Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Financial

Synbio: Landscape Baru Ekonomi Indonesia

18 Agustus 2022   01:03 Diperbarui: 16 Oktober 2022   14:24 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Indonesia tidak ikut serta  dalam perlombaan dalam sains dan teknologi di bidang energi fusi nuklir, komputer kuantum, internet kuantum, carbon capture, plastic reducing, ekplorasi mars dan bulan, dan pencarian dark matter dan dark energy, jangan sampai kita juga tidak ikut serta dalam riset dan teknologi synbio .

Membantah Malthus

Maltus menyatakan bahwa populasi manusia tumbuh dengan deret ukur, sementara produksi pangan tumbuh dengan deret hitung. Pendapat Malthus ini yang menjadi dasar dari Hukum Marjin Hasil Yang Semakin Menurun. Marjin hasil yang semakin menurun didapat dengan menghitung produktivitas lahan pertanian per kapita seiring waktu.

Tapi kemudian manusia melakukan antisipasi dengan berusaha agar produktivitas pangan tumbuh dengan deret ukur. Bagaimana caranya? Dengan Revolusi Hijau 1.0. Sehingga hasilnya meskipun populasi meningkat lebih dari dua kali lipat, produksi tanaman serealia meningkat tiga kali lipat selama periode Revolusi Hijau 1.0 ini, dengan hanya peningkatan 30% pada luas lahan yang dibudidayakan. Prediksi mengerikan tentang kelaparan Malthus dibantah, dan sebagian besar negara berkembang mampu mengatasi defisit makanan kronisnya. Afrika Sub-Sahara terus menjadi pengecualian terhadap tren global ini.

Revolusi Hijau 1.0 menggunakan pupuk dan pestisida sebagai kekuatan utama, di samping benih unggul, tata kelola lahan, dan penggunaan mesin.

Pendekatan Revolusi Hijau 1.0 ini masih menjadi mindset kita di Indonesia. Pikiran kita masih bertahan pada logika jebakan politik pangan dan praktek kampanye populis sejumlah oknum. Kita tidak memiliki solusi strategis holistik dan mindset kita baru sampai titik ini ketika bicara soal ketahanan pangan, revolusi hijau, ataupun produktivitas padi.

Sekarang sedang didorong Revolusi Hijau 2.0 dengan memanfaatkan teknologi CRISPR dan PCR. Kedua teknologi tersebut bukan saja memungkinkan komoditas pangan diproduksi secara eksponensial, juga menjadikan komoditas pangan bisa dihasilkan di dalam reaktor dalam pabrik-pabrik.

Synbio, Biotech, dan Genesis menjadi idiom yang lazim dalam Revolusi Hijau 2.0. Ketiga idiom itu sering digunakan secara tumpang tindih dan saling menggantikan. Intinya adalah menggunakan kekuatan biologi untuk industri, ekonomi, ekologi, dan demografi.

Struktur Ekonomi Indonesia

Secara umum struktur ekonomi Indonesia telah bergeser dari sektor primer di bidang pertanian dan pertambangan kepada sektor sekunder berupa industri dan distribusi, serta sektor tersier berupa jasa, keuangan, dan pariwisata. Tapi pada saat yang sama struktur impor Indonesia selain didominasi oleh bahan baku dan bahan modal, juga oleh komoditas pangan berupa buah, sayur, dan sejumlah sembako. Ini berarti Indonesia mengalihkan kecukupan pangannya dari swasembada kepada impor. Padahal nilai ekonomi dari Synbio (Syntetic Biology), Biotech (Biotechnology), dan Genesis (Genetic Engineering) terus meningkat. Pada saat yang sama ancaman krisis pangan dan krisis energi semakin nyata.

Indonesia secara ekonomi terjebak ironi. Sekian lama berjuang menjadi negara industri tidak pernah dicapai, sementara status sebagai negara agraris dan maritim ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun