Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

APBN 2026 Antara Defisit, Utang, dan Janji Rakyat Sejahtera

18 Agustus 2025   18:56 Diperbarui: 18 Agustus 2025   22:43 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 (Sumber: pexels.com/id-id/foto/waktu-uang-koin-konseptual-11899617)

Disclaimer: Tulisan ini merupakan catatan singkat setelah mendengarkan dan membaca kembali pidato tentang RAPBN 2026, sebagai refleksi pribadi, bukan analisis resmi atau teknis, untuk satu tahun mendatang dari harapan anak-anak di kepulauan yang hidup di era 80 Tahun Indonesia Merdeka. Suara ini datang dari pesisir pantai, dari masyarakat yang ingin memastikan bahwa janji negara benar-benar sampai ke daerah-daerah terpencil.

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026 memperkirakan angka triliunan rupiah yang sulit untuk dibayangkan dan dipahami oleh masyarakat kecil. Di balik isu defisit dan utang, terdapat harapan akan kesejahteraan yang masih harus dibuktikan. 

Apakah janji itu akan benar-benar dirasakan oleh rakyat?

Potret RAPBN 2026

Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan gambaran umum tentang arah fiskal Indonesia. Belanja negara direncanakan sebesar Rp3.786,5 triliun dengan pendapatan direncanakan sebesar Rp3.147,7 triliun.

Defisit yang muncul mencapai Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB. Angka ini masih dianggap aman, tetapi juga ada janji yang lebih berani untuk "mengejar"target APBN tanpa defisit di tahun 2027 atau 2028.

Ada program-program besar yang tetap dilanjutkan. Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp335 triliun untuk 82,9 juta penerima. Subsidi energi sebesar Rp402,4 triliun. Pendidikan mencapai Rp757,8 triliun. Kesehatan sebesar Rp244 triliun.

Semua ini menunjukkan keinginan agar dana APBN benar-benar hadir di ruang hidup rakyat sehari-hari. Misalnya, ketika anak-anak di desa bisa mendapat makanan bergizi gratis di sekolah. Atau ketika puskesmas kecil di daerah punya tenaga kesehatan yang cukup.

Utang dan Ruang Fiskal

Data terbaru menunjukkan utang pemerintah sudah mencapai Rp9.105 triliun per April 2025, atau sekitar 37,9 persen dari PDB.

Meskipun angka ini masih di bawah batas aman, kita tetap perlu waspada. Jika tren ini berlanjut, jumlah utang tersebut bisa semakin besar di akhir tahun.

Pertanyaan penting bagi kita sebagai warga biasa bukan hanya seberapa besar utang itu, tetapi juga apakah utang tersebut benar-benar digunakan untuk hal-hal yang kita rasakan. Apakah untuk pendidikan anak-anak, makanan bergizi, atau pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Bayangkan jika seorang petani di desa yang harus tetap membeli pupuk dengan harga tinggi meskipun ada subsidi yang besar. Dari sudut pandang petani ini, utang negara hanya berarti jika benar-benar dapat meringankan beban hidupnya.

Pesan untuk Pemerintah Daerah

Bagi Pemerintah Daerah, pesan yang bisa dipetik adalah pentingnya sinkronisasi. RAPBN Tahun 2026 bukan sekadar proyek pusat, tetapi harus benar-benar hadir di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) agar manfaatnya terasa nyata bagi masyarakat.

Program seperti sekolah rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis, dan MBG tidak akan berhasil tanpa distribusi guru, tenaga medis, dan data sosial ekonomi yang baik. Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional perlu dijaga agar bantuan sampai kepada yang benar-benar membutuhkan.

Selain itu, efisiensi juga menjadi pesan penting. Presiden menyinggung pengurangan tantiem BUMN dan komisaris yang berlebihan. Di daerah, ini dapat diartikan sebagai dorongan untuk mengurangi biaya perjalanan dinas, pengeluaran ATK, atau proyek besar yang tidak langsung menyentuh masyarakat.

APBN seharusnya digunakan untuk hal-hal yang benar-benar berdampak pada kehidupan masyarakat.

Pesan untuk Masyarakat Umum

Bagi masyarakat umum, APBN bukan semata-mata urusan elit. Beban utang negara yang kini melebihi Rp9.000 triliun memang bisa terdengar menakutkan, namun kesehatan utang tidak hanya dinilai dari besaran angkanya. Kesehatan utang ditentukan oleh rasio utang terhadap PDB serta kemampuan negara untuk membayar kembali.

Dengan proporsi sekitar 38 persen dari PDB, keadaan Indonesia masih tergolong stabil. Pertanyaan yang lebih mendesak adalah apakah utang tersebut dapat diterjemahkan menjadi bentuk yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.

Apabila utang digunakan untuk membiayai pendidikan gratis, nutrisi yang baik, pelayanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur desa, maka itu dapat dianggap sebagai investasi untuk masa depan. Namun, jika terjadi kebocoran karena praktik yang tidak benar, utang hanya akan menjadi beban bagi generasi mendatang.

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat penting. Mengawasi jalannya program, terlibat dalam koperasi desa, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), atau dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang terlibat dalam pembangunan berbasis lingkungan. Kita sebagai anggota masyarakat bukan hanya sebagai penonton, melainkan juga pelaku.

Refleksi

RAPBN Tahun 2026 mengandung paradoks. Di satu sisi, ada pengeluaran sosial yang sangat besar dan subsidi. Di sisi lain, terdapat janji ambisius untuk menghapus defisit dalam waktu dua sampai tiga tahun.

Presiden juga menyampaikan dengan tegas tentang pengurangan bonus BUMN serta pemberantasan praktik yang merugikan masyarakat di desa. Semua ini terdengar menggugah, tetapi tetap menyisakan pertanyaan. Apakah nanti APBN 2026 benar-benar menjadi anggaran untuk rakyat, ataukah hanya akan menjadi angka-angka dalam dokumen saja?

Fakta bahwa jumlah utang telah mencapai Rp9.105 triliun memberi tambahan rasa kewaspadaan. Meskipun APBN masih memiliki ruang, namun ruang tersebut tidak seluas dulu.

Inilah pentingnya disiplin dalam pengeluaran, keberanian untuk memperbaiki BUMN, dan komitmen untuk menutup kebocoran. Tanpa langkah-langkah tersebut, janji kesejahteraan bisa berlanjut menjadi beban di masa depan.

APBN bukan hanya soal fiskal, tetapi juga soal moral. Siapa yang diutamakan dan siapa yang dikorbankan.

Bagi Pemerintah Daerah, tanggung jawabnya adalah memastikan program pusat benar-benar menyentuh desa dan pelosok terpencil.

Bagi masyarakat, tugas kita adalah untuk mengawasi dan memastikan bahwa dana negara kembali kepada rakyat dalam bentuk yang nyata.

RAPBN 2026 adalah sebuah janji. Janji mengenai rakyat yang sejahtera. Dan janji itu hanya akan dapat ditepati jika kita semua turut berkontribusi dalam mengawalnya.

Salam hangat untuk Indonesia yang lebih adil dan makmur.
Sanana, 24 Safar 1447 H / 18 Agustus 2025

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun