Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyemai Makna Sebelum Senja: Investasi Kegiatan Bermakna untuk Pensiun Bahagia

20 Mei 2025   10:41 Diperbarui: 20 Mei 2025   10:41 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : pexels-samet-avci-2037503999-29323510

Matanya menerawang jauh, lalu kembali menatapku. "Yang penting kita berusaha. Bismillah, semoga sahang ini tumbuh subur dan jadi bekal masa depanmu." Suaranya bergetar haru, tapi senyumnya hangat seperti mentari pagi.

Kerja Keras dan Persiapan Pensiun Dicontohkan Nabi

Dari kisah ini, kita belajar sebuah prinsip hidup yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.: hidup harus diisi dengan usaha dan kerja keras, bukan sekadar berpangku tangan menunggu rezeki turun dari langit. Nabi tak pernah mengajarkan umatnya untuk menjadi penganggur, bahkan dalam hadisnya beliau bersabda, "Sekiranya kiamat terjadi sementara di tangan seorang dari kalian ada tunas kurma, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat, hendaklah ia menanam!"

Kebetulan, dalam cerita ini, bertani atau bercocok tanam menjadi contoh nyata. Tapi esensinya lebih luas: berkarya, berusaha, dan bekerja dengan sungguh-sungguh (apa pun bentuknya) adalah bekal hidup yang mulia. Bapak dalam kisah ini tak sekadar mengajak anaknya menanam sahang, tapi juga menanamkan nilai bahwa rezeki harus diraih dengan doa, kerja keras, dan keyakinan bahwa setiap usaha yang tulus akan berbuah kebaikan.

Pensiun yang Universal

Pada dialog di atas ada kalimat "Sekaligus untuk pensiun Bapak,"  padahal bapak bukan karyawan atau pegawai. Kalimat sederhana itu ternyata menyimpan makna mendalam. Pensiun (kata yang sering kita kaitkan dengan pegawai negeri atau karyawan kantoran) rupanya bukan hak eksklusif mereka. Ketika Bapak berbicara tentang "pensiun" sambil menatap bibit sahang yang baru ditanam, ia sedang menegaskan sebuah prinsip hidup: pensiun bukan sekadar berhenti bekerja, melainkan tentang memastikan bahwa di masa tua nanti, ada sesuatu yang tetap bisa menghidupimu.

Bagi petani seperti Bapak, "pensiun" berarti mempersiapkan ladang yang suatu hari nanti akan tetap menghasilkan, meski tenaganya sudah tak lagi sekuat dulu. Ini adalah bentuk nyata dari perencanaan masa depan, di mana pensiun bukan soal meninggalkan pekerjaan, tapi tentang memastikan penghasilan tetap mengalir.

Kata "pensiun" dalam cerita ini mengajarkan kita bahwa setiap orang adalah CEO bagi masa depannya sendiri. Entah kita petani, wiraswasta, atau karyawan, yang terpenting adalah menyiapkan "ladang" yang akan terus memberi, bahkan ketika kita sudah tak sanggup lagi mencangkul.

"Menabur hari ini, memanen di masa tua", itulah pensiun yang sesungguhnya.

Menyemai Makna Sebelum Senja Tiba

Ketika masa pensiun tiba, banyak orang justru merasa hampa - bagai kapal tanpa pelabuhan. Hari-hari yang dulu diisi rutinitas kerja tiba-tiba kosong melompong. Inilah mengapa persiapan pensiun tak boleh hanya soal finansial, tapi juga tentang "investasi kegiatan bermakna".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun