Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kasta Guru

14 Juli 2010   08:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:52 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_194029" align="alignleft" width="313" caption="sambilbelajar.blogspot.com"][/caption]

Guru, sebuah mufradat yang populer belakangan ini. Ia menjadi kosakata ampuh dalam kampanye, ia menjadi mantra janji para caleg yang kalau sudah terpilih sering lupa janjinya. Ya, guru menjadi profesi populer akhir akhir ini. Tak dapat dipungkiri bahwa zaman SBY telah mendongkrak profesi guru ke dalam kasta yang agak terhormat. Di samping efek finansial, para guru negeri dan swasta pun dipicu dan dipacu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana strata satu (bagi yang belum).

Kampus pendidikan calon guru pun, semisal UPI, UNJ, UNY perlahan kebanjiran calon mahasiswa yang ingin jadi guru. Entah memang ingin jadi guru atau karena tak diterima di PTN pilihan pertama.

Almarhum budayawan Umar Kayam dalam novelnya yang terkenal, Para Priyayi, dengan sangat ciamik menggambarkan proses pembentukan status sosial menjadi guru dengan tokoh utamanya bernama Lantip. Yang jelas, menjadi guru (PNS) menjadi incaran sebagian kaum pengangguran terdidik.

Di bawah ini terdapat lima kelas sosial guru yang ada di masyarakat.

GURU PNS

Wah, kayaknya tipe guru ini yang banyak menjadi incaran alumnus LPTK. Bagaimana tidak, selain jenjang kepangkatan yang jelas, ditambah dengan gaji yang sangat lumayan aduhai, apalagi jika telah mendapat cap Sertifikasi, pegawai bank biasa biasa saja kayaknya lewat deh.

Selain itu, up grading keilmuannya pun jelas dari pentaran kelas kroco sampai kelas nasional. Tak heran, jika pada setiap pendaftaran PNS Guru, pelamarnya membludak melebihi jumlah kuota yang ada. Agaknya menjadi Guru PNS inilah sebagian tujuan akhir para alumnus LPTK.

GTY

Singkatannya adalah guru tetap yayasan. Barangkali inilah level kedua guru setelah Guru PNS. Ini adalah sosok guru yang diangkat oleh yayasan yang salah satu lahan usahanya adalah mendirikan sekolah. Menjadi GTY ada enak dan juga tidak. Enaknya kalau kita berada di bawah naungan yayasan yang besar dan maju, semisal Al Azhar di Jakarta yang katanya sangat memperhatikan kesejahteraan gurunya, dan katanya lagi setiap tahun selalu ada saja jatah berangkat ke baitullah.

Wuih enak bener..Gak enaknya kalo yayasan kita bernaung dalam keadaan kembang kempis. Mau sekarat. Hidup segan mati tak mau. Mau ngajar gimana, ga ngajar pun gimana. Tapi jangan salah, hanya guru PNS dan GTY lah yang berhak ikut ujian sertifikasi.

GURU BANTU

Sebetulnya jenis yang ini sudah terbilang langka karena sebagian sudah diangkat menjadi PNS. Guru bantu muncul pada tahun 2000-an dan sudah tak ada pengangkatan guru bantu lagi. Guru bantu biasanya ditempatkan agak jauh dari kota dan gajinya pun kadang kadang telat dibayar oleh pemda, tapi untunglah karena prioritas pengangkatan PNS, hanya tinggal sebagian kecil saja yang menunggu antrian menjadi PNS.

GURU HONORER

Inilah jenis guru yang keempat, termasuk saya pun pernah mengalaminya. Guru honorer dibayar per jam dengan jam mati yang tak bisa ditawar tawar. Ada sebentuk penindasan disini karena hanya dengan bayaran satu minggu untuk mengajar satu bulan.

Alangkah tidak adilnya sistem seperti ini, padahal dalam buku pertama tetralogi pram Bumi Manusia bahwa seorang terpelajar harus sudah adil sejak dalam pikiran. Bukankah seorang kepala sekolah adalah sosok yang terpelajar?

Inilah yang semestinya menjadi bahan renungan bersama dalam memperjuangkan sistem yang adil bagi guru honorer. Makanya jangan heran jika guru honorer sering turun ke jalan memperjuangkan hak haknya.

Terakhir adalah guru sukwan atau guru sukarelawan. Inilah jenis guru terakhir yang tak dibayar sama sekali. Saya pun tak tahu mengapa ada pelabelan guru sukarelawan. Benarkah tak dibayar sama sekali? Wallaahu'alam

[Hasil riset pandangan mata dan pastinya asal asalan..Bukan untuk riset lanjutan, hanya sekedar ketidakseriusan]


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun