Mohon tunggu...
Asfa Ahmad
Asfa Ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa IT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Etika Profesional di Era Digital: Tanggung Jawab dan Krisis Privasi Data di Indonesia

15 Oktober 2025   05:09 Diperbarui: 15 Oktober 2025   05:09 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


 

Etika Profesional di Era Digital: Tanggung Jawab dan Krisis Privasi Data di Indonesia

Teknologi informasi kini telah menyatu dengan denyut nadi kehidupan kita. Mulai dari belajar, bekerja, hingga urusan finansial, hampir semuanya beres hanya dalam satu sentuhan. Dunia terasa kian kecil, namun di saat yang sama, kompleksitasnya kian meninggi. Di balik segala kemudahan yang ditawarkan, ada satu isu krusial yang sering luput dari perhatian: tanggung jawab etika.

Di era serba digital ini, profesi TIK melampaui urusan teknis. Intinya adalah menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap inovasi yang kita hadirkan. Belakangan, dua hal ini menjadi sorotan serius: tanggung jawab para profesional dan krisis privasi data yang tak kunjung usai. Jelas terlihat, kemajuan teknologi bisa berubah menjadi bumerang mematikan jika tidak ditopang oleh moral yang kokoh.

Tanggung Jawab Profesional dalam Dunia TIK

Mari kita lihat profesi TIK bukan hanya dari sisi teknisnya, melainkan sebagai benteng penjaga kepercayaan publik terhadap dunia digital. Seluruh fondasi sistem digital kita ada di tangan para profesional TIK. Artinya, kepercayaan masyarakat berada di posisi yang sangat genting dan dipertaruhkan oleh setiap keputusan mereka. Namun, sayangnya, realitas yang kita temui di lapangan sering kali berbanding terbalik. Banyak pelaku industri yang justru mengabaikan tanggung jawab moral ini.

Kasus yang paling kentara adalah menjamurnya pinjol ilegal. Yang memperparah masalah adalah, sebagian besar dari mereka beroperasi tanpa kendali dan menyalahgunakan data pengguna dengan sangat kejam. Bukti konkret dari OJK tahun 2022 menunjukkan betapa parahnya situasi ini: lebih dari 400 aplikasi pinjol ilegal ditutup karena serangkaian praktik melanggar hukum---mulai dari mengambil akses kontak, menyebarkan data, hingga mengancam keluarga yang menunggak.

Coba bayangkan penderitaan para korban. Coba pikirkan: ada orang yang kehilangan pekerjaan karena namanya dihancurkan, ada yang mengalami depresi akibat teror tak berujung. Ini sungguh membuktikan, pelanggaran etika digital bukan cuma urusan bug atau teknis. Ini krisis kemanusiaan! Ketika kita tidak menghormati data orang lain, kita sesungguhnya sedang merendahkan martabat manusia mereka.

Lihat saja ACM Code of Ethics and Professional Conduct (2018), aturannya lugas: hormati privasi dan jangan merugikan. Prinsip ini memang terlihat simpel. Penerapannya, itulah yang benar-benar menguji seberapa 'manusiawi' teknologi kita. Menurut saya, tanggung jawab profesional bukan sekadar menuruti aturan; ini adalah kesadaran penuh bahwa sistem yang kita buat akan punya dampak besar pada kehidupan orang banyak. Maka dari itu, perbaikan harus kita lakukan serentak, dengan berpegangan pada tiga pilar utama:

  • Regulasi: Perizinan harus diperketat, dan pemerintah wajib melakukan audit etika yang tidak main-main terhadap aplikasi digital.

Teknis: Pengembang wajib menjamin keamanan dengan enkripsi yang tangguh dan izin akses yang sangat jelas.

Sosial: Pengguna harus didorong untuk mengerti dan membela hak-hak mereka di ruang digital."

Etika digital harus dibiarkan tumbuh menjadi budaya, bukan sekadar kewajiban hukum yang terpaksa dipatuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun