Mohon tunggu...
Ni Putu Arya
Ni Putu Arya Mohon Tunggu... Mahasiswa - A college student

Long-life learner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Penguatan Kebijakan Nasional dan Ancaman Kedaulatan Negara di Era Siber

23 Januari 2022   16:30 Diperbarui: 23 Januari 2022   16:42 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya. Sebagai subjek hukum internasional, negara memiliki hak dan kewajiban. Menurut R. Kranenberg (1975), negara adalah organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok orang yang disebut negara. Suatu negara dapat digambarkan sebagai subjek internasional yang harus memiliki beberapa elemen atau kondisi. Unsur atau persyaratan nasional meliputi adanya penduduk tetap, keberadaan wilayah tertentu, kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain, dan keberadaan pemerintah. Kedaulatan merupakan atribut penting bagi suatu negara. Prinsip kedaulatan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu prinsip dasar yang paling penting dan dihormati, terutama dalam hal kesetaraan di antara negara-negara di dunia. Ini adalah salah satu prinsip atau doktrin yang dikenal sebagai "norma yang ditaati" atau "norma yang harus ditaati". Dengan kata lain norma yang diterima sebagai norma dasar dari semua hukum internasional  dan  tidak boleh dilanggar sebagai norma. Kedaulatan dalam pengertian wilayah suatu negara berarti bahwa negara tersebut mempunyai kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak teritorialnya di dalam batas-batas wilayah negara tersebut. Untuk menjaga kredibilitas sebagai warga negara internasional, semua bangsa selalu berusaha mempeartahankan kedaulatannya. Dalam konteks hubungan internasional, negara-negara menerima prinsip saling menghormati kedaulatan suatu negara.

Indonesia adalah negara berdaulat yang merdeka dan  diakui oleh dunia internasional. Namun pada kenyataannya, kedaulatan negara Indonesia belum mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal. Hal ini tercermin dari segi ekonomi, budaya dan  politik. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia berusaha mentransformasikan perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional, namun sejauh ini belum berhasil, atau dapat dikatakan kedaulatan ekonomi negara Indonesia belum sepenuhnya terwujud. Dari sisi budaya, konflik dengan negara tetangga terkait  warisan budaya negara masih sering terjadi di Indonesia. Dari segi politik, kedaulatan politik negara Indonesia dalam mengatur  kehidupan berbangsa masih sangat tergantung dan seringkali mendapat tekanan dari kekuatan asing. Ancaman yang lambat dan sekarang berskala besar yang ditimbulkan oleh kekuatan asing  terhadap kedaulatan diri dan negara Indonesia seringkali tidak disadari.

Strategi dan senjata militer  suatu negara dapat mencerminkan kondisi ekonomi dan politik serta menjelaskan perolehan dan kemampuan  teknologi. Dominasi dan perkembangan teknologi tidak hanya menyebabkan perubahan konsep sosial di masyarakat, tetapi juga menggeser perang konvensional dengan mobilitas di darat, laut, udara dan ruang angkasa ke perang modern  menggunakan senjata non-motor yang disebut sebagai perang dunia maya. Perang di area ini disebut juga dengan perang cyber yaitu, perang yang menekankan  serangan  jaringan komputer yang ditujukan untuk menyebabkan kerusakan dan disfungsi tertentu yang diinginkan melalui niat politik dan keamanan nasional tertentu, tanpa melintasi batas  kekuatan ini sebagai pusat konsep baru (Setiyawan, 2018). Doktrin perang  berbasis teknologi modern telah menjadi alat yang paling berpengaruh di hampir setiap tingkat konflik yang terjadi dalam dua dekade terakhir. Ini karena dianggap mungkin untuk mengembangkan teknologi baru untuk kecepatan dan skala. Kekuatan serangan. Seperti yang ditunjukkan oleh Komisi Pertahanan House of Commons of the United Kingdom, ancaman dunia maya, seperti beberapa ancaman baru lainnya, berkembang pada tingkat yang hampir tidak terpikirkan dan memiliki konsekuensi bencana bagi keamanan nasional.

Serangan siber dapat menghancurkan, dan merusak jaringan infrastruktur sipil dan militer yang sangat sulit untuk dibatasi dan diprediksi dampak dan ukurannya, meskipun dilakukan di balik layar komputer. Serangan siber tidak hanya dalam hal kerusakan fisik yang dapat ditimbulkannya, tetapi juga dalam hal stabilitas nasional dan kondisi ekonomi, dan dampaknya terhadap  layanan dasar  masyarakat sipil seperti layanan air minum, listrik, telekomunikasi, transportasi, layanan  darurat, dll. Beberapa kasus serangan siber dan perang/cyberwarfare yang pernah terjadi antara lain serangan siber Korea Utara terhadap Sony Pictures Entertainment pada November 2014. Kasus tersebut merupakan salah satu dari 4.444 serangan siber yang baru-baru ini terjadi dan merugikan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Selain menghancurkan, serangan ini  juga menyalin ribuan data penting, termasuk film yang belum  dirilis dan  informasi tentang selebriti, karyawan, dan aktivitas bisnis Sony. Hal ini kemungkinana dipicu oleh  adanya perilisan film berjudul The Interview pada tahun yang sama, dimana film itu bercerita tentang sebuah acara jurnalis Amerika Serikat yang datag ke Korea Utara untuk melakukan wawancara eksklusif bersama pemimpin Korea Utara saat itu, Kim Jong Un (Carter, 2015).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan baru pada tahun 2013 mulai menyusun kebijakan, mempersiapkan kemampuan teknis, merumuskan strategi sistem pertahanan cyber nasional serta membentuk unit cyber yang nantinya bertugas menangkal serangan yang mengganggu kedaulatan, pertahanan, keamanan dan kepentingan nasional negara Indonesia. Pada Tahun 2015 pemerintah mengeluarkan Perpres No.97 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara yang pada pokok-pokok kebijakan umum pertahanan terkait penanganan ancaman cyber hanya terbatas mengatur mengenai pembangunan teknologi serta sistem informasi dan komunikasi dalam bidang pertahanan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas sistem informasi pertahanan negara. Kebijakan ini sebatas upaya meningkatkan kualitas infrastruktur dan teknologi dalam menghadapai ancaman cyber sedangkan kebijakan pertahanan cyber nasional Indonesia secara komprehensif masih tidak jelas (Setiawanto, 2013).

Selain Kementerian Pertahanan terdapat beberapa lembaga lain yang juga membentuk organ-organ untuk menangani ancaman serangan cyber terhadap pertahanan, keamanan dan kepentingan nasional Indonesia. Seperti misalnya Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional (DK2ICN) yang dibentuk oleh Kementerian Kordinator Politik Hukum dan Keamanan, PUSINFOLAHTA Tentara Nasional Indonesia, Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Unit Cybercrime Kepolisian Republik Indonesia yang masing-masing cenderung bekerja sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak bekerja secara terpadu dalam penanganan ancaman cyber terhadap Indonesia. Penanganan dan pengelolaan masalah yang sangat kompleks ini tentunya tidak dapat dilakukan secara parsial dan sektoral namun harus dilakukan secara terkordinasi, terintegrasi pada skala nasional bahkan mutlak dilakukan  dalam skala kerjasama regional maupun global.

Pada tahun 2017 pemerintah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Peraturan Presiden No. 133 Tahun 2017 Tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 53 Tahun 2017 Tentang Badan Siber dan Sandi Negara. Badan yang  baru  efektif  bekerja  pada   Januari  2018 ini merupakan lembaga pemerintah dibawah presiden yang memiliki tugas berat dalam melaksanakan keamanan cyber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan dan mengkonsolidasikan semua  unsur yang terkait dengan keamanan cyber (Deliusno, 2017). Tugas BSSN dalam melaksanakan keamanan cyber akan lebih efektif dan efisien jika memiliki payung hukum yang lebih luas mengingat ancaman cyber bersifat multispektrum dan kompleks.

 Berdasarkan uraian diatas penulis melihat urgensi pemerintah untuk segera melakukan penguatan kebijakan dan kelembagaan national cyber defense dalam rangka menghadapi ancaman cyberwarfare sekaligus menjaga pertahanan, keamanan dan kepentingan nasional negara Indonesia yang berada pada domain nyata maupun domain cyber.

Sumber:

Carter, A. (2015, April 17). The DOD cyber strategy. Retrieved from washington post: https://www.washingtonpost.com/world/national-security/us-attributes-sony-attack-to-north- korea/2014/12/19/fc3aec60-8790-11e4-a702-fa31ff4ae98e_story.html?utm_term=.6f29051f949a

Deliusno. (2017, Juni 8). Serangan Cyber Makin Kencang, Indonesia Sudah Siap? Retrieved from Kompas.com: http://tekno.kompas.com/read/2017/06/08/10050037/serangan.cyber.makin.kencang.indonesia.sudah.siap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun