pak EsBeYe yang dinilai sebagai berlebihan. Atau melontarkan pendapat yang dicari-cari yang sesungguhnya tak perlu dicari.

Sangat patut diperkirakan bahwa pertemuan besar itu tidak lebih hanya mengingatkan kepada Bangsa Indonesia bahwa pada Pilpres 2019 masih ada dua tokoh handal yang ingin mengalahkan Presiden Jokowi yang sudah sangat kuat melekat di hati seluruh rakyat. Mungkin terkecuali untuk warga Jakarta. Berdasar indikasi kekalahan Pak Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu.  Warga Jakarta mungkin jauh lebih banyak yang cinta sosok "Prabowo" dari pada sosok Presiden Jokowi yang nyata dekat dengan Pak Ahok.

Pilpres 2019 mendatang. Pak Jokowi bermodal pengalaman menjadi Presiden periode pertama dengan memberi kepastian yang nyata bahwa N.K.R.I. terselenggara sesuai Pancasila. Sesuai tujuan dan cita-cita para pendiri republik ini.

Seperti halnya Bung Karno dan Pak Harto yang terkesan memerintah secara otoriter. Pak Jokowi pun dilihat dari kaca mata---Pak EsBeYe, tak kalah otoriter.

Bung Karno otoriter terhadap anthek-anthek nekolim di dalam negeri dan mereka yang menentang N.K.R.I.  yang berpancasila. Otoriter Bung Karno karena kecintaannya kepada bangsanya yang berabad-abad dipermainkan kaum penjajah yang merampas kekayaan rakyat nusantara.

Pak Harto otoriter karena tidak mau ada pihak mana pun atau seorang pun rakyat Indonesia yang berani mencoba melawannya.

Pak Jokowi otoriter hanya terhadap mereka yang mempermainkan kekuasaan rakyat yang diberikan dan dipercayakan oleh presiden kepada mereka sebagai pejabat negara.  Mungkin yang demikian itu yang dikritisi Pak EsBeYe.

Pak Jokowi memastikan bahwa kepada siapa saja yang berperilaku sangat keterlaluan dengan menyalahgunakan kewenangan terhadap rakyat, harus digebug sampai tak berdaya asal nggak sampai mati. Kecuali penjahat narkoba---harus dimatikan. Bukan harus dimaafkan mentang-mentang negara harus berketuhanan dan berperikemanusiaan yang adil dan beradab.

Mungkin Presiden Jokowi memandang bahwa mengkhianati rakyat bukan urusan Tuhan dan bukan pula sekadar urusan negara demokrasi. Tetapi tanggung jawab dan urusan seorang pemimpin bangsa yang mutlak harus mengabdi dan memuliakan rakyatnya.

Pilpres 2019 dan ambang batas nol persen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun