Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Komite Sekolah 4.0: Saatnya Orang Tua Jadi Mitra Inovasi

24 Mei 2025   09:38 Diperbarui: 24 Mei 2025   21:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Komite Sekolah (Sumber: canva.com/dream-lab)

Di banyak sekolah, Komite Sekolah selalu tercantum dalam struktur. Tapi ketika ada perundungan, tawuran pelajar, diskriminasi, atau kebijakan yang merugikan siswa, mengapa suara mereka justru tak terdengar? Apakah komite hanya sekadar pelengkap dalam struktur administratif?

Tak ada orang tua yang bercita-cita menyekolahkan anaknya untuk sekadar "cukup bisa." Kita semua ingin anak-anak tumbuh di lingkungan yang mendukung, mendengar, dan memberi ruang agar mereka merasa diperjuangkan. Tapi sering kali, keterlibatan orang tua terhenti di gerbang sekolah atau dalam pertemuan singkat saat pembagian rapor. Kita hadir, tapi tidak benar-benar dilibatkan dalam proses yang memengaruhi tumbuh kembang anak.

Kita sering mendengar tentang pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas guru, dan digitalisasi sekolah. Namun, satu komponen penting dalam ekosistem pendidikan yang jarang dibicarakan secara serius: Komite Sekolah. Keberadaannya hampir selalu ada di setiap sekolah, tetapi peran strategisnya tidak selalu terlihat. Komite ini sering kali hanya menjadi bagian dari struktur administratif, bukan bagian dari proses pengambilan keputusan yang berarti. Padahal, jika diberi peran yang jelas dan relevan, Komite Sekolah dapat berkontribusi signifikan dalam mendorong perubahan dan perbaikan pendidikan.

Yang terjadi di banyak sekolah justru sebaliknya. Komite Sekolah menjadi tempat formalitas, bukan kolaborasi. Ketika kebijakan sekolah disusun, suara orang tua nyaris tidak terdengar. Namun saat program membutuhkan dukungan, orang tua diminta untuk terlibat. Ketimpangan ini menimbulkan jarak dan mengikis kepercayaan antara pihak sekolah dan orang tua. Dalam kondisi seperti ini, partisipasi menjadi kegiatan tanpa makna.

Padahal, sudah ada kerangka regulasi yang memperkuat peran Komite Sekolah. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa Komite Sekolah bukan hanya mitra administratif, tetapi bagian dari proses kebijakan dan pengawasan mutu pendidikan. Dalam Pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa Komite Sekolah berperan memberi pertimbangan, menggalang dukungan, serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan mengawasi mutu layanan pendidikan. Sayangnya, amanat ini belum dijalankan secara maksimal.

Kita hari ini berada di masa di mana keterbukaan informasi dan teknologi mempengaruhi cara hidup dan berpikir, termasuk cara belajar dan cara berinteraksi dalam pendidikan. Pendidikan tidak lagi berada di ruang kelas semata, tetapi meluas ke ruang digital dan partisipatif. Dalam konteks ini, konsep Komite Sekolah 4.0 menjadi relevan untuk dijadikan panduan transformasi.

Istilah 'Komite Sekolah 4.0' dalam artikel ini bukan istilah resmi, melainkan pendekatan konseptual yang merujuk pada transformasi peran Komite Sekolah di era digital. Ini berarti menggeser peran komite dari sekadar simbolik dan administratif menjadi lebih partisipatif, transparan, dan adaptif terhadap teknologi. Sejalan dengan semangat Revolusi Industri 4.0, komite versi ini mengedepankan kolaborasi orang tua dan masyarakat dalam sistem pendidikan yang lebih terbuka dan responsif.

Komite Sekolah 4.0 mengubah cara pandang terhadap peran orang tua. Bukan hanya sebagai penyokong dana atau pengunjung acara sekolah, melainkan sebagai pihak yang dapat memberi masukan, berpartisipasi dalam diskusi, dan menjadi bagian dari pengawasan. Orang tua bisa ikut memantau transparansi anggaran sekolah melalui sistem digital, terlibat dalam forum diskusi daring, atau mengusulkan program yang mendukung pembelajaran dan karakter siswa.

Pemerintah melalui visi Prabowo-Gibran mendorong pemerataan kualitas pendidikan dan perluasan akses yang inklusif. Program seperti Sekolah Rakyat, Makan Bergizi Gratis, hingga pelibatan masyarakat dalam pendidikan menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya urusan sekolah, tapi juga tanggung jawab sosial bersama. Komite Sekolah menjadi sarana penting untuk menjembatani visi nasional dengan praktik langsung di sekolah.

Namun transformasi tidak bisa terjadi hanya dari atas. Komite harus dibekali literasi, ruang dialog, dan mekanisme keterlibatan yang konkret. Misalnya, pembentukan unit perlindungan peserta didik dalam struktur komite, pelatihan rutin tentang etika transparansi dan perlindungan anak, serta sistem aduan netral yang bisa diakses langsung oleh orang tua dan siswa tanpa harus melalui kepala sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun