Mohon tunggu...
Asep Totoh Widjaya
Asep Totoh Widjaya Mohon Tunggu... Dosen - Keep Smile and Change Your Life

Guru SMK Bakti Nusantara 666-Kepala HRD YPDM Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung, Wakil Ketua BMPS Kab. Bandung, Dosen di Universitas Ma'soem, Konsultan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Guru (Menyoal) Netralitas, Agen Kecerdasan Informasi dan Politik

13 Februari 2019   07:18 Diperbarui: 13 Februari 2019   07:19 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ragam isu-isu yang beredar dan tersebar luas di masyarakat menuntut perlunya pemahaman yang semakin selektif menyikapi setiap informasi yang beredar di ruang publik. 

Apalagi di tahun politik, kecenderungan menyebarluaskan berita bohong sebagai modus melakukan manuver politik kemungkinan akan berlanjut menuju pelaksanaan agenda Pemilu 2019. 

Beberapa waktu lalu beredarnya hoaks tentang tujuh kontainer berisi surat suara pemilu yang telah tercoblos, tidak menutup kemungkinan akan muncul hoaks lainnya berkaitan dengan agenda pelaksanaan pemilu.

Meningkatnya jumlah hoaks yang tercatat setiap kali musim politik berlangsung menjadi ancaman bagi kualitas demokrasi bangsa kita. Alih-alih menggunakan media sosial untuk beradu gagasan dan program, yang terjadi lebih banyak media sosial menjadi sarana untuk penyebaran kampanye hitam untuk saling menjatuhkan. 

Penggunaa media sosial tidak tertahankan sebagai media cepat untuk saling berbagi informasi yang didapatkan akan tetapi dengan tanpa disaring terlebih dahulu, jadi muncullah "Budaya sharing tanpa saring terlebih dahulu.

Upaya melawan hoaks di tahun politik ini bukanlah pekerjaan pemerintah saja, melainkan kewajiban semua pihak, termasuk masyarakat, tokoh publik, penegak hukum, jurnalis, akademisi,  industri aplikasi, dan tentunya guru sebagai pendidik yang bisa turut  menjamin kedaulatan negara atas informasi yang benar dan jernih, demi baiknya kualitas demokrasi negara Indonesia. 

Netralitas guru yang hakiki adalah memberikan kebaikan sebagai agen yang bisa memberikan edukasi politik dan literasi politik, baiknya seorang guru tidak terlibat politik praktis dengan memberikan arahan penggiringan suara pada masa kampanye karena sebuah keniscayaan jika seorang guru akan sanggup menjadi "mesin politik" bernilai strategis bagi pemenangan kandidat yang bertarung dalam Pemilu. 

Mengapa demikian? Karena nyata sekali pengaruhnya, guru bisa menjadi vote getter sangat potensial; di keluarganya, bagi siwanya dan di lingkungan masyarakat tempatnya tinggal. 

Akan tetapi fenomenanya yang dikhawatirkan adalah guru jadi komoditas politik dan seorang guru akhirnya bisa jadi pemberi narasi-narasi politik atau sebuah doktirn bisa jadi akan menggiring para siswa sebagai pelaku aktif dan berperan dalam isu SARA, hate speech, hoax, black campaign ataupun perang tagar/hastag.

Kondisi era digital dan masifnya sebaran-sebaran informasi di media sosial maka menuntut guru atau pendidik untuk mengajarkan siswanya untuk memahami dan memaknai kecerdasan informasi, menurut Chartered Institute of Library and Information Profesional (CILIP) menyebutkan bahwa literasi informasi adalah mengetahui kapan dan mengapa membutuhkan informasi, dimana menemukan informasi, bagaimana mengevaluasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi dengan cara yang tepat (CILIP, 2005, p. 2). 

Sehingga siswa kita akan mendapatkan manfaat dari kecerdasan Informasi antara lain: Pertama. Kecerdasan Informasi membekali individu siswa dengan ketrampilan untuk pembelajaran seumur hidup.(lifelong learning). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun