Mohon tunggu...
Sukaryo Wagiya
Sukaryo Wagiya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Basis Data Ekonomi Rumah Tangga sebagai Solusi Kemiskinan

22 Juni 2018   13:40 Diperbarui: 22 Juni 2018   13:52 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jumlah penduduk miskin secara nasional saat ini masih berada di atas 10 persen (September 2017), bahkan untuk daerah perdesaan mencapai 13,47 persen dan 7,26 persen untuk daerah perkotaan. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Oleh karenanya sangat wajar apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo menganggarkan Dana Desa secara khusus, yang tidak lain adalah untuk mengurangi angka kemiskinan.

Namun demikian, apakah cukup hanya dengan menggelontorkan anggaran yang besar bisa mengurangi angka kemiskinan?  Tentunya tidak demikian, karena anggaran sebesar apapun untuk upaya mengurangi angka kemiskinan tidak akan berhasil apabila tidak tepat sasaran.

Pemerintah dalam menghitung angka kemiskinan, selama ini menggunakan pendekatan pengeluaran rumah tangga, sehingga diperoleh garis kemiskinan untuk menentukan rumah tangga tersebut miskin atau tidak. Selain itu pengumpulan datanya juga diperoleh secara survei, sehingga hanya berupa angka estimasi, yang sampai saat ini hanya mampu membuat perkiraan sampai tingkat Kabupaten/Kota. Dengan demikian tidak akan mudah untuk mengurangi angka kemiskinan di tingkat Kabupaten/Kota yang dikarenakan tidak bisa diketahui secara pasti subjek sasaran dan perlakuan untuk mengurangi angka kemiskinan.

Saat ini pemerintah telah memiliki basis data hasil Pendataan Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengidentifikasi rumah tangga sasaran untuk diberikan perlakuan dalam upaya mengurangi angka kemiskinan. Dimana basis data PBDT 2015 ini telah dimanfaatkan oleh pemerintah dalam banyak hal, seperti bantuan pemerintah terhadap bidang pendidikan, kesehatan, pangan, dan lain sebagainya.

Basis data PBDT 2015 merupakan hasil uji publik yang dilakukan dengan mengundang para ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS) dan tokoh masyarakat di desa dengan difasilitasi oleh seorang fasilitator dan pembantu fasilitator untuk menentukan rumah tangga yang ada di daftar uji publik itu layak sebagai rumah tangga sasaran atau tidak. Hasil dari uji publik ini kemudian ditindaklanjuti oleh petugas lapangan untuk dilakukan pendataan lebih lanjut dengan kuesioner PBDT.

Pada saat proses pendataan di lapangan, para responden diharapkan menjawab dengan jujur setiap pertanyaan yang diajukan oleh petugas. Dengan demikian akan tercermin kondisi rumah tangga yang sebenarnya. Dengan kondisi yang menggambarkan keadaan sesungguhnya rumah tangga, diharapakan akan menjadi saringan terakhir terhadap kebenaran data rumah tangga sasaran. Hasil dari pendataan lapangan kemudian dilakukan proses pengolahan data, mulai editing coding, entri data, validasi data, dan tabulasi data.

Demikian juga untuk hasil olah data, secara berjenjang, dari tingkat BPS Kabupaten/Kota dikompilasi di tingkat BPS Provinsi, dan terakhir di BPS Pusat. Dari BPS Pusat, data yang sudah final kemudian di serahkan ke TNP2K, yang kemudian dimanfaatkan oleh para kementerian terkait, hingga akhirnya diberikan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

Data yang sudah ada di Kabupaten/Kota sudah semestinya untuk dikelola dengan benar, tidak hanya didiamkan saja. Akan tetapi akan lebih tepat apabila dilakukan verifikasi lebih lanjut dan dilakukan pemutakhiran secara berkala. Hal ini mengingat, dimungkinkannya adanya data yang kurang sesuai dengan kondisi lapangan, sehingga bisa memicu konflik horizontal di lapangan apabila diberikan bantuan kepada rumah tangga sasaran.

Perlu disadari bersama bahwasannya, proses pengumpulan data PBDT 2015 melalui proses yang panjang. Sehingga dimungkinkan ditumpangi banyak kepentingan. Sebagai misal, seorang penguasa wilayah akan dianggap berjasa kepada warganya apabila bisa memberikan bantuan. Dengan adanya pendataan PBDT 2015 merupakan momentum untuk membantu warga yang tidak mampu.

Sehingga, terkadang ada penguasa wilayah yang berusaha memasukkan banyak rumah tangganya untuk menjadi rumah tangga sasaran. Mental penguasa wilayah seperti inilah yang dapat merusak keberadaan basis data PBDT 2015. Basis data yang seharusnya menggambarkan kondisi riil rumah tangga sasaran, oleh karena adanya kepentingan tertentu membuat datanya menjadi bias. Sehingga apabila rumah tangga sasaran dalam basis data ini diberikan perlakuan upaya pengentasan kemiskinan akan tidak tepat sasaran.

Usaha mengurangi angka kemiskinan sebenarnya bisa dilakukan secara buttom up, yaitu dimulai dari tingkat desa. Setiap desa semestinya bisa membuat basis data kondisi ekonomi setiap rumah tangga, meliputi nama dan alamat rumah tangga beserta anggota rumah tangganya. Selain itu, data ekonomi rumah tangga memuat informasi pekerjaan setiap anggota rumah tangga dan penghasilan setiap anggota rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun